Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wacana Pengaturan Jam Kerja, Tambal Sulam Solusi Atasi Kemacetan Jakarta

Kompas.com - 28/07/2022, 14:59 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kemacetan kembali mendera Jakarta setelah pergerakan masyarakat kembali ke titik hampir normal usai pandemi Covid-19 membaik.

Berdasarkan index Tomtom, kemacetan Jakarta saat ini meningkat hampir 20 persen bila dibandingkan dengan 2021.

Beragam solusi dhadirkan untuk mengatasi kemacetan Jakarta. Mulanya diawali dengan pemberlakuan ganjil genap di 13 ruas jalan sejak Maret. 

Baca juga: Dishub DKI: Perluasan Ganjil Genap Efektif Tingkatkan Kelancaran Lalu Lintas

Namun, pemberlakuan ganjil genap di 13 ruas jalan di Jakarta tampaknya kurang ampuh. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta pun memperluas jangkauan ganji genap menjadi 25 ruas jalan pada Juni. Kendati demikian, solusi tersebut tetap tak mampu mengatasi kemacetan di ibu kota.

Terbaru, Polda Metro Jaya mengusulkan pengaturan jam kerja bagi para pekerja di ibu kota sehingga mereka tak tumpah ruah secara bersamaan di jalanan Jakarta.

Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Latif Usman mengatakan usulan itu berdasarkan hasil analisis terkait kemacetan Jakarta pada jam rawan di pagi hari.

Dari hasil pengamatannya, mobilitas pekerja hingga pelajar berangkat pada jam bersamaan sehingga mengakibatkan kemacetan di jalan.

"Jam 06.00 sampai 09.00 pagi itu padat di Jakarta. Nah, jam 09.00 sampai 14.00 siang agak lengang. Maksud saya, jam sembilan pagi ini ada pengaturan kegiatan masyarakat," kata Latif di Jakarta, Rabu (20/7/2022).

Solusi yang tambal sulam

Menanggapi usulan terbaru tersebut, pengamat transportasi Deddy Herlambang menilai Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan Polda Metro Jaya hanya memikirkan cara mengatasi macet secara tambal sulam tanpa solusi yang serius.

Baca juga: Ada Usulan Pengaturan Jam Masuk Kantor, Ini Deretan Kebijakan Pemprov DKI untuk Atasi Kemacetan

Deddy menilai Pemprov DKI dan Polda Metro masih saja berorientasi pada perpindahan kendaraan dalam mengatasi kemacetan di ibu kota. 

"Tidak dipikirkan bagaimana memindahkan orangnya tapi yang dipikirkan memindahkan kendaraannya. Kalau memindahkan kendaraan ya tadi itu, rekayasa ganjil-genap, jam kerja, anak sekolah. Itu namanya hanya mengurai arus kepadatan lalu lintas," kata Deddy

"Harusnya kan yang diurai manusianya menggunakan transportasi umum. Sekarang pemerintah masih vehicle oriented," lanjut dia.

Deddy menilai usulan itu juga tak efektif mengatasi kemacetan di Jakarta. Ia mengatakan cara itu tak akan mengurangi volume kendaraan yang memenuhi jalanan ibu kota sehingga kemacetan tetap berpotensi terjadi.

Baca juga: Rute Ganjil Genap Jakarta Juli 2022

 

Ia pun mengatakan, rencana pengaturan jam masuk kantor juga bersebrangan dengan target pemerintah yang menghendaki agar ke depannya penggunaan kendaraan pribadi berkurang dan tergantikan oleh transportasi publik. 

"Misi TDM (transport demand management) bisa gagal. Karena volume kendaraan di jalan tetap sama. Justru TDM itu ingin mengurangi kendaraan pribadi," kata Deddy.

Deddy mengatakan sudah saatnya semua pihak berpikir untuk mengoptimalisasikan transportasi umum untuk mengatasi kemacetan di Jakarta.

Menurut Deddy daya tampung sejumlah moda seperti Transjakarta, Kereta Rel Listrik (KRL), dan Mass Rapid Transit (MRT) masih bisa ditingkatkan sehingga bisa menampung pengguna kendaraan pribadi.

Baca juga: Pengamat Sebut Pengaturan Jam Masuk Kantor Tak Efektif Atasi Kemacetan Jakarta

"Transjakarta mau nambah armada lagi itu masih bisa daripada kereta. Kalau kereta sulit. relnya. Belum sinyalnya. Kalau kereta paling penambahan rangkaian. Kalau bus Transjakarta masih bisa ditambah," tutur Deddy.

