Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bambang Asrini Widjanarko
Kurator seni

Kurator seni, esais isu-isu sosial budaya, aktivis, dan seorang guru. Kontak: asriniwidjanarko@gmail.com

Mural Kewaspadaan Tentang Pangan dan Cita-cita yang Disandarkan

Kompas.com - 27/09/2022, 12:55 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KOMITMEN sejumlah pihak, terutama negara untuk menjaga kedaulatan pangan negeri tahun 2022 masih seperti sebuah jargon.

Cita-cita menggantang asap, sebuah utopia disandarkan sementara atmosfer sejuk dihembuskan.

Tentunya seluruh upaya patut diapresiasi, terutama wacana swasembada beras, meski yang menjadi impian kadangkala tidak menjadi kenyataan.

Penulis yang merangkap sebagai kurator seni dan ikut berpartisipasi dengan seniman-seniman mural di pembuatan tiga spot mural di Jakarta Timur mengenang kembali Agustus lalu.

Seni dalam konteks pembuatan mural-mural reflektif di tembok-tembok Jakarta Timur; memang meniupkan harap pun sekaligus memberi sinyal kewaspadaan, tatkala kondisi bangsa, terutama nasib petani masih jauh dari kondisi berkeadilan sosial.

Penulis mewawancarai khusus Khudori, seorang pegiat di Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) dan Komite Pendayagunaan Pertanian (KPP).

Ia menyatakan, dalam isu swasembada beras yang diberikan oleh International Rice Research Institute (IRRI) bahwa sebenarnya dalam periode panjang, selama berdekade-dekade, Indonesia menjadi importir beras rutin.

Pengakuan Indonesia tidak mengimpor beras periode 2019-2021, sejatinya khusus untuk beras umum atau beras medium.

Kata Khudori, prestasi ini tidak seiring sejalan dengan kesejahteraan petani sebagai produsen gabah dan penggilingan sebagai produsen beras.

“Sejak ada beleid harga eceran tertinggi (HET) pada September 2017, petani menerima harga gabah yang rendah dan terus menurun. Hal serupa terjadi pada penggilingan padi. Harga beras di konsumen terus tertekan," tutur Khudori pada penulis.

Tetiba saja, penulis ingat pembuatan mural mengutip pernyataan Bung Hatta yang ditorehkan akhir bulan lalu, di Flyover Cipinang menjadi kontekstual.

Bukti mendatangkan beras dari luar negeri itu saja adalah suatu penghinaan bagi bangsa kita yang menduduki Tanah Air yang begitu luas dan subur,” ujar Bung Hatta, yang dikutip dari teks-teks dalam kumpulan esainya di buku Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun Tahun 1971.

Dengan demikian, karya-karya mural jelas menyampaikan visi berbangsa Hatta dengan isu utama kemandirian pangan dan nasib petani Indonesia.

Dalam fenomena demikian, di mana peran seni? Penulis memilih menziarahi tokoh seni lukis kita, siapa lagi jika bukan Sudjojono.

“Djadi kebenaran zonder bermaksud mencari ‘bagus’ saja, tetapi mencari kebenaran sebagai kebenaran, tentu tetap bagus. Kebagusan zonder kebenaran sebaliknya, jelek, njelehi, menertawakan. Cita-Cita kebenaran inilah yang menjadi pondasi seni lukis baru. Dan pada kebenaran ini jugalah pelukis-pelukis baru sekarang menujukan arah maksudnya,” ujar Sudjojono.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com