JAKARTA, KOMPAS.com - Polda Metro Jaya telah menangkap dua orang tersangka kasus penyekapan remaja yang dipaksa menjadi pekerja seks komersial (PSK).
Kedua tersangka tersebut berinisial EMT (44) selaku terlapor dan RR alias I (19) yang merupakan pacar korban NAT (15).
"RR tersebut adalah teman dekat korban, orang yang pertama kali mengajak korban ke apartemen. RR alias I atau IF sama saja," ujar kuasa hukum korban, M Zakir Rasyidin, Selasa (20/9/2022).
Menurut Zakir, RR alias I membawa korban ke apartemen dan memperkenalkan korban kepada EMT.
Hal itu terungkap saat korban memberikan keterangan kepada penyidik Subdit Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya dalam pemeriksaan lanjutan beberapa waktu lalu.
"NAT mengaku diajak dan diperkenalkan kepada terlapor yang diduga merupakan seorang muncikari berinisial EMT oleh kekasihnya, yakni IF," ungkap Zakir.
Kepada penyidik, kata Zakir, NAT mengaku diiming-imingi pekerjaan sehingga bisa mendapatkan uang dan sejumlah fasilitas untuk mempercantik penampilannya.
Korban kemudian dibawa ke kamar apartemen hingga tidak diperbolehkan pulang.
Sementara itu, EMT merupakan muncikari yang menawarkan NAT kepada pelanggan pria. EMT juga yang mengatur lokasi kamar dan keperluan kencan antara pelanggan dengan NAT.
Menurut Zakir, korban dipaksa oleh EMT untuk melayani pelanggan dan ditargetkan mendapatkan uang minimal Rp 1 juta per hari.
"(IF) bisa saya katakan seperti jembatan penghubung ke pihak muncikari. IF yang memperkenalkan anak ini dengan muncikari," kata Zakir.
"Makanya dibawa ke suatu tempat di apartemen itu, ternyata sampai di situ terjadilah penjualan," sambung dia.
Baca juga: Polisi Tetapkan 2 Tersangka dalam Kasus Penyekapan Remaja 15 Tahun yang Dipaksa Jadi PSK
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan mengatakan, kedua pelaku kini sudah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus penyekapan dan eksploitasi anak di bawah umur.
EMT dan RR diduga kuat melanggar pasal dalam Undang-Undang (UU) tentang Perlindungan Anak dan Tindak Pidana Kekerasan Seksual (PKS).
"Dijerat Pasal 76 I juncto Pasal 88 UU nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak," ungkap Zulpan.