JAKARTA, KOMPAS.com - Polda Metro Jaya menyatakan bahwa penyidik menemukan empat modus baru yang dilakukan oleh sindikat pelaku mafia tanah di Jakarta dan Bekasi.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi mengatakan, modus baru itu ditemukan dalam penyelidikan dan penyidikan kasus mafia tanah yang melibatkan oknum pegawai BPN hingga pemerintah daerah.
"Perlu kami sampaikan dalam pengungkapan ini kami menemukan empat modus baru yang dilakukan oleh mafia tanah," ujar Hengki kepada wartawan, Senin (18/7/2022).
Baca juga: Menteri ATR Peringatkan Pejabat dan Pegawai BPN agar Tidak Bermain-main dengan Mafia Tanah
Dalam empat modus operandi baru tersebut, kata Hengki, para pelaku merampas hak atas kepemilikan tanah milik korban pada tahapan penerbitan sertifikat.
Hal itu pun tentunya melibatkan pegawai dilingkungan Kementerian ATR/BPN, khususnya di tingkat kantor wilayah DKI Jakarta dan Bekasi.
"Pada modus baru ini itu pada tataran penerbitan hak, sehingga memang apabila melihat dari pemberitaan, kami melakukan penindakan pada oknum-oknum kantor BPN," kata Hengki.
Baca juga: Menteri ATR Bakal Copot dan Pecat Pegawai BPN yang Terlibat Mafia Tanah
Modus pertama yang terungkap, yakni para pelaku bekerja sama dengan pegawai BPN mencari tanah yang sudah bersertifikat. Setelah itu, mereka menerbitkan akta jual beli (AJB) atau akta peralihan palsu atas tanah tersebut.
"Ini dijadikan dasar dalam mengajukan gugatan ke PTUN, untuk membatalkan sertifikat kepemilikan yang sudah ada," kata Hengki.
Modus kedua yang ditemukan, kata Hengki, para mafia tanah bekerja sama dengan oknum pegawai pemerintah daerah mencari tanah-tanah yang belum diurus sertifikatnya.
Baca juga: Polda Metro Tetapkan 30 Tersangka Mafia Tanah di Jakarta dan Bekasi, 13 di Antaranya Pegawai BPN
Setelah menemukan target sasaran, para pelaku kan bekerja sama membuat dokumen bukti kepemilikan tanah palsu sebagai pembanding atas dokumen yang dimiliki korban.
"Dibuat pembanding dan ini terhadap tanah yang belum bersertifikat. Lalu dibuat girik palsu, akta palsu, akta peralihan dan diajukan penerbitan sertifikat. Jadi yang terjadi penguasaan lahan secara tidak sah," ungkap Hengki.
Dalam modus tersebut, lanjut Hengki, para oknum BPN berperan membuat gambar ukur atau peta bidang palsu atas tanah yang belum bersertifikat tersebut.
Modus ketiga yang digunakan para mafia tanah saat ini adalah memanfaatkan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang digulirkan oleh Presiden RI Joko Widodo.
"Sertifikat sebenarnya sudah jadi, tapi seolah-olah sudah diberikan kepada korban. Ada figur peran pengganti. Jadi apabila dicek administrasi sudah diserahkan kepada pemohon," ungkap Hengki.
Setelah proses administrasi penyerahan tersebut selesai, para pelaku akan mengubah data identitas kepemilikan dan luas bidang tanah dari sertifikat tersebut.
"Dalam modus ini ada dua korban, pemohon PTSL dan pemilik tanah yang lahannya diserobot," ucap Hengki.
Modus terakhir yang digunakan para mafia tanah mengakses secara ilegal data kepemilikan tanah yang tercatat di sistem Komputerisasi Kerja Pertanahan (KKP) Kementerian ATR/BPN.
"Jadi menggunakan akses ilegal. Mereka dapat melakukan input data, melakukan otentikasi dan validasi perubahan data lahan," tutur Hengki.
"Ini masih kami lidik, karena banyak korban yang tidak sadar ternyata tanahnya sudah diambil alih oleh mafia tanah," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.