Kebetulan, angkotnya menjadi tempat kejadian perkara (TKP) dugaan pelecehan seksual terhadap perempuan berinisial AF pada 4 Juli 2022. "Tahu soal kejadian itu?" tanya Riza kepada Rahmat.
Rahmat mengaku tak mengetahuinya saat itu. Namun, pada hari yang sama setelah kejadian, Rahmat mengetahui bahwa ada dugaan tindakan pelecehan seksual yang terjadi di dalam angkotnya.
Baca juga: Rencana Pemisahan Tempat Duduk Penumpang Batal, Wagub: Pengguna Angkot Lebih Banyak Perempuan
Menurut Rahmat, keduanya memang sempat cekcok. Namun, saat itu Rahmat mengira bahwa mereka cekcok sebagai pasangan yang berpacaran.
Setelah AF turun dari angkot itu, Rahmat bertanya kepada terduga pelaku perihal cekcok tersebut. Menurut Rahmat, terduga pelaku saat itu mengaku hendak mengeluarkan dompet dari jaket yang dikenakannya.
"Dari pelaku katanya mau mengambil dompet, (korban) kesenggol," tutur Rahmat kepada Riza.
Riza lantas meminta Rahmat segera melapor kepada polisi apabilaada dugaan tindakan pelecehan seksual lagi. Riza juga meminta Rahmat mengajak penumpang tak takut saat naik angkot.
"Jadi lain kali kalau ada kejadian seperti itu, segera dilaporkan ya. Laporkan ke pihak berwajib, lapor ke Pemerintah Provinsi, ke Dinas Perhubungan," imbau Riza.
Usai mengobrol dengan Rahmat, Riza lalu mengobrol dengan dua sopir lainnya. Ia memberikan edukasi tentang cara menangani tindakan pelecehan seksual yang terjadi di angkot.
Baca juga: Tak Sepakat Pemisahan Tempat Duduk di Angkot, Dewan Transportasi: Turki Saja Tidak Begitu
Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Jakarta menilai wacana pemisahan tempat duduk antara laki-laki dan perempuan bukanlah solusi pencegahan pelecehan seksual di dalam angkutan umum.
Direktur LBH APIK Jakarta Siti Mazumah mengatakan keputusan itu tidak akan menyelesaikan akar persoalan, tetapi justru hanya akan menimbulkan persoalan baru.
Menurut Siti, ada banyak hal sebetulnya yang menyebabkan ada laki-laki dan perempuan itu harus duduk bersamaan di dalam angkutan umum, misalnya ada relasi ibu-anak, suami-istri, atau pun ayah-anak dengan berbagai alasan.
"Dengan membuat kebijakan ini tidak akan menyelesaikan persoalan, lebih baik melibatkan peran sopir angkot untuk mencegah pelecehan ini," ujar Siti kepada Kompas.com, Selasa (12/7/2022).
Edukasi ini menjadi penting agar sopir angkot memahami apa tindakan yang harus ia lakukan saat berada dalam situasi yang mengancam penumpangnya, khususnya ancaman pelecehan seksual.
"Sopir angkot bisa diberikan pemahaman, ketika mengetahui pelecehan bisa melakukan apa atau bagaimana," ujar Siti.
(Penulis: Muhammad Naufal, Sania Mashabi, Larissa | Editor: Nursita Sari, Kristian Erdianto)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.