"Hal ini malahan direspons dengan mengesahkan revisi UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-undangan (PPP)," ucap Arif.
"Sehingga UU PPP bisa menjadi alat untuk melegitimasi UU Omnibus Law Cipta Kerja yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi menjadi Konstitusional dan berlaku di Indonesia," sambung dia.
Arif mengungkapkan, UU Cipta Kerja telah melanggar Pasal 5 huruf (g) UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-undangan yakni mengabaikan asas keterbukaan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan penetapan.
"Sehingga sebagai pihak yang terdampak langsung (buruh/pekerja) tidak dapat memberikan masukan baik dalam tahap perencanaan dan penyusunan naskah maupun pembahasan di DPR," kata dia.
Kemudian, Arif menilai bahwa UU Cipta Kerja telah mengabaikan UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) sebagaimana mana diatur dalam Pasal 4 Ayat (1) dan (2), Pasal 25 Ayat (1) dan (2), Pasal 27, yang pada dasarnya SP/SB berfungsi memperjuangkan kepentingan anggotanya agar sejahtera dan berperan mewakili pekerja atau buruh.
"Faktanya SP/SB tidak dilibatkan dalam perencanaan penyusunan naskah Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta 5Kerja, padahal ini menyangkut nasib lebih dari 56 juta pekerja formal beserta keluarganya yang artinya pasti mempengaruhi kesejahteraan rakyat secara umum," tutur dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.