Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Citayam Fashion Week: Bergayalah maka Kamu Ada

Kompas.com - 11/07/2022, 05:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pakaian merupakan alat semiotika, mesin komunikasi” – Umberto Eco

Beberapa bulan terakhir, di berbagai linimasa diwartakan fenomena anak-anak muda “tanggung” berusia belasan tahun dengan dandanan yang mencolok memenuhi kawasan Jenderal Sudirman, Jakarta.

Area salasar di depan pintu keluar masuk Stasiun Kereta Api Komuter Dukuh Atas hingga terowongan Kendal menjadi ajang remaja dari daerah pinggiran Jakarta seperti Citayam dan Bojonggede berunjuk gigi.

Bahkan remaja pelajar SMP dari Bogor dan Tangerang ikut menyemarakkan kawasan Sudirman di setiap akhir pekan.

Dengan outfit yang dikenakan sangat mencolok dan nyentrik, aktivitas saban akhir pekan di kawasan tersebut menjadi semarak.

Tidak saja menjadi ajang kontes mode jalanan, aktivitas olahraga seperti permainan skateboard dan seni tari breakdance serta acara sesi foto bak foto model mewarnai keramaian Kawasan Sudirman, Jakarta.

Nama-nama seperti Bonge, Kurma, Roy atau Jeje kerap wira-wiri nongol di Tiktok hingga reels hingga pamor “SCBD” menjadi mulai dikenal publik.

SCBD merupakan akronim dari Sudirman-Citayam-Bojonggede-Depok untuk menyebut nama-nama kawasan yang menjadi sentra “kehebohan” di akhir pekan tersebut.

Berkat tampilan Bonge, Kurma, Jeje atau Roy di video berkategori for you page di Tiktok, sontak salasar Dukuh Atas – Terowongan Kendal hingga Sudirman berubah menjadi catwalk terbuka.

Ada yang menyebut, aksi remaja berusia 11 tahun hingga 16 tahun dengan dandanan mencolok itu sebagai Citayam Wave, Citayam Fashion Show atau Citayam Fashion Week.

Segala mimpi remaja tanggung ingin menjadi viral dan terkenal ada di ajang dadakan tersebut.

Ada adu lagak menampilkan koleksi busana yang dianggap paling menarik, adu gaya memakai sepatu sneakers, mencari kenalan bahkan mencoba mencari pacar menjadi warna tersendiri di balik Citayam Fashion Week.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan malah berpikir positif dengan fenomena baru tersebut. Anies menegaskan gejala ini menjadi bukti kalau Jakarta sangat inklusif.

Jakarta sangat terbuka dan menghargai serta toleran dengan kreatifitas anak muda pinggiran, asalkan mereka mematuhi ketertiban dan menjaga kebersihan lingkungan.

Anies meminta masyarakat bisa menghargai mereka mengingat ruang publik adalah milik bersama.

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu menegaskan fenomena tersebut sebagai wujud terjadinya demokratisasi di Kawasan Sudirman.

Sudirman tidak saja milik pekerja kantoran, tetapi juga milik masyarakat ekonomi kelas bawah.

Sebagian dari remaja SCBD dulunya memang berasal dan mukim di berbagai Kawasan di Jakarta, seperti Kebon Melati, Tanah Abang dan sekitarnya.

Akibat rumah mereka terkena penggusuran atau ikut pindah domisili orangtua ke pinggiran Jakarta menjadikan ikatan emosional remaja SCBD dengan kawasan tersebut tetap terjalin.

Akses transportasi kereta api dari Bogor, Tangerang, Citayam, Bojonggede dan Depok menuju Dukuh Atas yang terjangkau dan nyaman membuat mobilitas remaja SCBD semakin mudah.

Belum lagi, Dukuh Atas menjadi sentra integrasi antarmoda sehingga interaksi para remaja “tanggung” ini semakin mengokohkan eksistensi Citayam Fashion Week.

Kemasifan penyebaran konten-konten media sosial yang mengupas habis fenomena Citayam Fashion Week dan keinginan menjadi viral serta terkenal di jagat maya menjadikan suasana petang di Kawasan Sudirman bak keramaian anak-anak muda di Shibuya, Jepang.

Hanya saja eksodus dan mobilitas remaja SCBD kian hari semakin mengganggu kenyamanan pengguna fasilitas transportasi dan area sekitar Stasiun Dukuh Atas.

Mereka mengokupasi jalan, meninggalkan tumpukan sampah serta mempertontonkan aksi merokok walau usianya masih belia.

Perlu memahami fenomena masyarakat di era post modernisme itu seraya mencarikan jalan keluarnya agar ekses negatif yang ditimbulkan dari Citayam Fashion Week bisa diminimalkan.

