JAKARTA, KOMPAS.com - Massa dari Partai Buruh, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mulai meninggalkan lokasi unjuk rasa, di depan Balai Kota DKI Jakarta, pada Rabu (21/9/2022) petang.
Diketahui, buruh menggelar unjuk rasa menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) hingga menuntut kenaikan upah minimum provinsi (UMP) sebesar 10 sampai 13 persen.
Pengunjuk rasa membubarkan diri setelah berorasi dan menyampaikan tuntutannya ke perwakilan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Baca juga: Diterima Pejabat Pemprov DKI, Massa Buruh Minta Dukungan soal Penolakan Kenaikan Harga BBM
Adapun pada unjuk rasa siang ini, massa buruh menyuarakan tiga tuntutan yakni penolakan kenaikan harga BBM, menuntut kenaikan UMP DKI dan penolakan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja.
Setelah massa bubar, arus lalu lintas di Jalan Medan Merdeka Selatan mengarah ke kawasan Patung Arjuna Wijaya atau Patung Kuda kembali lancar.
Terlihat sejumlah petugas penanganan prasarana dan sarana umum (PPSU) membersihkan sampah yang tertinggal di depan Balai Kota DKI.
Adapun unjuk rasa dari berbagai elemen masyarakat terus bergulir di sejumlah daerah sebagai respons atas kenaikan harga pertalite, solar, dan pertamax.
Harga baru BBM bersubsidi dan non-subsidi mulai berlaku pada Sabtu (3/9/2022) pukul 14.30 WIB, setelah diumumkan oleh Presiden Joko Widodo.
"Saat ini pemerintah membuat keputusan dalam situasi yang sulit. Ini adalah pilihan terakhir pemerintah yaitu mengalihkan subsidi BBM sehingga harga beberapa jenis BBM akan mengalami penyesuaian," kata Jokowi, dalam jumpa pers yang disiarkan melalui kanal Youtube Sekretariat Kepresidenan, Sabtu (3/9/2022).
Baca juga: Buruh Demo di Balai Kota DKI, Ini 3 Tuntutan Mereka
Saat ini harga pertalite naik dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter. Solar subsidi dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter, dan pertamax dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter.
Dikutip dari Kompas.id, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan bahwa jika harga BBM bersubsidi tidak naik, beban APBN tahun depan semakin berat.
Hal ini ia sampaikan dalam Sidang Paripurna Tanggapan Pemerintah terhadap Pemandangan Umum Fraksi atas Rancangan Undang-Undang tentang APBN 2023 Beserta Nota Keuangannya, Selasa (30/8/2022), di Jakarta.
”Dengan pertimbangan tren harga minyak dunia, kurs rupiah, serta konsumsi pertalite dan biosolar yang melebihi kuota, jika harga BBM bersubsidi dipertahankan, jumlah subsidi dan kompensasi diperkirakan mencapai Rp 698 triliun hingga akhir tahun. Hal ini menjadi tambahan belanja RAPBN 2023,” kata Sri Mulyani.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.