Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli Ungkap Dampak Debu Batu Bara yang Terbawa Hingga Rusunawa Marunda

Kompas.com - 06/09/2022, 17:17 WIB
Zintan Prihatini,
Ivany Atina Arbi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Sumber Daya Geologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Miftahul Huda, mengungkapkan debu batu bara berdampak negatif pada lingkungan sekitarnya.

Debu batu bara yang melebihi ambang batas berisiko memengaruhi kondisi kesehatan warga yang terpapar.

"Tentu saja debu (batu bara) dalam jumlah di atas ambang batas berpengaruh tidak baik pada lingkungan dan kesehatan seperti timbulnya penyakit terkait pernapasan seperti asma, bronkitis, dan lain-lain," ucap Miftahul saat dihubungi Kompas.com, Selasa (6/9/2022).

Baca juga: Berulangnya Pencemaran akibat Debu Batu Bara di Marunda, Anak Saya Batuk sampai Sesak Napas...

Efek jangka panjang pada kesehatan masyarakat tergantung dari konsentrasi debu yang masuk ke pernapasan. Dilihat pula pada seberapa lama seseorang terpapar debu batu bara setiap harinya.

"Tentu akan beda impact-nya ke orang per orang. Oleh sebab itu dibuat peraturan yaitu nilai ambang batas emisi debu," jelasnya.

Adapun berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Lingkungan Kerja, emisi debu dibatasi pada nilai kurang dari 0,9 mg per meter kubik.

Apabila terjadi emisi debu di atas nilai ambang batas, maka menurutnya, perlu dicari siapa yang bertanggung jawab terkait dengan kejadian itu.

Sebelumnya diberitakan, bahwa debu batu bara di wilayah Cilincing, Jakarta Utara kembali mencemari lingkungan warga yang tinggal di Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Marunda.

Menanggapi hal tersebut, Miftahul menyampaikan komposisi debu yang diduga berasal dari batu bara harus diperiksa terlebih dahulu.

Baca juga: Cara Warga Rusun Marunda Lindungi Diri dari Paparan Debu Batu Bara...

"Apakah ini merupakan debu batu bara murni atau campuran dengan tanah. Untuk itu perlu dianalisa kandungan abu dari debu yang dikeluhkan tersebut," imbuhnya.

Umumnya kandungan abu atau debu batu bara indonesia kurang dari 15 persen. Sehingga, apabila nanti hasil analisa debu menunjukkan kadar abu lebih dari 15 persen sudah dipastikan bahwa itu bukan hanya berasal dari batu bara saja.

Solusi penanganan debu batu bara

Dikatakan oleh Miftahul, penanganan debu batu bara sendiri bukan hal baru di Indonesia. Pasalnya, di tahun 2021 Indonesia telah memproduksi batu bara sebesar 606 juta ton.

Kemunculan, debu batu bara sendiri muncul disebabkan karena berbagai faktor, mulai dari proses penambangan, pengangkutan, dan penyimpanan batu bara.

"Dengan memproduksi batu bara 606 juta ton tentu akan menimbulkan emisi debu yang signifikan kalau tidak dikendalikan," papar Miftahul.

Baca juga: Debu Batu Bara Kembali Cemari Rusun Marunda, Warga: Kondisinya Memprihatinkan

"Pengendalian debu bukan hal baru bagi industri batu bara dan peraturan nilai ambang batas debu batu bara juga sudah ada," tambahnya lagi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Teka-teki Perempuan Ditemukan Tewas di Pulau Pari: Berwajah Hancur, Diduga Dibunuh

Teka-teki Perempuan Ditemukan Tewas di Pulau Pari: Berwajah Hancur, Diduga Dibunuh

Megapolitan
Tragedi Kebakaran Maut di Mampang dan Kisah Pilu Keluarga Korban Tewas...

Tragedi Kebakaran Maut di Mampang dan Kisah Pilu Keluarga Korban Tewas...

Megapolitan
Nasib Jesika Jadi Korban Kebakaran Toko di Mampang, Baru 2 Hari Injakkan Kaki di Jakarta

Nasib Jesika Jadi Korban Kebakaran Toko di Mampang, Baru 2 Hari Injakkan Kaki di Jakarta

Megapolitan
Kejati DKI Belum Terima Berkas Perkara Firli Bahuri Terkait Dugaan Pemerasan terhadap SYL

Kejati DKI Belum Terima Berkas Perkara Firli Bahuri Terkait Dugaan Pemerasan terhadap SYL

Megapolitan
Belajar dari Kasus Sopir Fortuner Arogan, Jangan Takut dengan Mobil Berpelat Dinas...

Belajar dari Kasus Sopir Fortuner Arogan, Jangan Takut dengan Mobil Berpelat Dinas...

Megapolitan
7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' di Mampang Telah Dipulangkan

7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" di Mampang Telah Dipulangkan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] 7 Orang Tewas Terjebak Kebakaran Toko Saudara Frame | Serba-serbi Warung Madura yang Jarang Diketahui

[POPULER JABODETABEK] 7 Orang Tewas Terjebak Kebakaran Toko Saudara Frame | Serba-serbi Warung Madura yang Jarang Diketahui

Megapolitan
3 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' di Mampang adalah ART

3 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" di Mampang adalah ART

Megapolitan
Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

Megapolitan
Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Megapolitan
Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran 'Saudara Frame' Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran "Saudara Frame" Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Megapolitan
Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Megapolitan
Uang Korban Dipakai 'Trading', Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Uang Korban Dipakai "Trading", Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Megapolitan
Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com