Citayam Wave bentuk identitas kelas

Fenomena Citayam Wave yang tengah trending di media social dan “menduduki” wilayah Sudirman, Jakarta, adalah bagian dari gaya hidup di masyarakat modern.

Remaja-remaja dari SCBD tidak lebih sebagai gambaran perjuangan “kelas” untuk mengokohkan dirinya di blantika persaingan hidup.

Jika label “anak muda Jaksel” diidentikkan sebagai kelas masyarakat atas, maka SCBD menorehkan Citayam Wave atau Citayan Fashion Week sebagai identitas mereka dalam mencari jati diri.

Mereka tidak minder atau malu, tetapi justru bangga dan mengejar “viral” karena terpaan media sosial yang intens mendesiminasikan kegiatan mereka.

Jika tongkrongan anak muda Jaksel kerap diasosiasikan dengan caffee dan resto bertarif mahal, maka remaja SCBD sudah merasa bahagia jika bisa jajan tahu bulat atau minum minuman Nutrisari.

Dengan uang jajan Rp 50.000 mereka bisa menjadi “idola” yang dimimpikannya. Dengan busana yang dibeli murah dari market place atau berburu dari penjualan barang bekas serta memadupadankan sesuai seleranya, mereka bisa tampil maksimal seperti pesohor.

Kolektivitas kelompok menjadikan mereka memiliki teman yang se-ide dan sependapat akan artinya “indentitas”.

Tampil menjadi “selebgram” seperti Bonge, Kurma, Jeje atau Roy yang diundang menjadi tamu podcast para influencer atau model foto dan video serta mendapat bayaran profesional, menjadi salah satu tujuan remaja-remaja SCBD.

Mereka tidak ubahnya dengan artis-artis panggung yang rindu order manggung atau politisi-politisi kita yang butuh narsis agar diketahui konstituen.

Remaja SCBD seperti halnya “anak baru gede” atau ABG butuh pengakuan akan identitas dan eksistensinya.

Mereka galau jika tidak mendapat pengakuan dari lingkungannya, belum lagi ajang eksistensi di Citayam, Bojonggede atau Depok memang tidak mendukung.

Ada berapakah ruang terbuka hijau dan senyaman Dukuh Atas atau minimal instagramable ada di Citayam? Apakah Bojonggede memiliki salasar senyaman kawasan pedestrian ala Sudirman?

David Chaney, mahaguru sosiologi dari Universitas Durham, Inggris menyebut fenomena seperti Citayam Wave adalah bagian dari gaya hidup yang menjadi ciri dunia modern yang disebut modernitas.

Siapapun yang hidup di dalam masyarakat modern akan menggunakan gagasan tentang gaya hidup untuk menggambarkan tindakannya sendiri ataupun orang lain.

Gaya hidup adalah pola-pola tindakan yang membedakan antara satu orang dengan yang lainya.

Dengan cara pandang ini, interaksi remaja SCBD hendaknya dipahami sebagai cara mereka untuk esksis dan survive.

Lebih khusus lagi, Malcom Barnard dosen senior dalam bidang sejarah, teori seni dan desain dari Universitas Derby mengulas ajang pamer busana seperti yang ditampilkan remaja-remaja SCBD sebagai cara mengkomunikasikan identitas-identitas kelas, gender, seks dan sosial.

Faktor busana dipandang memiliki fungsi komunikatif. Pakaian, busana, kostum, dandanan, hoodie, atau sneakers yang dikenakan remaja SCBD di Citayam Fashion Week adalah bentuk komunikasi artifaktual. Berbagai elemen yang melekat di tubuh menyampaikan pesan-pesan nonverbal.

Menurut Desmond Morris dalam Manwacthing: A Field Guide to Human Behavior (1977) busana menampilkan peran sebagai pajangan budaya (cultural display) karena mengkomunikasikan afiliasi budaya.

Busana bisa mengindentifikasikan identitas nasional dan kultural penggunanya.

Lokasi salasar depan pintu keluar masuk Stasiun Kereta Api Dukuh Atas, Terowongan Kendal dan Kawasan Sudirman dipilih para remaja SCBD sebagai konsekuensi tersedianya ruang terbuka hijau yang bisa dijadikan ajang “pertunjukan” eksistensi mereka.

Melarang atau membatasi “pergerakan” remaja SCBD di lokasi tersebut sangatlah tidak tepat mengingat aras demokratisasi menjangkau semua segmen masyarakat.

Remaja-remaja SCBD berhak mendapatkan “kemerdekaan” atas penyaluran ekspresinya.

