Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Citayam Fashion Week: Bergayalah maka Kamu Ada

Kompas.com - 11/07/2022, 05:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Hanya saja eksodus dan mobilitas remaja SCBD kian hari semakin mengganggu kenyamanan pengguna fasilitas transportasi dan area sekitar Stasiun Dukuh Atas.

Mereka mengokupasi jalan, meninggalkan tumpukan sampah serta mempertontonkan aksi merokok walau usianya masih belia.

Perlu memahami fenomena masyarakat di era post modernisme itu seraya mencarikan jalan keluarnya agar ekses negatif yang ditimbulkan dari Citayam Fashion Week bisa diminimalkan.

Citayam Wave bentuk identitas kelas

Fenomena Citayam Wave yang tengah trending di media social dan “menduduki” wilayah Sudirman, Jakarta, adalah bagian dari gaya hidup di masyarakat modern.

Remaja-remaja dari SCBD tidak lebih sebagai gambaran perjuangan “kelas” untuk mengokohkan dirinya di blantika persaingan hidup.

Jika label “anak muda Jaksel” diidentikkan sebagai kelas masyarakat atas, maka SCBD menorehkan Citayam Wave atau Citayan Fashion Week sebagai identitas mereka dalam mencari jati diri.

Mereka tidak minder atau malu, tetapi justru bangga dan mengejar “viral” karena terpaan media sosial yang intens mendesiminasikan kegiatan mereka.

Jika tongkrongan anak muda Jaksel kerap diasosiasikan dengan caffee dan resto bertarif mahal, maka remaja SCBD sudah merasa bahagia jika bisa jajan tahu bulat atau minum minuman Nutrisari.

Dengan uang jajan Rp 50.000 mereka bisa menjadi “idola” yang dimimpikannya. Dengan busana yang dibeli murah dari market place atau berburu dari penjualan barang bekas serta memadupadankan sesuai seleranya, mereka bisa tampil maksimal seperti pesohor.

Kolektivitas kelompok menjadikan mereka memiliki teman yang se-ide dan sependapat akan artinya “indentitas”.

Tampil menjadi “selebgram” seperti Bonge, Kurma, Jeje atau Roy yang diundang menjadi tamu podcast para influencer atau model foto dan video serta mendapat bayaran profesional, menjadi salah satu tujuan remaja-remaja SCBD.

Mereka tidak ubahnya dengan artis-artis panggung yang rindu order manggung atau politisi-politisi kita yang butuh narsis agar diketahui konstituen.

Remaja SCBD seperti halnya “anak baru gede” atau ABG butuh pengakuan akan identitas dan eksistensinya.

Mereka galau jika tidak mendapat pengakuan dari lingkungannya, belum lagi ajang eksistensi di Citayam, Bojonggede atau Depok memang tidak mendukung.

Ada berapakah ruang terbuka hijau dan senyaman Dukuh Atas atau minimal instagramable ada di Citayam? Apakah Bojonggede memiliki salasar senyaman kawasan pedestrian ala Sudirman?

David Chaney, mahaguru sosiologi dari Universitas Durham, Inggris menyebut fenomena seperti Citayam Wave adalah bagian dari gaya hidup yang menjadi ciri dunia modern yang disebut modernitas.

Siapapun yang hidup di dalam masyarakat modern akan menggunakan gagasan tentang gaya hidup untuk menggambarkan tindakannya sendiri ataupun orang lain.

Gaya hidup adalah pola-pola tindakan yang membedakan antara satu orang dengan yang lainya.

Dengan cara pandang ini, interaksi remaja SCBD hendaknya dipahami sebagai cara mereka untuk esksis dan survive.

Lebih khusus lagi, Malcom Barnard dosen senior dalam bidang sejarah, teori seni dan desain dari Universitas Derby mengulas ajang pamer busana seperti yang ditampilkan remaja-remaja SCBD sebagai cara mengkomunikasikan identitas-identitas kelas, gender, seks dan sosial.

Faktor busana dipandang memiliki fungsi komunikatif. Pakaian, busana, kostum, dandanan, hoodie, atau sneakers yang dikenakan remaja SCBD di Citayam Fashion Week adalah bentuk komunikasi artifaktual. Berbagai elemen yang melekat di tubuh menyampaikan pesan-pesan nonverbal.

