JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah peserta unjuk rasa dari Universitas Indonesia dan mahasiswa dari berbagai universitas tiba di kawasan Patung Arjuna Wijaya atau Patung Kuda, Jakarta Pusat, Jumat (30/9/2022).
Berdasarkan pantauan Kompas.com, sejumlah mahasiswa datang menggunakan bus dan berkumpul di IRTI Monas.
Setelah berkumpul, para demonstran berjalan kaki menuju kawasan Patung Kuda.
Kemudian, massa melangsungkan aksi unjuk rasa di persimpangan jalan antara Jalan Medan Merdeka Barat dan Jalan Budi Kemuliaan. Massa langsung melakukan orasi.
"Setiap kali berunjuk rasa di Jakarta, kami selalu dihalangi oleh kawat berduri dan tembok beton. Itu adalah bukti bahwa adanya jarak antara penghuni Istana Negara dengan rakyatnya," ujar Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) Bayu Satria Utomo dalam orasinya, Jumat.
Baca juga: Ada Demo Mahasiswa di Kawasan Patung Kuda, Jalan Medan Merdeka Barat Ditutup Sementara
Oleh karena itu, para mahasiswa berunjuk rasa di sisi jalan. Akibatnya, arus lalu lintas dari Jalan Budi Kemuliaan dan Jalan MH Thamrin menuju Jalan Medan Merdeka Selatan tersendat.
Sementara itu, Koordinator Bidang Sosial-Politik BEM UI Melki Sedek Huang mengatakan, mahasiswa akan menyampaikan enam isu yang dianggap bermasalah selama era kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin.
Pertama, dikebutnya pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang dianggap bermasalah.
"Padahal terdapat RUU Masyarakat Adat dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) yang tak kunjung disahkan," kata Melki dalam keterangannya.
Baca juga: Mahasiswa Akan Demo di Kawasan Patung Kuda, Sampaikan 6 Isu Selama Kepemimpinan Jokowi-Maruf Amin
Kemudian, mahasiswa akan menyampaikan bahwa selama ini alokasi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) dinilai tidak tepat sasaran.
Menurut Melki, subsidi bahan bakar minyak (BBM) saat ini lebih diperlukan masyarakat. Namun, pemerintah malah fokus mengejar proyek yang dinilai minim urgensi seperti rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara dan proyek strategis nasional (PSN).
"Ketiga, pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masa lalu yang tak pernah diselesaikan oleh pemerintah. Negara malah membiarkan para pelaku berkeliaran dan berpolitik praktis, lalu membentuk tim penyelesaian non-yudisial yang tidak menyelesaikan masalah," jelas Melki.
Kemudian, ujar Melki, tidak ada upaya pemerintah pusat untuk memberantas korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) di Indonesia.
Baca juga: Kritik Demo Tolak BBM, Moeldoko: Kalian Turun ke Jalan, yang Kalian Perjuangkan Orang Kaya
Isu kelima, Melki berujar, pendidikan di Indonesia dinilai belum menemui kata demokratis dan terbuka untuk semua orang.
"Terlebih lagi dengan hadirnya RUU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang jelas berbahaya bagi dunia pendidikan," ujar Melki.
Terakhir, pemerintah dianggap telah memberangus demokrasi melalui upaya-upaya penundaan pemilihan umum (Pemilu) dan rencana perpanjangan masa jabatan presiden.
"Ini adalah pertanda bahwa pengkhianatan rezim pada rakyatnya telah sampai pada puncaknya dan alarm harus dibunyikan," kata Melki.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.