"Yang belum (optimal) ini MRT. Masih di bawah 100.000. Padahal ideal bisa 250.000 orang per hari," lanjut Deddy.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Dinkes DKI Hitung Kebutuhan Suplemen dan Vitamin untuk KPPS Pemilu 2024

Dinkes DKI Hitung Kebutuhan Suplemen dan Vitamin untuk KPPS Pemilu 2024

Megapolitan
Cerita Penjual Ayam di Pasar Johor Baru 'Full Senyum' Dagangannya Diborong Mendag Zulhas

Cerita Penjual Ayam di Pasar Johor Baru "Full Senyum" Dagangannya Diborong Mendag Zulhas

Megapolitan
Ini Peran Tiga Buruh Pengeroyok Sopir Truk Saat Demo UMK di Cikarang...

Ini Peran Tiga Buruh Pengeroyok Sopir Truk Saat Demo UMK di Cikarang...

Megapolitan
JPU Sebut Pleidoi Fatia dalam Kasus 'Lord Luhut' Menunjukkan Keputusasaan

JPU Sebut Pleidoi Fatia dalam Kasus "Lord Luhut" Menunjukkan Keputusasaan

Megapolitan
Persiapan Pemilu 2024, Bawaslu DKI Keluhkan Fasilitas Kantor

Persiapan Pemilu 2024, Bawaslu DKI Keluhkan Fasilitas Kantor

Megapolitan
Nasib Nahas Bocah di Tangerang: Hanyut di Kali Angke Usai Terpeleset Saat Bermain, Jasadnya Ditemukan 3 Hari Kemudian

Nasib Nahas Bocah di Tangerang: Hanyut di Kali Angke Usai Terpeleset Saat Bermain, Jasadnya Ditemukan 3 Hari Kemudian

Megapolitan
Anak Diperkosa Ayah Kandung Belasan Kali hingga Hamil, P2TP2A Tangsel: Korban Trauma Ingat Bapaknya

Anak Diperkosa Ayah Kandung Belasan Kali hingga Hamil, P2TP2A Tangsel: Korban Trauma Ingat Bapaknya

Megapolitan
Jadi Tersangka, Tiga Buruh yang Keroyok Sopir Truk Terancam 5 Tahun Penjara

Jadi Tersangka, Tiga Buruh yang Keroyok Sopir Truk Terancam 5 Tahun Penjara

Megapolitan
Dinkes DKI Minta KPU Wajibkan Anggota KPPS Terdaftar Jadi Peserta BPJS Kesehatan

Dinkes DKI Minta KPU Wajibkan Anggota KPPS Terdaftar Jadi Peserta BPJS Kesehatan

Megapolitan
Jangan Lagi Ada Korban di Pemilu 2024, Eks Petugas KPPS: Masa Pemerintah Enggak Berkaca?

Jangan Lagi Ada Korban di Pemilu 2024, Eks Petugas KPPS: Masa Pemerintah Enggak Berkaca?

Megapolitan
Harga Cabai Tembus Rp 120.000 di Jakarta, Mendag Zulhas Minta Pemda Subsidi Ongkos Angkut

Harga Cabai Tembus Rp 120.000 di Jakarta, Mendag Zulhas Minta Pemda Subsidi Ongkos Angkut

Megapolitan
Suami di Jaksel Bakar Istrinya Usai Lihat Korban 'Chatting' dengan Pria Lain

Suami di Jaksel Bakar Istrinya Usai Lihat Korban "Chatting" dengan Pria Lain

Megapolitan
Dinkes DKI Siap Fasilitasi 'Medical Check Up' KPPS Pemilu 2024

Dinkes DKI Siap Fasilitasi "Medical Check Up" KPPS Pemilu 2024

Megapolitan
Dinkes DKI Mendata Anak yang Terinfeksi Pneumonia di Jakarta

Dinkes DKI Mendata Anak yang Terinfeksi Pneumonia di Jakarta

Megapolitan
Pedagang Jual Rawit Merah Rp 120.000 Per Kg di Pasar Johar Baru, Zulhas: Wuih yang Benar Kamu?

Pedagang Jual Rawit Merah Rp 120.000 Per Kg di Pasar Johar Baru, Zulhas: Wuih yang Benar Kamu?

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com