Menurut Desmond Morris dalam Manwacthing: A Field Guide to Human Behavior (1977) busana menampilkan peran sebagai pajangan budaya (cultural display) karena mengkomunikasikan afiliasi budaya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Videonya Viral, Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal Buang Pelat Palsu TNI ke Sungai di Lembang

Usai Videonya Viral, Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal Buang Pelat Palsu TNI ke Sungai di Lembang

Megapolitan
NIK-nya Dinonaktifkan karena Tak Lagi Berdomisili di Ibu Kota, Warga: Saya Enggak Tahu Ada Informasi Ini

NIK-nya Dinonaktifkan karena Tak Lagi Berdomisili di Ibu Kota, Warga: Saya Enggak Tahu Ada Informasi Ini

Megapolitan
Remaja yang Dianiaya Mantan Sang Pacar di Koja Alami Memar dan Luka-luka

Remaja yang Dianiaya Mantan Sang Pacar di Koja Alami Memar dan Luka-luka

Megapolitan
Toko 'Outdoor' di Pesanggrahan Dibobol Maling, Total Kerugian Rp 10 Juta

Toko "Outdoor" di Pesanggrahan Dibobol Maling, Total Kerugian Rp 10 Juta

Megapolitan
Dua Begal Motor di Bekasi Terancam Pidana 9 Tahun Penjara

Dua Begal Motor di Bekasi Terancam Pidana 9 Tahun Penjara

Megapolitan
Pakai Pelat Palsu TNI, Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal Terancam 6 Tahun Penjara

Pakai Pelat Palsu TNI, Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal Terancam 6 Tahun Penjara

Megapolitan
Cerita Warga 'Numpang' KTP DKI, Bandingkan Layanan Kesehatan di Jakarta dan Pinggiran Ibu Kota

Cerita Warga "Numpang" KTP DKI, Bandingkan Layanan Kesehatan di Jakarta dan Pinggiran Ibu Kota

Megapolitan
Gerindra Jaring Sosok Calon Wali Kota Bogor, Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Jadi Pendaftar Pertama

Gerindra Jaring Sosok Calon Wali Kota Bogor, Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Jadi Pendaftar Pertama

Megapolitan
Heru Budi: Normalisasi Ciliwung Masuk Tahap Pembayaran Pembebasan Lahan

Heru Budi: Normalisasi Ciliwung Masuk Tahap Pembayaran Pembebasan Lahan

Megapolitan
Pengemudi Fortuner Arogan Pakai Pelat Palsu TNI untuk Hindari Ganjil Genap di Tol

Pengemudi Fortuner Arogan Pakai Pelat Palsu TNI untuk Hindari Ganjil Genap di Tol

Megapolitan
Dua Kecamatan di Jaksel Nol Kasus DBD, Dinkes: Berkat PSN dan Pengasapan

Dua Kecamatan di Jaksel Nol Kasus DBD, Dinkes: Berkat PSN dan Pengasapan

Megapolitan
Gerindra Buka Pendaftaran Bakal Calon Wali Kota Bogor Tanpa Syarat Khusus

Gerindra Buka Pendaftaran Bakal Calon Wali Kota Bogor Tanpa Syarat Khusus

Megapolitan
Kronologi Remaja Dianiaya Mantan Sang Pacar hingga Luka-luka di Koja

Kronologi Remaja Dianiaya Mantan Sang Pacar hingga Luka-luka di Koja

Megapolitan
Jadi Tukang Ojek Sampan di Pelabuhan Sunda Kelapa, Bakar Bisa Bikin Rumah dan Biayai Sekolah Anak hingga Sarjana

Jadi Tukang Ojek Sampan di Pelabuhan Sunda Kelapa, Bakar Bisa Bikin Rumah dan Biayai Sekolah Anak hingga Sarjana

Megapolitan
Harga Bawang Merah di Pasar Perumnas Klender Naik, Pedagang: Mungkin Belum Masa Panen

Harga Bawang Merah di Pasar Perumnas Klender Naik, Pedagang: Mungkin Belum Masa Panen

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com