Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bambang Asrini Widjanarko
Kurator seni

Kurator seni, esais isu-isu sosial budaya, aktivis, dan seorang guru. Kontak: asriniwidjanarko@gmail.com

Pidato Hidup atau Mati Soekarno soal Pangan dan Mural di Klender

Kompas.com - 11/08/2022, 09:56 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Aku bertanja kepadamu: sedangkan rakjat Indonesia akan mengalami tjelaka, bentjana, malapetaka dalam waktu yang dekat kalau soal makanan rakjat tidak segera dipetjahkan, sedangkan soal persediaan makanan bagi kita adalah soal hidup atau mati”—Soekarno, Institut Pertanian Bogor, 1952.

SENI publik dalam konteksnya sebagai ekspresi Street Art (Mural, Stencil dan Graffiti), dengan caranya yang elok mengubah sebuah wujud flyover di Klender, Jakarta Timur, menjadi membeda.

Karya itu, berupa imej dan teks-teks seperti tersebut di awal tulisan ini, di bagian keterangan mural menyelipkan penjelasan tentang tokoh Betawi kharismatik Haji Darip.

Mural sebagai teks menjadi penanda bulan Kemerdekaan dalam konteks Agustus dan tokoh lokal selain Soekarno.

Ungkapan cukup tajam—terutama frasa tentang pangan menjadi fundamen bangsa yang berdaulat, yang dalam istilah Soekarno adalah hidup atau mati.

Kutipan dan imej-imej tentang ketahanan pangan itu ditoreh di dinding segera saja merekatkan rasa dan imajinasi warga tentang makna-makna yang bertaji di masa lampau, yang layak dan perlu selalu dikaji hari ini.

Bermula dari inisiasi sekelompok pemimpi—mengingat banyak orang bermimpi sebatas untuk hari esok; maka tersebutlah Komunitas Kolaborasi dan Jakarta Art Movement hadir menandai.

Mereka, para warga Jakarta yang galau tentang pemaknaan bulan sakral, menolak lupa, bahwa kesadaran tentang yang lampau layak menjadi jejak mendalam membangun yang esok.

Mereka, komunitas-komunitas itu bersepakat berkolaborasi menyajikan hastag# kolaborasi Jakarta, #kolaborasi Indonesia di media sosial, berkomitmen memberi nilai lebih pada momen bulan berkah dengan serangkaian peristiwa-peristiwa kultural.

Secara organik bertumbuh dari akar-akar masyarakat menengah pun jelata terbawah; dan menggedor ingatan tentang mengapa dan siapakah kita sejatinya?

Sehingga, Republik yang berdiri lebih dari separuh abad ini mampu kita syukuri apapun yang terjadi, meski menyaksikan tentang Indonesia 77 tahun penderitaan masih mendera sebagian masyarakat tak terperi di sana-sini.

Kelompok warga yang berkolaborasi terdiri dari para aktivis, pengusaha, orang-orang kreatif sampai pekerja seni, yakni: aktor teater, penari, penulis skenario film, para musisi juga tim paskibraka pelajar pun anggota The Jak Mania yang menamakan dirinya GoJak serta tak luput para pemural dan seniman street art unjuk gigi.

Sejak acara kick-off di area Car Free Day, Minggu 31 Juli 2022, dengan orasi Proklamasi, Parade Bendera, abstraksi Tarian Kontemporer, tabuhan rancak Orkestrasi Perkusi mewarnai dan membuncah atmosfir di jalanan Sudirman, Jakarta Pusat.

Tak hanya berhenti di sana, warga Jakarta menanti kelompok kreatif ini selama sebulan penuh, dengan presentasi berbagai atraksi dan ekspresi seni selain pembacaan teks-teks proklamasi di titik tertentu perempatan jalan juga menggelar Senandung Kemerdekaan oleh para public figure, musisi dan penyanyi di pelosok Jakarta, sampai: mural-mural di sejumlah titik di Jakarta Timur.

Seorang seniman berjalan di depan karyanyaBambang Asrini Widjanarko Seorang seniman berjalan di depan karyanya
Klender dan Haji Darip

Para pekerja seni, pemural dan aktivis street art dari Jakarta Art Movement, mengobservasi lokasi untuk memberi sumbangsih karya-karya di tembok-tembok kota.

Membawa kembali sebuah “locus sakral” tentang yang lalu; yang semestinya menjadi titik pijak ingatan kita, terlebih di Jakarta Timur yang tenar sebagai “lumbung pangan” di Jakarta sejak masa Pendudukan Kolonial Belanda yang di sana kita bisa mendapati Gudang Beras, Pasar Induk Cipinang dan Pasar Klender.

Maka perspektif psiko-geografis menjadi pemandu para seniman itu, yang membuka-buka kembali saksi-saksi sejarah dengan mewawancarai para pewaris lokasi dan pemukim migran lokal selama ratusan tahun itu, tentu juga dengan buku-buku, situs-situs internet dan akses youtube serta rekaman video-video lampau dan akses data-data digital dibedah.

Selain mengunjungi Pasar Klender merelasikan peristiwa-peristiwa sekitar tahun-tahun revolusi, tokoh-tokohnya di Jakarta dari etnik Betawi juga menyoal isu yang sedang hangat baik dalam perspektif lokal pun global, yakni: ketahanan pangan dan krisis pangan dunia.

Berbagai data literasi dibedah, dari G.J. Nawi, "Maen Pukulan: Pencak Silat Khas Betawi" sampai buku provokatif yang bersilang-sebutan antara jawara, ulama dan kelompok-kelompok pembangkang (para jagoan) di sekitar perang revolusi 1945 dari B. Lintner, "Blood Brothers: The Criminal Underworld of Asia" dan Robert Cribb, "Para Jago dan Kaum Revolusioner Jakarta 1945-1949".

