Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Saluran Air Kuno di Lokasi Proyek MRT, untuk Menghidupi 10.000 Warga di Dalam Benteng

Kompas.com - 21/09/2022, 16:38 WIB
Retno Ayuningrum ,
Nursita Sari

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Saluran air kuno ditemukan di lokasi proyek pembangunan MRT Jakarta contract project (CP) 203, Stasiun Glodok sampai Stasiun Kota.

Menurut arkeolog Junus Satrio Atmodjo, saluran air kuno ini merupakan bagian dari sistem pasokan air bersih di Kota Batavia (waterleiding) yang mulai dibangun pada abad ke-17.

Pasokan air bersih tersebut dialirkan melalui kolam air menuju Benteng/Kastil Batavia (sekarang Museum Fatahillah).

Junus mengatakan, pada masa pemerintahan VOC, area kota selalu dikelilingi benteng, sesuai tradisi Eropa. Mayoritas penduduk yang tinggal di dalam benteng berasal dari Eropa.

"Orang-orang Eropa yang tinggal di dalam benteng sekitar 3.000-an, tapi dulu lebih banyak kan budaknya. Setiap rumah paling enggak ada 10 budak. Jadi, ya sekitar 10.000 (orang) itu butuh air. Saluran air ini digunakan untuk masuk air bersih," ujar Junus di lokasi pembangunan stasiun MRT Jakarta, Selasa (20/9/2022) kemarin.

Baca juga: (BERITA FOTO) Penemuan Artefak hingga Objek Diduga Cagar Budaya oleh MRT di Glodok

Junus mengatakan, saluran air kuno ini berfungsi untuk menyalurkan air bersih yang berasal dari luar kota (benteng) ke dalam kota (benteng).

Air bersih ini digunakan untuk menghidupi penduduk di dalam benteng. Sebab, pada masa itu, air yang berasal dari kanal-kanal sudah tercemar dan kotor.

"Jadi seluruh benteng persoalannya adalah air, sebab kalau airnya kurang, orangnya enggak bisa hidup, di mana ya untuk nyuci susah, untuk makan susah, dan untuk minum susah. Makanya semua benteng punya saluran," jelas Junus.

"Ini adalah saluran air yang dibuat untuk mengatasi persoalan itu," sambung dia.

Baca juga: Saluran Air dan Jembatan Kuno Ditemukan Saat Pembangunan MRT Fase 2

Proses pembuatan saluran air itu memakan waktu lama karena bata-batanya didatangkan dari Belanda. Karena itu, saluran air tersebut baru berfungsi pada akhir abad ke-18.

Selain digunakan untuk penyeimbang saluran air, bata-bata dari Belanda juga digunakan untuk membangun gedung-gedung di daerah Kota waktu itu.

Uniknya, saluran air kuno ini dibuat dengan tiga lapisan.

Lapisan pertama, menggunakan bata kuning yang didatangkan langsung dari Belanda. Bata kuning ini sebagai pelindung sekaligus penyeimbang pipanya.

Lapisan kedua, menggunakan bata merah dari Batavia. Lapisan ketiga, semen untuk menutupi semua lapisan.

Baca juga: MRT Jakarta Bakal Pamerkan Temuan Artefak Glodok di Stasiun Kota

Dengan adanya pembangunan MRT Jakarta, pipa saluran air kuno itu akan diangkat, nantinya akan dipajang di stasiun MRT bersama artefak lainnya yang ditemukan di lokasi proyek.

"Ini (saluran air) akan diangkat secara utuh dan nanti akan diletakkan di dalam stasiunnya," kata Junus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

ODGJ Diamankan Usai Mengamuk dan Hampir Tusuk Kakaknya di Cengkareng

ODGJ Diamankan Usai Mengamuk dan Hampir Tusuk Kakaknya di Cengkareng

Megapolitan
Pendaftaran PPK Pilkada Depok 2024 Dibuka, Berikut Syarat dan Ketentuannya

Pendaftaran PPK Pilkada Depok 2024 Dibuka, Berikut Syarat dan Ketentuannya

Megapolitan
Gibran Sambangi Rusun Muara Baru Usai Jadi Wapres Terpilih, Warga: Ganteng Banget!

Gibran Sambangi Rusun Muara Baru Usai Jadi Wapres Terpilih, Warga: Ganteng Banget!

Megapolitan
Sespri Iriana Jokowi hingga Farhat Abbas Daftar Penjaringan Cawalkot Bogor dari Partai Gerindra

Sespri Iriana Jokowi hingga Farhat Abbas Daftar Penjaringan Cawalkot Bogor dari Partai Gerindra

Megapolitan
Pria Terseret 150 Meter saat Pertahankan Mobil dari Begal di Bogor

Pria Terseret 150 Meter saat Pertahankan Mobil dari Begal di Bogor

Megapolitan
Mangkirnya Terduga Penipu Beasiswa S3 Filipina, Terancam Dijemput Paksa Apabila Kembali Abai

Mangkirnya Terduga Penipu Beasiswa S3 Filipina, Terancam Dijemput Paksa Apabila Kembali Abai

Megapolitan
Apesnya Anggota Polres Jaktim: Ikut Ditangkap dalam Pesta Narkoba Oknum Polisi, padahal Tengah Antar Mobil Teman

Apesnya Anggota Polres Jaktim: Ikut Ditangkap dalam Pesta Narkoba Oknum Polisi, padahal Tengah Antar Mobil Teman

Megapolitan
Tak Kapok Pernah Dibui, Remaja Ini Rampas Ponsel di Jatiasih dan Begal Motor di Bantargebang

Tak Kapok Pernah Dibui, Remaja Ini Rampas Ponsel di Jatiasih dan Begal Motor di Bantargebang

Megapolitan
14 Pasien DBD Dirawat di RSUD Tamansari Per 24 April 2024

14 Pasien DBD Dirawat di RSUD Tamansari Per 24 April 2024

Megapolitan
BPBD DKI: Waspada Banjir Rob di Pesisir Jakarta pada 25-29 April 2024

BPBD DKI: Waspada Banjir Rob di Pesisir Jakarta pada 25-29 April 2024

Megapolitan
Bocah 7 Tahun di Tangerang Dibunuh Tante Sendiri, Dibekap Pakai Bantal

Bocah 7 Tahun di Tangerang Dibunuh Tante Sendiri, Dibekap Pakai Bantal

Megapolitan
Tiktoker Galihloss Terseret Kasus Penistaan Agama, Ketua RW: Orangtuanya Lapor Anaknya Ditangkap

Tiktoker Galihloss Terseret Kasus Penistaan Agama, Ketua RW: Orangtuanya Lapor Anaknya Ditangkap

Megapolitan
Warga Rusun Muara Baru Antusias Tunggu Kedatangan Gibran Usai Penetapan KPU

Warga Rusun Muara Baru Antusias Tunggu Kedatangan Gibran Usai Penetapan KPU

Megapolitan
Pembatasan Kendaraan Dianggap Bisa Kurangi Macet Jakarta, Asalkan Transportasi Publik Baik

Pembatasan Kendaraan Dianggap Bisa Kurangi Macet Jakarta, Asalkan Transportasi Publik Baik

Megapolitan
Buang Pepaya karena Sepi Pembeli, Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Rugi Besar

Buang Pepaya karena Sepi Pembeli, Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Rugi Besar

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com