JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai kasus penyekapan remaja berinisial NAT (15) dan pemaksaan menjadi pekerja seks komersial (PSK) terhadapnya merupakan kejahatan luar biasa.
Sebab, kata Komisioner KPAI Ai Maryati Solihah, korban dieksploitasi secara ekonomi dan juga seksual.
"Ini yang KPAI soroti pemanfaatkan secara ekonomi, pemanfaatan secara seksual, ini betul-betul menjadi kejahatan yang luar biasa terhadap anak-anak," ujar Ai Maryati di Polda Metro Jaya, Rabu (21/9/2022).
Baca juga: KPAI: Kasus Eksploitasi Anak Banyak Terjadi di Apartemen Jakarta hingga Tangerang
Dalam kasus yang dialami NAT, kata Ai Maryati, korban dipaksa menjadi PSK dan menyetorkan sejumlah uang kepada muncikari dengan alasan harus melunasi utang.
Sejak awal, korban telah dijebak dengan iming-iming pekerjaan yang bisa menghasilkan banyak uang. Setelah itu pelaku membuat korban seolah-olah memiliki utang yang membuatnya tak bisa meninggalkan pekerjaan tersebut.
"Modus dia (pelaku) untuk (korban) membayar utang itu betul-betul harus menjadi satu hal yang menjadi perhatian kita semua," tutur Ai Maryati.
Baca juga: Polisi Ungkap soal Utang yang Dipakai Muncikari untuk Paksa Remaja Jadi PSK
"Karena ternyata di dalam kejahatan anak itu betul-betul eksploitasi secara seksual, berbarengan dengan eksploitasi secara ekonomi," imbuh dia.
Sebelumnya, Polda metro Jaya menangkap dua tersangka kasus penyekapan dan eksploitasi terhadap remaja perempuan berinisial NAT (15).
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan mengatakan, tersangka EMT (44) dan RR alias I (19) ditangkap di wilayah Kalideres, Jakarta Barat, pada Senin (19/9/2022).
EMT diketahui berperan sebagai muncikari yang mengeksploitasi korban. Sedangkan RR, merupakan pacar sekaligus sosok yang memperkenalkan NAT dengan muncikari.
Baca juga: Polisi Sebut ada 8 Anak Lain yang Dieksploitasi oleh Muncikari Berinisial EMT
Kini, EMT dan RR sudah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka. Mereka dijerat dengan Pasal 76 huruf i juncto Pasal 88 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Kedua tersangka juga disangkakan dengan Pasal 12 serta Pasal 13 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Adapun penyekapan dan eksploitasi yang dialami NAT diduga sudah terjadi selama 1,5 tahun, yakni sejak Januari 2021 dan diketahui pihak keluarga pada Juni 2022.
Kasus itu dilaporkan ke Polda Metro Jaya dengan nomor LP/B/2912/VI/2022/SPKT POLDA METRO JAYA tanggal 14 Juni 2022.
Selama disekap, korban dipaksa oleh EMT untuk melayani pelanggan dan ditargetkan mendapatkan uang minimal Rp 1 juta per hari.
Setelah korban lapor ke polisi, EMT berusaha menghubungi dan meneror korban.
Menurut kuasa hukum korban M Zakir Rasyidin, EMT mengintimidasi dan mengancam korban agar segera kembali ke apartemen untuk bekerja sebagai PSK.
"Jadi masih sering disampaikan harus balik lagi ke sana, kalau enggak utang Rp 35 juta harus dibayar. Enggak tahu ini utang asal muasalnya dari mana, korban juga enggak tahu," kata Zakir.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.