JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah orang tampak mengenakan sarung dengan motif yang beragam. Mereka berbincang dan hilir mudik di Makara Art Center Universitas Indonesia (MAC UI), Depok, Sabtu (27/8/2022) lalu.
Pakaian yang dikenakan sejumlah orang itu merupakan dresscode pendukung kegiatan pameran seni rupa dan sarung yang diadakan dalam rangka hari jadi ke-3 Jejaring Duniasantri.
Pada acara ini, ruang tengah Gedung MAC UI ditata sedemikian rupa untuk menjadi galeri lukisan wajah sejumlah tokoh Indonesia, mulai dari KH Yahya Cholil Staquf, KH Hasjim Asyaari, KH Maemun Zubair atau Mbah Moen, KH Hasyim Muzadi hingga Gus Dur dipajang.
Lukisan-lukisan itu merupakan karya seniman Kaisar Nuno.
Beberapa sarung ikut dipajang untuk melengkapi memorabilia tokoh yang wajahnya dilukis Nuno.
Sedangkan di luar ruang galeri, terdapat instalasi "Rumah Sarung" yang menyambut kedatangan pengunjung.
Rumah Sarung dibuat dari bambu hijau sebagai rangkanya, sedangkan puluhan sarung berbagai motif menjadi atap dan dinding karya seni yang dipamerkan itu.
"Itu art untuk awareness masyarakat supaya reminder bahwa di sini ada event dan ini terkait dengan sarung dan sarung itu adalah ciri khas budaya bangsa dan masyarakat kita," ujar Budayawan Nahdliyin sekaligus Ketua Dewan Pembina Jejaring Dunia Santri Ngatawi Al-Zastrow, Sabtu.
Baca juga: Mahfud MD: Kaum Santri Habis-habisan Memerdekakan Bangsa
Menurut Al-Zastrow, sarung-sarung tersebut punya banyak cerita. Selain dikenakan pemiliknya untuk kegiatan ibadah, sarung-sarung tersebut juga pernah dikenakan untuk menghadiri acara maupun kegiatan penting hingga menjadi memorabilia.
Sarung Mbah Moen, misalnya. Sarung putih berpadu warna kuning, cokelat dan berkelir abu-abu itu memiliki cerita panjang saat dikenakan ulama sekaligus politikus Indonesia itu.
"Kemudian sarung Gus Dur, ini yang dipajang (dalam pameran) menjadi (tinggal) satu-satunya yang disimpan oleh ahli waris. Yang lain tidak tahu ke mana," kata Al-Zastrow.
Al-Zastrow menuturkan, dahulu sarung tersebut pernah dikenakan Gus Dur sepulang studi dari Timur Tengah pada Mei 1971.
"Sarung itu di saat ngaji kitab hikam gitu, pesantren, itu sering pakai sarung. Kemudian sarung Gus Yahya (KH Yahya Cholil Staquf) bersejarah, karena digunakan pada saat menemui tokoh dunia waktu beliau keliling itu sambil menpromosikan identitas islam nusantara," kata Al-Zastrow.
Motif batik dari sarung Gus Yahya yang dipajang dalam pemeran itu rupanya juga memiliki makna sendiri, yakni tentang perdamaian cinta kasih.
Baca juga: Ceritakan Kedekatan Dengan Gus Dur, Prabowo: Saya Jenderal yang Bisa Masuk Kamar Beliau
Bagi Al-Zastrow, selain bersejarah dan memiliki arti, sejumlah sarung milik tokoh yang dipamerkan juga punya nilai spiritual.