Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kondisi Terkini Pulau G, Pulau Reklamasi yang Ditetapkan Jadi Permukiman

Kompas.com - 27/09/2022, 08:42 WIB
Zintan Prihatini,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa waktu lalu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah menetapkan pulau hasil reklamasi, Pulau G, sebagai permukiman.

Keputusan ini tercantum dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 31 Tahun 2022 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Wilayah Perencanaan DKI Jakarta.

Arahan Pulau G untuk permukiman tertera dalam Pasal 192 nomor (3) Pergub Nomor 31 Tahun 2022.

Baca juga: Bakal Dijadikan Permukiman, Baru Ada Satu Bangunan Semipermanen di Pulau G

"Kawasan reklamasi Pulau G sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diarahkan untuk kawasan permukiman," demikian bunyi Pergub itu.

Untuk melihat lebih dekat ke Pulau G, Anda dapat menggunakan jasa kapal nelayan tradisional untuk mencapai kawasan.

Pada Senin (26/9/2022), Kompas.com mencoba datang langsung ke Pulau G dengan menyewa sebuah kapal milik nelayan tradisional.

Perjalanan menuju Pulau G dimulai dari Pelabuhan Perikanan Muara Angke, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.

Baca juga: Komisi D DPRD DKI Sarankan Kontribusi Tambahan di Pulau G Disesuaikan dengan Bentuk Permukiman

Kapal nelayan berangkat pukul 08.30 WIB dari pelabuhan. Butuh waktu sekitar 35 menit untuk sampai apabila angin tak bertiup kencang dan air sedang surut.

Lamanya perjalanan menuju Pulau G turut dipengaruhi akses keluar-masuk pelabuhan yang dipadati kapal-kapal nelayan berukuran 100 grosstonnage (GT).

Sampah hingga rumput liar terhampar di permukaanq Pulau G yang sudah terkikis

Tak banyak yang bisa dilihat di pulau ini selain daratan dari pasir mulai terkena abrasi.

Baca juga: Komisi D Minta Pemprov DKI Memperjelas Rencana Permukiman di Pulau G

Tampak sampah organik dan non-organik berserakan di sekitarnya.

Sampah plastik kemasan minuman botol, kemasan makanan, kayu, minuman kaleng, hingga sampah kain berserakan di bibir pulau.

Tak hanya itu, rumput liar setinggi paha orang dewasa, juga tumbuh di sisa-sisa dataran pulau.

Rerumputan itu tampak tumbuh di sepanjang pulau seluas sekitar 1 hektar tersebut.

Baca juga: Abrasi Besar-Besaran di Pulau G, Luas Berkurang hingga 8 Hektar

Pulau G yang merupakan hasil reklamasi tampak terkikis oleh air laut, setelah sekitar enam tahun terbengkalai.

Menurut kesaksian penjaga pulau, pasir yang diuruk di kawasan ini sudah terkikis oleh air laut sejak lama.

"Sudah sekian lama, kan namanya pasang, angin, ombak, pasti terkikis. Kan sudah enam tahunan enggak ada kegiatan," ungkap penjaga pulau yang tak ingin disebutkan namanya saat ditemui di kawasan Pulau G, Senin.

Warga asli Muara Angke, Jakarta Utara, itu menambahkan, sejauh ini belum ada pembangunan hunian di kawasan hasil reklamasi era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Baca juga: Nelayan Muara Angke Minta Diprioritaskan sebagai Penghuni Pulau G

"Belum ada sama sekali pembangunan. Saya tahunya dari berita online saja (akan dijadikan permukiman). Kita kan istilahnya sambil jaga juga lihat-lihat informasi," ujar dia.

Tampak bagian tengah Pulau G tampak terisi air laut. Pasir urukan hasil reklamasi itu terkikis air laut, lantaran sudah lama tidak ada aktivitas pembangunan.

Sementara itu, area bibir pulau masih padat dengan pasir urukan.

Nelayan Muara Angke minta diprioritaskan jadi penghuni

Di sisi lain, nelayan Muara Angke yang lokasi tempat tinggalnya tak jauh dari pulau minta diprioritaskan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI untuk menjadi penghuni di Pulau G.

