JAKARTA, KOMPAS.com - Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) solar turut berdampak pada nelayan-nelayan tradisional di wilayah Jakarta Utara seperti Kamal Muara, dan Pelabuhan Perikanan Muara Angke.
Hal ini dirasakan salah seorang nelayan di kampung apung Kamal Muara, Penjaringan, bernama Roki (40).
Penghasilan melaut yang tak menentu membuat ia berkeberatan dengan kenaikan harga BBM yang ditetapkan pemerintah pada Sabtu (3/9/2022) lalu.
Baca juga: Jeritan Nelayan Muara Angke karena Harga BBM Naik: Dampaknya Berat Sekali...
Kepada Kompas.com, Roki berkata harus mengakali lagi kebutuhannya melaut sejak pemerintah mengumumkan harga solar bersubsidi naik menjadi Rp 6.800 per liter.
Lonjakan harga bbm, kata dia, dibarengi oleh sulitnya mendapatkan solar.
Sebab, nelayan tidak bisa membeli solar dari stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), dan hanya bisa membeli dari pengecer dengan harga lebih mahal.
"Kami hanya bisa beli di pengecer, kan di SPBU kami ini dilarang, enggak boleh pakai jeriken. Apalagi sekarang makin ketat pembeliannya, mobil saja dijatah setiap mengisi," ujar Roki, seperti diberitakan Kompas.com, Rabu (7/9/2022).
Baca juga: Duka Nelayan Muara Angke, Mesin Mati saat Berlayar hingga Kapal Terbalik karena Badai
Bukan hanya Roki, nelayan di Pelabuhan Perikanan Muara Angke bernama Maryadi (47) juga merasa kesulitan karena harga BBM naik.
Pasalnya, ia harus mengeluarkan uang lebih besar untuk ongkos pembelian solar agar tetap bisa melaut.
Dikatakannya, para nelayan tradisional tak bisa langsung membeli solar ke SPBU dan terpaksa membeli dengan harga lebih tinggi.
Baca juga: Kisah Maryadi, Nelayan Tradisional Muara Angke yang Berjuang Sekolahkan Anak hingga Sarjana
Adapun solar subsidi yang biasa digunakan Maryadi untuk bahan bakar kapal naik dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter.
Walaupun dikatakan bersubsidi, nelayan tradisional justru mendapatkan harga jual solar yang lebih tinggi.
"Jadi engggak ada subsidi hitungannya sama aja, kenanya jadi mahal. Nelayan kecil yang terbebani," ucap Maryadi Senin (26/9/2022).
Para nelayan tradisional, harus menggelontorkan uang untuk membeli solar seharga Rp 7.800 per liter.
Baca juga: Imbas Adanya Pulau G, Rute Melaut Nelayan Muara Angke Jadi Lebih Jauh
Padahal, harga asli solar subsidi ialah Rp 6.800 per liter.
Tindakan tak jujur dari petugas, menurut dia, menjadi penyebab mahalnya harga solar yang dijual kepada para nelayan.
"Kalau kita beli di pom nelayan kecil enggak bisa beli. Itu liciknya orang pom begitu, jadi dia nguntungin lagi seribu. Kalau dari pemerintah Rp 6.800, udah sampai konsumen, nelayan kecil jadi Rp 7.800," terang Maryadi.
Keduanya menyampaikan, harga BBM naik membuat kebutuhan akan solar pun semakin menjerat nelayan kecil.
Baca juga: Nelayan Muara Angke Minta Diprioritaskan sebagai Penghuni Pulau G
Bagi Roki, untuk melaut ia harus mengeluarkan Rp 350.000 untuk membeli 50 liter solar.
Sementara sebelum harga BBM naik, Maryadi menghabiskan uang sekitar Rp 105.000 untuk membeli solar. Kini ia perlu mengeluarkan uang lebih besar yakni sekitar Rp 160.000 untuk 20 liter solar.
"Terasa sekali makanya jarang berangkat kalau ikannya kosong kan rugi sekali," papar Maryadi.
Maryadi menuturkan, kenaikan harga BBM yang dinilai memberatkan nelayan tradisional diharapkan bisa kembali dikaji oleh pemerintah.
Pria yang sudah 35 tahun menjadi nelayan itu berharap agar pemerintah dapat menurunkan harga BBM, supaya para nelayan tetap bisa melaut.
"Ya harapannya diturunin harga BBM-nya, nelayan seperti kami kesulitan," jelas dia.
Senada dengannya, kondisi yang dialami nelayan kecil membuat Roki mengharapkan pemerintah lebih memperhatikan keadaan mereka dan mencarikan solusi atas masalah ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.