Tak lupa kepercayaan diri tulisan-tulisan Abdul Haris Nasution untuk membela para pejuang kemerdekaan kita—yang distigma kurang baik di sejumlah buku manca negara-- untuk mempertahankan Republik Indonesia dengan bukunya, "Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia" yang terbit pada 1979.

Hampir seluruh literasi menunjukkan selain para jawara seperti Si Pitung dll, memberi arah pandu pada tokoh kharismastik dari Klender, yakni: Haji Darip.

Haji Darip dikenal sampai sekarang oleh warga Betawi ketokohannya sebagai ulama, status Kiai Haji sering disematkan oleh publik.

Ketika revolusi fisik pada 1945, ia sampai dikenang kondang menjadi jago silat yang menemukan gaya “Maen Pukulan” khas Betawi.

Jalan Haji Darip merupakan salah satu nama jalan baru yang diubah Pemprov DKI Jakarta, melalui Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 565 Tahun 2022, selain 21 nama jalan lainnya di beberapa titik di Jakarta.

Penggantian itu dilakukan menjelang hari jadi Kota Jakarta ke-495, yang jatuh pada 22 Juni lalu.

Soekarno dan ingatan tentang Haji Darip

Selain mitos bahwa Haji Darip memimpin para jago yang menguasai Klender, Pulogadung, dan Bekasi untuk melawan serdadu NICA, dengan ilmu supranatural dan kesaktian, sehingga membuat anak buahnya kebal terhadap senjata tajam dan peluru, ada yang menarik tentang keterkaitannya dengan Bung karno.

Bung Karno dan para pemimpin negara usai memerdekakan Republik ini dengan pernyataan proklamasi segera melakukan konsolidasi nasional dengan memperkuat pertahanan fisik dan persiapan perang kota.

Mengingat bahwa tetara NICA dipimpin Belanda tak sudi dengan pernyataan independensi negara baru atas nama Soekarno-Hatta, maka Jakarta segera menjadi kacau dan tak aman.

Usai tiga bulan pembacaan proklamasi, Bung Karno memimpin Rapat Akbar pada bulan Oktober 1945 didampingi oleh Haji Darip dan sejumlah tokoh lainnya.

Soekarno pertama kali meneguhkan bahwa kondisi darurat perang sedang terjadi, maka gudang-gudang pangan dan gudang-gudang beras yang berpusat di sekitar Klender-Jatinegara selayaknya direbut pun dipertahankan dan jangan sampai keluar wilayah itu.

Para jawara, ulama dan warga Betawi juga cikal bakal tentara nasional yang masih bayi bersatu padu menuruti pekik-imbauan si Bung Besar itu.

Pidato Bung Karno ini, yang kini tenar dikutip slogannya di dunia siber tentang kemandirian pangan —"Apabila Kebutuhan Pangan Rakyat Tidak Dipenuhi Maka Malapetaka Terjadi. Karena Itu Perlu Usaha Besar-Besaran, Radikal dan Revolusioner”.

Ujaran tersebut, dalam sejarah diulang dalam pidatonya yang esensinya menggelorakan semangat ketahanan pangan pada 27 April 1952 tatkala meresmikan Institut Pertanian Bogor.

Maka teks-teks yang provokatif dan revolusioner menyoal pidato Soekarno dan pertemuannya dengan Haji Darip serta Rapat Akbar di Klender membawa relevansi yang nyata dalam usia Republik ke-77 tahun.

Sudahkah para pemimpin kita memberi perhatian maksimal—ditengah ancaman kemungkinan gagal panen karena perubahan iklim ekstrem, krisis energi manca negara yang merembes ke Tanah Air, tidak stabilnya harga pangan lokal disebabkan kacaunya birokrasi distribusi yang menyebabkan wacana impor gandum dan beras serta hulunya adalah mengacaukan tata-kelola pangan nasional.

Selayaknya bulan suci-kebangsaan adalah momen tepat untuk berkaca diri. Yang terikat-erat dengan ketersediaan pangan, distribusinya yang merata dan adil.

Selain, peduli adanya upaya-upaya peningkatan keberagaman dan konsumsi pangan tak hanya pada gandum (mie) dan beras (nasi) saja.

Masihkah itu semua terpateri dalam janji profesi dan jabatan pun nurani?

Waktunya para seniman jalanan alias street artist turun kembali ke jalan, menorehkan kata demi kata, gambar demi gambar di tembok-tembok kota lagi.

Mengingat dan menyodorkan ulang kenangan Haji Darip dan cita-cita sang Proklamator, Bung Karno dengan janji suci-nya pada Republik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

Megapolitan
Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Megapolitan
Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran 'Saudara Frame' Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran "Saudara Frame" Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Megapolitan
Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Megapolitan
Uang Korban Dipakai 'Trading', Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Uang Korban Dipakai "Trading", Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Megapolitan
Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Megapolitan
Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' Berhasil Diidentifikasi

Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" Berhasil Diidentifikasi

Megapolitan
Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Megapolitan
Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Megapolitan
Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Megapolitan
Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Ambil Formulir Calon Wali Kota Bogor Lewat PDIP, tapi Belum Mengembalikan

Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Ambil Formulir Calon Wali Kota Bogor Lewat PDIP, tapi Belum Mengembalikan

Megapolitan
Tak Bisa Lagi Kerja Berat Jadi Alasan Lupi Tetap Setia Menarik Sampan meski Sepi Penumpang

Tak Bisa Lagi Kerja Berat Jadi Alasan Lupi Tetap Setia Menarik Sampan meski Sepi Penumpang

Megapolitan
Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Megapolitan
Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com