Kata Buncit berasal dari seorang tokoh Tionghoa yang dulu pernah tinggal di sana bernama Tan Boen Tjit.
Dikisahkan, Tan Boen Tjit adalah sosok pemilik usaha warung yang pemurah terhadap warga pribumi Jakarta.
Karena kemurahan hatinya, ia begitu dihargai hingga namanya pun diabadikan sebagai nama jalan.
"Jalan Warung Buncit Raya itu ada sejarah keindahan toleransi dan inklusivitas masyarakat Betawi. Mereka (warga Betawi) yang identik dengan Islam memberi nama daerah dengan jalannya nama seorang Tionghoa, Tan Boen Tjit," kata JJ Rizal dilansir dari Tribun Jakarta, Kamis (30/6/2022).
"Inilah toponimi Warung Buncit. Bukankah ini nilai sejarah budaya yang penting buat kekinian kita?" sambung dia.
JJ Rizal pun menegaskan, ia sebenarnya tak mempermasalahkan langkah Pemprov DKI mengabadikan para tokoh betawi sebagai nama jalan. Ia justru mendukung langkah itu.
"Sudah terlalu lama orang Betawi disingkirkan dan dilupakan di kampungnya sendiri yang menjadi ibu kota dan jantung pembangunan nasional. Padahal tokoh-tokohnya menyumbang dalam pergerakan nasional dan revolusi kemerdekaan serta menumbuhkan karya seni kreatif kerakyatan," kata JJ Rizal.
"Ini memang patut dihargai dan diberi ruang dalam kota agar memori masyarakat serta adat Betawi tidak tersingkir," ujarnya.
Namun, ia juga mengingatkan agar hal itu dilakukan dengan hati-hati dan tak menghapus begitu saja sejarah yang sudah ada.
"Persoalannya bukan pada nama tokohnya, meskipun ada tokoh yang belum jelas peran sejarahnya, tetapi pada kurangnya kehati-hatian dalam proses memilih tempat, menaruh nama-nama tokoh tersebut," kata JJ Rizal.
Baca juga: Warga Condet Tolak Pergantian Nama Jalan Budaya Jadi Jalan Entong Gendut
Oleh karena itu, riset atas nama-nama tokoh yang dijadikan nama jalan dan penempatan daerahnya menjadi sangat penting.
Begitu juga terkait sosialisasi nama jalan yang telah diubah, haruslah benar-benar sampai ke masyarakat.
Di sisi lain, JJ Rizal juga menggarisbawahi soal payung hukum penamaan jalan yang tercantum pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 2 tahaun 2021 tentang penyelenggaraan nama rupabumi.
Ia memperingatkan, jika aspek di atas tidak terpenuhi, perubahan nama jalan bisa berakibat bencana etnosentrisme.
Etnosentrisme adalah sebuah sikap atau pandangan yang membanggakan identitas diri dan kerap dibarengi dengan sikap meremehkan masyarakat atau budaya lain.