JAKARTA, KOMPAS.com - Polisi mengungkap asal-usul soal "utang" Rp 35 juta yang digunakan tersangka muncikari berinisial EMT (44) untuk memaksa remaja perempuan 15 tahun, NAT, menjadi pekerja seks komersial (PSK).
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Metro Jaya, Komisaris Besar Endra Zulpan menuturkan, EMT menghitung setiap pengeluaran korban selama tinggal di apartemen dan mengakumulasinya sebagai "utang".
"Apakah uang untuk membeli baju supaya penampilannya bagus, kemudian membeli pulsa dan sebagainya itu dicatat," ujar Zulpan, saat memberikan keterangan di Polda Metro Jaya, Rabu (21/9/2022).
Baca juga: Polisi Sebut ada 8 Anak Lain yang Dieksploitasi oleh Muncikari Berinisial EMT
Zulpan menuturkan, "utang" tersebut dimanfaatkan EMT untuk menyekap dan memaksa NAT menjadi PSK agar bisa melunasinya.
Selain itu, diketahui EMT juga mengambil seluruh uang yang didapat oleh NAT.
"Selama korban bekerja melayani tamu, seluruh uang hasil melayani tamu setiap harinya diminta oleh terlapor dengan alasan untuk membayar utang yang dimiliki korban," ungkap Zulpan.
Selain EMT, polisi juga menetapkan RR alias I (19) sebagai tersangka. Mereka dijerat dengan Pasal 76 huruf i juncto Pasal 88 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Keduanya juga dipersangkakan dengan Pasal 12 dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Baca juga: Ditangkap, Muncikari yang Sekap dan Paksa Remaja Jadi PSK Menangis di Mapolda Metro Jaya
Sebelumnya, persoalan "utang" ini diungkapkan oleh kuasa hukum korban, M Zakir Rasyidin. Menurut dia, EMT sempat meneror NAT dan memaksanya kembali ke apartemen untuk bekerja sebagai PSK.
Jika tidak, kata Zakir, korban harus membayar uang Rp 35 juta yang disebut EMT sebagai utang.
"Jadi masih sering disampaikan harus balik lagi ke sana, kalau enggak, utang Rp 35 juta harus dibayar. Enggak tahu ini utang asal muasalnya dari mana, korban juga enggak tahu," kata Zakir.
Adapun penyekapan dan eksploitasi yang dialami NAT diduga sudah terjadi selama 1,5 tahun, yakni sejak Januari 2021 dan diketahui pihak keluarga pada Juni 2022.
Kasus itu dilaporkan ke Polda Metro Jaya dengan nomor LP/B/2912/VI/2022/SPKT POLDA METRO JAYA tanggal 14 Juni 2022.
Selama disekap, korban dipaksa oleh EMT untuk melayani pelanggan dan ditargetkan mendapatkan uang minimal Rp 1 juta per hari.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.