"Terong dibakar, kadang pakai cabai. Enak sekali. Tapi ngambil juga (dari ladang warga)," kata dia diiringi tawa.
Baca juga: Menengok Taman Proklamasi yang Miliki 3 Monumen Bersejarah Terkait Kemerdekaan Indonesia...
Bertugas sebagai ahli perbekalan tentunya membuat Opung dan tim dapurnya turut mengekor pasukan di setiap perjalanan perang.
Pengembaraan dari satu lokasi ke lokasi lainnya tidak selalu mulus. Sering kali pasukan sudah dihadang ataupun dijebak oleh pasukan musuh.
Meski serangan datang bertubi-tubi, Opung selalu selamat. Bukan karena ia berada di garis belakang, melainkan ia juga pandai melarikan diri.
"Kita di belakang, kabur. Ndak ada yang meninggal. Di depan diserang, di belakang langsung kabur. Karena ada (strategi) tugasnya masing-masing," jelas dia.
Sementara itu, ia pun mengingat hari-hari usai Indonesia menyatakan kemerdekaannya.
Kata dia, di daerahnya di Sumatera Utara saat itu terlihat banyak pasukan Belanda yang diduga berencana ingin menguasai Indonesia kembali.
Baca juga: Mengenal Djiauw Kie Siong, Pemilik Rumah Tempat Soekarno-Hatta Diculik di Rengasdengklok
Di sisi lain, tentara Jepang justru bernasib menyedihkan saat itu. Kata dia, beberapa tentara Jepang bahkan rela menukar senjata apinya dengan beras untuk menyambung hidup.
"Kan dibom itu kampung halamannya, dia (tentara Jepang) enggak bisa pulang. Waktu itu kita (pasukan Indonesia) kan cuma pakai bambu diruncingin, kalau mereka senjata. Nah kami lalu dapat senjata dari tentara Jepang yang ditukar dengan beras kami," jelas Opung.
Di usianya yang senja, Opung berharap di Indonesia ke depan dapat menggerakan para pemuda untuk memajukan negeri ini.
"Saya harap, pemuda sekarang mengikuti jejak pendahulu, untuk memajukan negeri ini. Kalau bukan kita, siapa lagi," ujar Opung.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.