JAKARTA, KOMPAS.com - Buruh dari berbagai serikat pekerja akan menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Rabu (10/8/2022).
Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Afir Minardi mengatakan, aksi tersebut dimulai dengan long march massa buruh dari Gedung Sate, Bandung menuju Jakarta pada Sabtu, 6 Agustus 2022.
"Dari Gedung Sate jam 10.00 WIB, dengan tuntutan agar Pemerintah dan DPR mencabut Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020," ujar Arif dalam keterangannya, Rabu (10/8/2022).
Rangkaian long march dimulai dengan pembacaan doa dan orasi dari Presidium Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB), tokoh masyarakat Jawa Barat, dan pihak-pihak yang mendukung unjuk rasa itu.
"Peserta long march dibatasi hanya 50 orang sebagaimana hasil kesepakatan perwakilan AASB dengan Polda Jawa Barat," ucap Arif.
Baca juga: Ada Demo Buruh di Depan Gedung DPR Hari Ini, Polisi Alihkan Arus Lalu Lintas di Kawasan Senayan
"Namun pada acara pemberangkatan akan diiringi 500 orang buruh yang tergabung dalam AASB Jawa Barat," sambung dia.
Arif mengungkapkan, long march tersebut merupakan bagian dari aksi unjuk rasa buruh yang puncaknya akan dilaksanakan pada 10 Agustus 2022 di Jakarta dan berbagai wilayah lain di Indonesia.
Aksi buruh pada hari ini bertajuk "Aliansi Aksi Sejuta Buruh Cabut UU Omnibus Law Cipta Kerja".
"Aliansi ini diikuti lebih dari 40 organisasi buruh mulai dari konfederasi, federasi, serikat pekerja, ojek online. Kami berharap ini jadi momen persatuan seluruh buruh," ujar Arif.
Menurut Arif, jumlah buruh yang akan berdemonstrasi di depan Gedung DPR/MPR RI diperkirakan mencapai sekitar 300.000 buruh.
Baca juga: Ribuan Buruh Akan Demo di Depan Gedung DPR Hari Rabu Ini, Tuntut Pencabutan UU Cipta Kerja
"Digelar di (depan gedung) DPR, massa biasanya berkumpul jam 10.00 WIB," ungkapnya.
Aksi unjuk rasa ini dilakukan, kata Arif, karena pemerintah, dalam hal ini Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dan DPR tidak menghiraukan berbagai aksi dan dialog baik sebelum dan sesudah disahkannya Undang-undang Cipta Kerja atau Omnibus Law.
"Hal ini malahan direspons dengan mengesahkan revisi UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-undangan (PPP)," ucap Arif.
"Sehingga UU PPP bisa menjadi alat untuk melegitimasi UU Omnibus Law Cipta Kerja yang telah dinyatakan Inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi menjadi Konstitusional dan berlaku di Indonesia," sambung dia.
Arif mengungkapkan, UU Cipta Kerja telah melanggar Pasal 5 huruf (g) UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-undangan yakni mengabaikan asas keterbukaan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan penetapan.
Baca juga: Ini Alasan Santri yang Aniaya Teman hingga Tewas Dipenjara meski Masih Anak-anak
"Sehingga sebagai pihak yang terdampak langsung (buruh/pekerja) tidak dapat memberikan masukan baik dalam tahap perencanaan dan penyusunan naskah maupun pembahasan di DPR," katanya.
Kemudian, Arif menilai bahwa UU Cipta Kerja telah mengabaikan UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) sebagaimana mana diatur dalam pasal 4 ayat (1) dan (2), pasal 25 ayat (1) dan (2), pasal 27, yang pada dasarnya SP/SB berfungsi memperjuangkan kepentingan anggotanya agar sejahtera dan berperan mewakili pekerja atau buruh.
"Faktanya SP/SB tidak dilibatkan dalam perencanaan penyusunan naskah Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja, padahal ini menyangkut nasib lebih dari 56 juta pekerja formal beserta keluarganya yang artinya pasti mempengaruhi kesejahteraan rakyat secara umum," tutur dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.