Dengan menyewa sebuah kapal milik nelayan tradisional, perjalanan menuju Pulau G dimulai dari Pelabuhan Perikanan Muara Angke, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.
Kapal nelayan berangkat pukul 08.30 WIB dari pelabuhan.
Sekitar pukul 09.05 WIB, kapal sampai di pinggir pulau yang sudah diuruk pasir. Kemudian, kapal berkeliling pulau untuk melihat kondisinya secara keseluruhan.
Sebab, petugas keamanan setempat tidak memperkenankan pengunjung menapakkan kaki di pulau reklamasi tersebut.
Baca juga: Melihat Pulau G Hasil Reklamasi yang Ditetapkan Anies Jadi Permukiman Warga Jakarta...
Sekeliling Pulau G tampak dipenuhi sampah organik dan non-organik yang berserakan.
Adapun sampah yang berceceran mulai dari kemasan plastik, minuman botol, minuman kaleng, kayu, hingga kain di bibir pulau.
Selain sampah, tak banyak yang bisa dilihat di pulau ini karena sudah ditumbuhi rerumputan setinggi paha orang dewasa atau sekitar 70 sentimeter.
Rerumputan itu tampak tumbuh di sepanjang pulau seluas beberapa hektar itu.
Selain itu, tampak pula pasir urukan Pulau G yang mulai terkikis oleh air laut.
Salah seorang penjaga pulau yang tak ingin disebutkan namanya mengatakan, kondisi Pulau G tak terurus selama kurang lebih enam tahun ke belakang.
"Udah sekian lama kan namanya pasang, angin, ombak, pasti terkikis. Kan sudah enam tahunan enggak ada kegiatan," kata dia saat ditemui Kompas.com di kawasan Pulau G, Senin (26/9/2022).
Dia menuturkan, kawasan hasil reklamasi tersebut belum dibangun hunian apa pun selain bangunan semipermanen yang ditempatinya untuk beristirahat.
Sementara itu, Sekretaris Komisi D DPRD DKI Jakarta Syarif mengatakan, Pulau G yang merupakan hasil reklamasi kini hanya tersisa kurang dari dua hektare dari sebelumnya 10 hektare karena terkena abrasi.
"(Tersisa) 1,72 dari eksisting 10 hektare. (Pulau G) kan sudah terbentuk tahun 2018 atau 2017," kata Syarif kepada Kompas.com, Senin (26/9/2022).
Baca juga: Terkena Abrasi, Luas Pulau G Disebut Tersisa Kurang dari 2 Hektare
Menurut Syarif, pengurangan luas tersebut diduga terjadi karena adanya dinamika ombak laut yang menyebabkan terjadinya abrasi.
"Karena itu dia belum bisa dibikinkan HPL (hak pengelolaan lahan) dan perjanjian kerja sama dengan Jakpro karena lahannya belum maksimum," ujarnya.
Syarif mengatakan, pulau lain seperti Pulau D dan Pulau C sudah diberikan izin hak guna bangun (HGB) dan HPL karena ukuran lahannya sudah sesuai target.
Sementara, Pulau G masih harus dikaji lagi agar bisa dikeluarkan HGB dan HPLnya.
"Yang pulau G itu karena dia menyusut sedang dikaji lagi bisa enggak diterbitkan HPL, wong tanahnya cuman 1,7 hektare," ucap dia.
(Penulis: Rindi Nuris Velarosdela, Zintan Prihatini)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.