Sebab, masih banyak nelayan kecil di Muara Angke yang belum memiliki tempat tinggal.

Baca juga: Pulau G Sudah Lama Terkena Abrasi, Bagian Tengah Pulau Dipenuhi Air Laut

Maryadi (47), seorang nelayan, khawatir rencana pemprov menjadikan Pulau G di Teluk Jakarta itu sebagai permukiman hanya menyasar kelompok masyarakat tertentu.

"Soalnya yang sudah-sudah, kalau sudah diresmikan, kita enggak kebagian, yang bikin kita enggak mau itu, di situ. Paling yang kebagian orang dalam," ungkap Maryadi.

Oleh karenanya, kata Maryadi, sekitar 90 persen nelayan Muara Angke menolak keberadaan Pulau G jika dijadikan permukiman untuk kalangan tertentu saja.

"Pertama kali janjinya buat nelayan kecil, Kalau sudah jadi ya biasa cuma yang kuat yang bisa dapat," imbuhnya.

Baca juga: Sejarah Panjang Pulau G yang Kini Dipenuhi Sampah dan Terkikis Air Laut

Ganggu aktivitas nelayan

Tak berhenti sampai di situ, nyatanya pulau hasil reklamasi ini juga memicu permasalahan baru bagi nelayan tradisional.

Mereka yang tak bisa berlayar sampai ke tengah lautan harus bertarung dengan sampah di sekitar pulau.

Maryadi menilai reklamasi di Teluk Jakarta mengganggu habitat ikan, sehingga hasil tangkapan lautnya menjadi berkurang.

Baca juga: Kondisi Terkini Pulau G: Dipenuhi Sampah, Ditumbuhi Rerumputan, dan Terkikis Air Laut

"Saya sering nyari ikan di sekitar kawasan Pulau G. Tapi sudah kurang hasil tangkapannya, karena faktor Pulau G ini. Kalau nelayan tradisional kan enggak bisa ke tengah laut, paling di pinggir-pinggir," imbuh dia.

Sejak ada Pulau G, ia harus menempuh rute yang lebih jauh saat melaut karena area yang biasa dilewati nelayan tertutup oleh daratan.

Hal ini menyebabkan mereka menghabiskan lebih banyak bahan bakar sekali berlayar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPU Jaktim Buka Pendaftarab PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

KPU Jaktim Buka Pendaftarab PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

Megapolitan
NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

Megapolitan
Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Megapolitan
Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Megapolitan
“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

Megapolitan
PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat di Puncak, Bahas Soal Kelurahan Dapat Anggaran 5 Persen dari APBD

DPRD dan Pemprov DKI Rapat di Puncak, Bahas Soal Kelurahan Dapat Anggaran 5 Persen dari APBD

Megapolitan
Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Disorot, Dinas Citata: Itu Masih Perencanaan

Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Disorot, Dinas Citata: Itu Masih Perencanaan

Megapolitan
Gerak Gerik NYP Sebelum Bunuh Wanita di Pulau Pari: Sempat Menyapa Warga

Gerak Gerik NYP Sebelum Bunuh Wanita di Pulau Pari: Sempat Menyapa Warga

Megapolitan
Tunggak Biaya Sewa, Warga Rusunawa Muara Baru Mengaku Dipersulit Urus Administrasi Akte Kelahiran

Tunggak Biaya Sewa, Warga Rusunawa Muara Baru Mengaku Dipersulit Urus Administrasi Akte Kelahiran

Megapolitan
Pedagang Bawang Pasar Senen Curhat: Harga Naik, Pembeli Sepi

Pedagang Bawang Pasar Senen Curhat: Harga Naik, Pembeli Sepi

Megapolitan
Baru Beraksi 2 Bulan, Maling di Tambora Curi 37 Motor

Baru Beraksi 2 Bulan, Maling di Tambora Curi 37 Motor

Megapolitan
'Otak' Sindikat Maling Motor di Tambora Ternyata Residivis

"Otak" Sindikat Maling Motor di Tambora Ternyata Residivis

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com