Dilansir dari laman resmi Museum Perumusan Naskah Proklamasi www.munasprok.or.id, bangunan tersebut didirikan pada tahun 1920 dengan gara arsitektur Eropa (Art Deco).
Luas tanah museum yakni 3.914 meter persegi dan luas bangunan 1.138 meter persegi.
Ketika Perang Pasifik pecah, gedung ini digunakan British Consul General hingga Jepang saat menduduki Indonesia.
Baca juga: Saat Anies Ingin Punya Foto Kenang-kenangan Bersama Istri di Monas...
Pada masa kependudukan Jepang, gedung ini digunakan Laksamana Maeda sebagai kediaman pribadinya. Lalu setelah kekalahan Jepang, gedung ini menjadi Markas Tentara Inggris.
Tahun 1982, gedung ini sempat digunakan oleh Perpustakaan Nasional sebagai pusat perkantoran.
Dua tahun kemudian, di tahun 1984, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Nugroho Notosusanto menginstruksikan kepada Direktorat Permuseuman agar gedung bersejarah itu dijadikan Museum Perumusan Naskah Proklamasi.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0476/1992 tanggal 24 November 1992, gedung itu resmi ditetapkan sebagai Museum Perumusan Naskah Proklamasi.
Pada Selasa (16/8/2022), Kompas.com berkesempatan berkunjung ke Museum Perumusan Naskah Proklamasi.
Ada empat ruangan utama di lantai dasar museum tersebut. Rinciannya adalah ruang pra perumusan, ruang perumusan, ruang pengetikan, dan ruang pengesahan naskah proklamasi.
Ruang pra perumusan dahulu digunakan Laksamana Maeda sebagai kantor dan ruang tamu khusus. Ini merupakan tempat pertama Bung Karno, Bung Hatta, dan Ahmad Subardjo diterima Laksamana Maeda setibanya dari Rengasdengklok tanggal 16 Agustus 1945.
Baca juga: Anies: Gubernur DKI Jakarta Akan Selalu Ada, Anies Baswedan yang Tinggal 2 Bulan...
Selanjutnya, ruang kedua merupakan tempat Bung Karno, Bung Hatta, dan Ahmad Subardjo mengadakan rapat sekaligus merumuskan naskah proklamasi.
Di ruang itu terdapat meja berbentuk bundar yang dilengkapi dengan lima kursi tanpa sandaran tangan.
Kemudian terdapat juga meja panjang yang dilengkapi dengan 12 kursi dengan sandaran tangan.
Meja dan kursinya bewarna coklat tua dan terdapat tiga patung Bung Karno, Bung Hatta, dan Ahmad Subardjo yang menggambarkan ketika ketiga tokoh itu sedang merumuskan naskah proklamasi.
Ruang ketiga adalah ruang pengetikan. Di ruang ini, naskah proklamasi diserahkan oleh Bung Karno kepada Sayuti Melik untuk diketik.
Setelah Sayuti Melik selesai mengetik naskah proklamasi. Pada tanggal 17 Agustus 1945 sekitar pukul 04.00 WIB, Bung Karno dan Bung Hatta menandatangani naskah proklamasi itu di ruangan ke empat.
Baca juga: Anies Baswedan: Jakarta Eskalator Peningkat Kesejahteraan bagi Jutaan Orang
Ruangan terakhir ini biasanya digunakan oleh Laksamana Maeda sebagai ruang rapat dan menerima tamu dalam jumlah yang banyak.
Kemudian, terdapat sebuah piano besar yang diletakkan di bawah tangga.
Sementara di dinding dekat meja tamu, ada delapan tombak bertangkai panjang yang berjejer rapi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.