JAKARTA, KOMPAS.com - Walau sudah bermetamorfosis, wilayah Kramat Tunggak dan Kalijodo masih lekat dengan masa lalu keduanya sebagai pusat bisnis prostitusi di DKI Jakarta.
Keduanya bahkan sempat tercatat sebagai dua dari sejumlah lokalisasi terbesar yang ada di Indonesia, bahkan Asia Tenggara.
Wilayah Kramat Tunggak yang sempat dikenal sebagai pusat prostitusi berada di Kelurahan Tugu Utara, Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Sementara Kalijodo berada di perbatasan Jakarta Utara di Kecamatan Penjaringan dan Jakarta Barat di Kecamatan Tambora.
Dalam sejarahnya, pernah ada periode di mana kedua wilayah ini sama-sama berada di puncak kejayaan dalam menjalankan bisnis prostitusi.
Pada tahun 1970-1999, Kramat Tunggak merupakan lokalisasi terbesar di Asia Tenggara. Awalnya, Kramat Tunggak adalah Lokasi Rehabilitasi Sosial (Lokres) yang diresmikan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin.
Tempat itu dibangun atas dasar menyadarkan dan membina pekerja seks di Jakarta. Namun, seiring berjalannya waktu, kawasan di Jakarta Utara itu menjadi tempat pelacuran.
Berkumpulnya pekerja seks dimanfaatkan sejumlah muncikari. Mereka dibujuk untuk bekerja kembali sebagai wanita penghibur.
Kramat Tunggak kemudian berubah menjadi tempat pelacuran, melenceng dari tujuan awal.
Melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta No. Ca.7/I/13/1970 per tanggal 27 April 1970 tentang Pelaksanaan Usaha Lokalisasi/Relokasi Wanita Tuna Susila, Ali Sadikin menetapkan Kramat Tunggak sebagai lokalisasi.
Para pekerja seks, yang tadinya tersebar di banyak tempat, berduyun-duyun bergabung ke Kramat Tunggak. Pada era 1990-an, lebih dari 2.000 pekerja seks “mengadu nasib” di Kramat Tunggak. Mereka diawasi 258 muncikari.
Baca juga: Lokalisasi Kramat Tunggak: Dibuat Ali Sadikin, Diruntuhkan Sutiyoso
Kramat Tunggak sebagai lokasi prostitusi resmi ditutup Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 31 Desember 1999, pada era Gubernur Sutiyoso.
Tak ada lagi kelab-kelab malam. Tak ada lagi wanita berpakaian terbuka. Denyut dunia malam berhenti. Potret hitam Kramat Tunggak kini berubah.
Sutiyoso kemudian melontarkan ide mendirikan Jakarta Islamic Centre (JIC) di Kramat Tunggak. Ide itu sudah didiskusikan dalam forum bersama berbagai elemen masyarakat pada 2001.
Dalam perencanaan pembangunan JIC, pada Agustus 2002, dilakukan studi komparasi ke Islamic Centre di Mesir, Iran, Inggris, dan Perancis. Didirikanlah Masjid Jakarta Islamic Centre di Kramat Tunggak.
Masjid yang diresmikan pada 4 Maret 2003 itu dirancang arsitek Muhammad Numan, berdiri di atas lahan seluas 109.435 meter persegi, dengan luas bangunan masjid 2.200 meter persegi.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.