JAKARTA, KOMPAS.com - Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi Pertalite turut berdampak terhadap pengemudi ojek daring atau online (ojol).
Asosiasi Pengemudi Ojek Online Garda Indonesia meminta ada penyesuaian tarif imbas kenaikan harga BBM.
Per Sabtu (3/9/2022) pukul 14.30 WIB, harga Pertalite naik dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter.
"Pemerintah sebagai regulator harus segera menyesuaikan tarif ojek online di seluruh Indonesia. Sehingga, tarifnya setara dengan kenaikan harga BBM jenis Pertalite," kata Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Online Garda Indonesia Igun Wicaksono, saat dikonfirmasi, Senin (5/9/2022).
Baca juga: Protes BBM Naik, Puluhan Awak Bus Tegal-Pemalang Mogok Massal di Pantura
Selain itu, Igun juga berharap biaya sewa aplikasi saat ini sebesar 20 persen, dikurangi menjadi 10 persen.
"Pemerintah sebagai regulator harus memberlakukan biaya sewa aplikasi maksimal 10 persen, yang berlaku bagi semua perusahaan aplikasi transportasi online," kata Igun.
Igun menuturkan, pengemudi ojek online kini menghadapi dilema. Sebab, tarif dan beban operasional tidak sebanding dengan harga bensin, sehingga pengemudi kerap enggan mengambil pesanan.
Sementara, pengemudi dapat dikenai sanksi dari perusahaan aplikator apabila tidak mengambil pesanan dari konsumen.
"Di sisi lain, para pengemudi ojek online tetap butuh menafkahi keluarganya, jadi mau tidak mau pengemudi ojek online tetap mengambil order. Walaupun tidak sebanding antara tarif dan beban biaya operasional dalam hal ini kerugian bagi para pengemudi ojek online," tutur dia.
Baca juga: Harga BBM Naik, Mahasiswa di Bengkulu Sebut Jokowi Ingkar Janji
Igun menjelaskan, kenaikan harga Pertalite berakibat pada bertambahnya beban operasional pengemudi ojek.
Menurut dia, pengemudi ojek hanya bisa mendapat keuntungan bersih sekitar 25 persen hingga 37 persen.
Ia mencontohkan, seorang pengemudi ojek mendapat pesanan untuk mengantar penumpang dengan jarak 20 kilometer. Tarif yang berlaku saat ini Rp 2.000 dikali 20 kilometer.
Dengan demikian pendapatan yang diterima pengemudi adalah Rp 40.000. Kemudian, nilai ekonomi yang diterima oleh pengemudi dari per 20 kilometer hanya Rp 10.000 sampai Rp 15.000 per penumpang.
Selanjutnya Igun memerinci, pemasukan sebesar Rp 40.000 itu dipotong biaya sewa 20 persen, lalu dikurangi biaya bahan bakar dan biaya operasional non-BBM.
"Selain dipotong sewa 20 persen, masih dikurangi bensin. Anggaplah dalam 20 kilometer menghabiskan bensin Pertalite 1,5 liter, sekarang harganya Rp 15.000. Maka diterima kotor oleh pengemudi tinggal Rp 21.000," jelas Igun.