Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tolak Putusan PTUN, KSPI: Penurunan UMP Jakarta Bisa Sebabkan Kekacauan

Kompas.com - 13/07/2022, 10:05 WIB
Mita Amalia Hapsari,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang dibacakan pada Selasa, (12/7/2022).

PTUN Jakarta mengabulkan gugatan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang isinya mewajibkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk menerbitkan keputusan baru mengenai UMP tahun 2022 sebesar Rp 4.573.845.

Sebelumnya, berdasarkan Kepgub Nomor 1517 Tahun 2021, UMP DKI Jakarta tahun 2022 naik 5,1 persen atau setara Rp 225.667 menjadi Rp 4.641.854.

Presiden KSPI Said Iqbal menjabarkan alasan penolakan putusan PTUN Jakarta tersebut.

Baca juga: Said Iqbal dkk Tolak PTUN Batalkan Kenaikan UMP DKI: Buruh Akan Semakin Susah!

Said Iqbal menyatakan, penurunan upah di tengah jalan tidak boleh dilakukan. Menurut dia, putusan ini dapat mengakibatkan kekacauan.

"Akibat adanya keputusan PTUN yang menurunkan UMP, mengakibatkan kekacauan di tingkat implementasi di lapangan. Lebih jauh dari itu, akan terjadi konflik antara buruh dan pengusaha," ujar Said Iqbal dalam keterangannya yang dikutip pada Rabu (13/7/2022).

Said Iqbal menjelaskan bahwa buruh sudah menerima upah sebesar Rp 4.641.854 selama 2022 ini, atau berlangsung selama 7 bulan terakhir.

Baca juga: Pertimbangan Hakim PTUN Wajibkan Anies untuk Turunkan UMP Jakarta Rp 4,5 Juta, Bukan Rp 4,4 Juta Sesuai UU Ciptaker

Jika, upah buruh tiba-tiba menurun, ia menilai buruh pasti tidak akan menerima ke adaan ini.

"Buruh akan semakin susah karena upahnya yang diturunkan. Selain itu, di seluruh dunia, tidak ada penurunan upah di tengah jalan," ujar Said.

Ia pun berpendapat, jika ingin memutuskan perubahan UMP, sebaiknya dilakukan sebelum UMP 2022 diberlakukan.

"Kalau lah mau diputuskan oleh PTUN, seharusnya diputuskan pada Januari 2022, sebelum UMP 2022 diberlakukan," kata dia.

Baca juga: Buruh Ancam Demo Besar-besaran jika Anies Tak Banding Putusan PTUN soal UMP DKI

Selain itu, Said menilai bahwa keputusan PTUN membingungkan karena dianggap tidak menggunakan dasar UU 13 No 2003, tetapi juga tidak menggunakan UU Cipta Kerja.

Ia berujar, sejak lama KSPI menolak PP No 36 tahun 2021 tentang Pengupahan yang merupakan aturan turunan omnibus law UU Cipta Kerja.

"Jadi putusan ini cacat hukum karena dasarnya tidak jelas. Dia cacat hukum. Maka KSPI menolak," tegas Said.

Tak hanya itu, menurut dia, dengan dikabulkannya gugatan APINDO, Said menilai bahwa wibawa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, kalah dari kepentingan sesaat para pengusaha.

Jika putusan ini dijalankan, ia menilai akan ada banyak keputusan pemerintah yang akan digugat. Hal ini dikhawatirkan menimbulkan ketidakpastian bagi buruh dalam memenuhi kebutuhan hidup.

Lebih jauh, Said pun meminta kepada Anies, agar melakukan perlawanan terhadap putusan itu.

"KSPI meminta Gubernur Anies melakukan perlawanan banding terhadap putusan PTUN. Bilamana Gubernur Anies tidak melakukam banding, maka kaum buruh akan melakukan aksi besar-besaran," kata Said Iqbal.

"KSPI mendesak Gubernur DKI untuk tidak menjalankan putusan PTUN dan tetap memberlakukan UMP yang sudah ditetapkan kenaikannya sebesar 5,1 persen," pungkas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kebakaran Hanguskan Beberapa Rumah di Jalan KS Tubun Slipi

Kebakaran Hanguskan Beberapa Rumah di Jalan KS Tubun Slipi

Megapolitan
Polda Metro Kerahkan 197 Personel Amankan Paskah di Gereja Katedral Jakarta dan GPIB Imanuel

Polda Metro Kerahkan 197 Personel Amankan Paskah di Gereja Katedral Jakarta dan GPIB Imanuel

Megapolitan
Polisi Bakal Periksa Pemilik Truk dan Orangtua Sopir yang Sebabkan Kecelakaan di GT Halim

Polisi Bakal Periksa Pemilik Truk dan Orangtua Sopir yang Sebabkan Kecelakaan di GT Halim

Megapolitan
Jadwal Imsak dan Buka Puasa di Tangerang Selatan, 29 Maret 2024

Jadwal Imsak dan Buka Puasa di Tangerang Selatan, 29 Maret 2024

Megapolitan
Baznas RI Gelar Pesantren Kilat di Kapal Perang, 102 Sekolah Ambil Bagian

Baznas RI Gelar Pesantren Kilat di Kapal Perang, 102 Sekolah Ambil Bagian

Megapolitan
Jadwal Imsak dan Buka Puasa di Kota Tangerang, 29 Maret 2024

Jadwal Imsak dan Buka Puasa di Kota Tangerang, 29 Maret 2024

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Hunian untuk Polisi dan PNS Polri, Lokasinya di Pondok Kelapa

Pemprov DKI Siapkan Hunian untuk Polisi dan PNS Polri, Lokasinya di Pondok Kelapa

Megapolitan
Jadwal Imsak dan Buka Puasa di Bogor, 29 Maret 2024

Jadwal Imsak dan Buka Puasa di Bogor, 29 Maret 2024

Megapolitan
Jadwal Imsak dan Buka Puasa di Bekasi, 29 Maret 2024

Jadwal Imsak dan Buka Puasa di Bekasi, 29 Maret 2024

Megapolitan
Beli Mobil Bekas Taksi di Bekasi, Warga Cibitung Kena Tipu Rp 40 Juta

Beli Mobil Bekas Taksi di Bekasi, Warga Cibitung Kena Tipu Rp 40 Juta

Megapolitan
Jadwal Imsak dan Buka Puasa di Kota Depok, 29 Maret 2024

Jadwal Imsak dan Buka Puasa di Kota Depok, 29 Maret 2024

Megapolitan
Jadwal Imsak dan Buka Puasa di DKI Jakarta, 29 Maret 2024

Jadwal Imsak dan Buka Puasa di DKI Jakarta, 29 Maret 2024

Megapolitan
Minta Usut Tuntas Kasus Kematian Akseyna, BEM UI Akan Bersurat ke Rektor UI dan Polres Depok

Minta Usut Tuntas Kasus Kematian Akseyna, BEM UI Akan Bersurat ke Rektor UI dan Polres Depok

Megapolitan
Tanda Duka Cita, Mahasiswa UI Peringati 9 Tahun Kematian Akseyna

Tanda Duka Cita, Mahasiswa UI Peringati 9 Tahun Kematian Akseyna

Megapolitan
500 Siswa SMA Ikut Pesantren Kilat di Kapal Perang KRI Semarang

500 Siswa SMA Ikut Pesantren Kilat di Kapal Perang KRI Semarang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com