Ditunggu sentuhan Pemda DKI

Mulai munculnya suara-suara negatif dari warga bahkan dari politisi akan keberadaan remaja SCBD yang “mengotori” Taman Dukuh Atas dan Kawasan Sudirman bisa jadi muncul karena kurang mumpuninya strategi komunikasi yang diterapkan Pemda DKI.

Kawasan instagramabel di Jakarta tidak saja ada di Terowongan Kendal atau Taman Dukuh Atas, tetapi juga ada di Taman Senopati atau Taman Ismail Marzuki (TIM).

Bahkan keberadaan Perpustakaan Nasional yang sangat “keren” juga belum mendapat sentuhan maksimal untuk dipromosikan.

Melesatkan “mainan baru” Tebet Eco Park tanpa mempersiapkan fasilitas pendukungnya adalah bukti kegagalan Pemda DKI dalam menyediakan alternatif-alternatif ruang terbuka hijau yang menjadi dambaan kaum muda.

Kendala penyediaan ruang parkir kendaraan dan akses transportasi publik yang menjangkau Tebet Eco Park adalah menjadi bukti ketidaksiapan para pemangku kepentingan dalam menyediakan fasilitas publik.

Tendensi mobilisasi warga yang meningkat pascamenurunnya angka penularan Covid-19 hendaknya menjadi perhatian Pemda DKI.

Justru dari ajang Citayam Fashion Week, perlu adanya rekrutmenisasi terhadap leader-leader SCBD seperti Bonge, Kurma, Jeje atau Roy agar semangat kolektifitas kelompok bisa “diarahkan” menjadi hal-hal yang positif.

Bonge bisa “diambil” Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional dalam mengkampanyekan pencegahan pernikahan muda dan ancaman stunting.

Bonge, Kurma, Jeje dan Rio bisa direkrut oleh PT KAI agar tidak bosan-bosannya menjaga kebersihan di lingkungan stasiun dan moda kereta api.

Para penggiat media sosial yang kerap mengeksplor remaja-remaja SCBD perlu digalang Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistika DKI Jakarta agar mereka menampilkan konten-konten yang positif sekaligus inspiratif dari fenomena Citayam Fashion Week.

Gelaran lomba foto dan video bahkan festival Tiktok bisa menyalurkan energi remaja-remaja Citayam, Bojonggede dan Depok dalam dimensi yang lain.

Bahkan Dinas Pariwisata DKI harusnya jeli mengkemas Citayam Fashion Week sebagai event pertunjukan dalam kalender pariwisata DKI.

Saya jadi teringat yang dilakukan mendiang Dynand Fariz yang mengkonversi ajang kelulusan peserta kursus mode di kota kecil bernama Jember menjadi ajang pesta festival busana jalanan yang spektakuler.

Jember Fashion Carnaval adalah ajang pentas busana di jalanan kota Jember yang selevel dengan Rio de Jeneiro Festival.

Mungkin saja kita melupakan bahwa era fashion atau The Age of Fashion tidak saja terbatas pada busana, tetapi juga cara kita bertutur, berperilaku bahkan gaya hidup kita.

Apa yang ditampilkan oleh Bonge, Kurma, Jeje atau Roy serta remaja-remaja Citayam, Bojonggede dan Depok menyiratkan bahwa waktu telah berubah dengan cepat, sementara banyak pemahaman kita yang “tidak tepat” dalam memaknai eksistensi mereka.

Kepengapan sosial di kehidupan sebagian masyarakat justru telah mendapatkan katarsis yang positif di ruang-ruang terbuka. Dan kita tidak berhak sekalipun merampasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

Megapolitan
Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Megapolitan
Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran 'Saudara Frame' Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran "Saudara Frame" Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Megapolitan
Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Megapolitan
Uang Korban Dipakai 'Trading', Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Uang Korban Dipakai "Trading", Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Megapolitan
Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Megapolitan
Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' Berhasil Diidentifikasi

Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" Berhasil Diidentifikasi

Megapolitan
Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Megapolitan
Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Megapolitan
Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Megapolitan
Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Ambil Formulir Calon Wali Kota Bogor Lewat PDIP, tapi Belum Mengembalikan

Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Ambil Formulir Calon Wali Kota Bogor Lewat PDIP, tapi Belum Mengembalikan

Megapolitan
Tak Bisa Lagi Kerja Berat Jadi Alasan Lupi Tetap Setia Menarik Sampan meski Sepi Penumpang

Tak Bisa Lagi Kerja Berat Jadi Alasan Lupi Tetap Setia Menarik Sampan meski Sepi Penumpang

Megapolitan
Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Megapolitan
Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com