NYAWA nyaris tak berharga. Seorang adik tega menghabisi nyawa kakaknya. Suami kehilangan akal sehat tatkala menyewa pembunuh bayaran untuk menyingkirkan sang istri.
Sekelompok orang begitu dingin ketika memutilasi korban. Segerombolan suporter ringan tangan mengayunkan senjata tajam kepada pendukung lawan.
Dan... dorr, anak buah ditembak secara beramai-ramai.
Begitulah negeri kita. Pembunuhan ibarat serial televisi. Ada bumbunya pula: perselingkuhan, pelecehan seksual, hingga dendam percintaan.
Masyarakat terbawa alur cerita. Terkadang ditambahi dengan spekulasi liar ala skenarionya.
Mau tak mau menggiring saya ke sudut sunyi. Merenung. Ada apa negeri ini? Begitu mudah pertumpahan darah dipakai menyelesaikan masalah.
Dari sudut sunyi menyeruak pemikiran, tampaknya relasi antar-manusia makin dingin saja. Kita pun ada kalanya terjebak dalam kedinginan relasi dengan orang-orang sekitar kita.
Tiba-tiba ada perasaan bahwa kita bersosialisasi dalam masyarakat yang tidak tulus. Muncul kesangsian terhadap kebaikan orang-orang sekitar kita.
Lebih ekstrem lagi, kita merasakan seolah banyak orang pura-pura baik demi tujuan tertentu.
Nilai relasi yang seharusnya hangat, tiba-tiba hambar. Sebab hubungan sesama manusia bukan lagi dari hati ke hati atau dipererat dengan kebersamaan, melainkan cenderung dengan nilai kepentingan.
Hubungan sesama manusia semata-mata bersandarkan kepentingan diri sendiri. Bahkan tak jarang kepentingan ekonomi menjadi sandaran kuat.
Kemudian yang bakal terjadi, ketika tujuan kepentingan telah tercapai, selesailah relasi antarmanusia itu.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.