JAKARTA, KOMPAS.com - Massa aksi demonstrasi dari elemen buruh memanjat gerbang utama Gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat, Rabu (10/8/2022).
Pantauan Kompas.com, sejumlah buruh memanjat hingga titik tertinggi gerbang utama yang tingginya kurang lebih empat meter.
Mereka memasang spanduk hingga menutupi gerbang dan mengibarkan bendera kelompoknya masing-masing dari atas pintu masuk kompleks parlemen.
Baca juga: Ribuan Buruh Demo Tutup Jalan di Depan Gedung DPR, Ini 5 Tuntutannya
Sementara itu, massa lainnya membentuk barisan sambil memegang atribut bertulisan tuntutan mencabut Undang-Undang Cipta Kerja.
Sambil dipandu orator di atas mobil komando, mereka meneriakkan yel-yel "Buruh Bersatu, Tak Bisa Dikalahkan".
Setelah itu, para buruh menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya bersama-sama.
Hingga kini, massa aksi masih terus berdatangan dari arah Jalan Gerbang Pemuda yang menjadi area parkir dan titik kumpul sebelum bergerak ke depan Gedung DPR/MPR RI.
Baca juga: Jalan Kaki dari Bandung, Ketua Serikat Buruh Pingsan di Depan Gedung DPR RI
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Arif Minardi mengatakan, aksi tersebut bertajuk "Aliansi Aksi Sejuta Buruh Cabut UU Omnibus Law Cipta Kerja".
"Aliansi ini diikuti lebih dari 40 organisasi buruh mulai dari konfederasi, federasi, serikat pekerja, ojek online. Kami berharap ini jadi momen persatuan seluruh buruh," kata Arif saat dihubungi Kompas.com, Selasa (9/8/2022).
Menurut Arif, jumlah buruh yang akan berdemonstrasi di depan Gedung DPR/MPR RI diperkirakan sekitar 300.000 orang.
Aksi unjuk rasa ini dilakukan karena pemerintah, dalam hal ini Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dan DPR, tidak menghiraukan berbagai aksi dan dialog baik sebelum dan sesudah disahkannya Undang-undang Cipta Kerja atau Omnibus Law.
"Hal ini malahan direspons dengan mengesahkan revisi UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-undangan (PPP)," ucap Arif.
Baca juga: Buruh Long March ke Gedung DPR, Jalan Gatot Subroto Menuju Slipi dan Tomang Ditutup
"Sehingga UU PPP bisa menjadi alat untuk melegitimasi UU Omnibus Law Cipta Kerja yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi menjadi Konstitusional dan berlaku di Indonesia," sambung dia.
Arif mengungkapkan, UU Cipta Kerja telah melanggar Pasal 5 huruf (g) UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-undangan yakni mengabaikan asas keterbukaan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan penetapan.
"Sehingga sebagai pihak yang terdampak langsung (buruh/pekerja) tidak dapat memberikan masukan baik dalam tahap perencanaan dan penyusunan naskah maupun pembahasan di DPR," kata dia.
Kemudian, Arif menilai bahwa UU Cipta Kerja telah mengabaikan UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) sebagaimana mana diatur dalam pasal 4 ayat (1) dan (2), pasal 25 ayat (1) dan (2), pasal 27, yang pada dasarnya SP/SB berfungsi memperjuangkan kepentingan anggotanya agar sejahtera dan berperan mewakili pekerja atau buruh.
"Faktanya SP/SB tidak dilibatkan dalam perencanaan penyusunan naskah Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja, padahal ini menyangkut nasib lebih dari 56 juta pekerja formal beserta keluarganya yang artinya pasti mempengaruhi kesejahteraan rakyat secara umum," tutur dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.