"Menurut saya dampaknya adalah penghasilan menurun, apalagi sekarang bahan pokok dan semuanya naik," imbuh Rafi.
Pengemudi ojek lainnya, Bowo, juga mengurangi jarak pengantaran penumpang imbas harga BBM naik.
Padahal biasanya, ia tidak pernah memilah jarak pengantaran penumpang yang akan menggunakan jasanya.
"Biasanya orderan kita hajar juga enggak pilih-pilih. Mengantar 10 kilometer lebih jadi kurang (sekarang)," kata Bowo.
"Saya mending nunggu daripada ngider menghabiskan bensin. Mending stay saja di sini," pungkas dia.
Terkait hal tersebut, asosiasi pengemudi ojek online meminta pemerintah segera membuat kebijakan terkait penyesuaian tarif.
"Pemerintah sebagai regulator harus segera menyesuaikan tarif ojek online di seluruh Indonesia. Sehingga, tarifnya setara dengan kenaikan harga BBM jenis Pertalite," kata Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Online Garda Indonesia, Igun Wicaksono, saat dikonfirmasi, Senin.
Selain itu, Igun juga berharap ada pengurangan biaya sewa aplikasi, dari 20 persen menjadi 10 persen.
"Pemerintah sebagai regulator harus memberlakukan biaya sewa aplikasi maksimal 10 persen, yang berlaku bagi semua perusahaan aplikasi transportasi online," kata Igun.
Baca juga: Pengemudi Ojol Pilih Ngetem Imbas BBM Naik, Dampaknya Penghasilan Menurun
Igun menuturkan, pengemudi ojek online kini menghadapi dilema. Sebab, tarif dan beban operasional tidak sebanding dengan harga bensin, sehingga pengemudi enggan mengambil pesanan.
Sementara, pengemudi dapat dikenai sanksi dari perusahaan aplikator apabila tidak mengambil pesanan dari konsumen.
"Di sisi lain, para pengemudi ojol tetap butuh menafkahi keluarganya, jadi mau tidak mau pengemudi ojek online tetap mengambil order. Walaupun tidak sebanding antara tarif dan beban biaya operasional dalam hal ini kerugian bagi para pengemudi ojek online," tutur dia.
Igun menjelaskan, kenaikan harga pertalite berakibat pada bertambahnya beban operasional pengemudi.
Menurut dia, pengemudi ojek hanya bisa mendapat keuntungan bersih sekitar 25 persen hingga 37 persen.
Ia mencontohkan, seorang pengemudi ojek mendapat pesanan untuk mengantar penumpang dengan jarak 20 kilometer. Tarif yang berlaku saat ini Rp 2.000 dikali 20 kilometer.
Dengan demikian pendapatan yang diterima pengemudi adalah Rp 40.000. Kemudian, nilai ekonomi yang diterima oleh pengemudi dari per 20 kilometer hanya Rp 10.000 sampai Rp 15.000 per penumpang.
Selanjutnya Igun memerinci, pemasukan sebesar Rp 40.000 itu dipotong biaya sewa 20 persen, lalu dikurangi biaya bahan bakar dan biaya operasional non-BBM.
"Selain dipotong sewa 20 persen, masih dikurangi bensin. Anggaplah dalam 20 kilometer menghabiskan bensin Pertalite 1,5 liter, sekarang harganya Rp 15.000. Maka diterima kotor oleh pengemudi tinggal Rp 21.000," jelas Igun.
"Belum lagi biaya operasional non-BBM dan biaya perawatan sepeda motornya, maka praktis nilai ekonomi yang diterima oleh pengemudi er 20 kilometer hanya Rp 10.000 sampai Rp 15.000 per penumpang," ucapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.