Meskipun kemudian mereka berdua minta maaf, namun proses hukum tidak dapat dihindari. Perbuatan Baim ini dapat tergolong sebagai penyiaran kabar bohong atau juga dapat disebut sebagai laporan palsu.
Pada September tahun 2018, media dibuat heboh atas pengakuan Ratna Sarumpaet dianiaya sehingga wajahnya mengalami babak belur.
Berita itu kemudian menyebar dan sejumlah politikus mengabarkan Ratna dipukul sekelompok orang di Bandung, Jawa Barat. Kabar penganiayaan itu kemudian terbongkar dan dinyatakan sebagai hoaks.
Meskipun Ratna minta maaf, namun proses hukum tetap berjalan dan Ratna dituntut enam tahun penjara oleh jaksa lalu divonis dua tahun penjara oleh majelis hakim PN Jakarta Selatan.
Perbuatannya dalam menyebarkan hoaks penganiayaan yang mengakibatkan keonaran dinilai jaksa telah memenuhi unsur sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana.
Hakim nampaknya sejalan dengan pertimbangan JPU, sehingga dalam putusannya menyatakan Ratna Sarumpaet bersalah karena melanggar pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana diganjar hukuman 2 tahun kurungan penjara.
Tahun 2021, HRS divonis 4 tahun penjara dan dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan penyiaran berita bohong dan timbulkan keonaran, sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana.
Rizieq dinyatakan bersalah menyebarkan berita bohong terkait hasil tes swab dalam kasus RS Ummi hingga menimbulkan keonaran.
Dalam ketentuan lainnya, yaitu Pasal 220 KUHP berbunyi: barangsiapa yang memberitahukan atau mengadukan bahwa ada terjadi sesuatu perbuatan yang dapat dihukum, sedang ia tahu, bahwa perbuatan itu sebenarnya tidak ada, dihukum penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan.
Apabila kasus ini diproses oleh kepolisian, diharapkan menjadikan pembelajaran bahwa penyiaran kabar bohong atau laporan palsu pasti ada risiko hukum yang akan dihadapi.
Secara perbuatan pidana, konten yang dibuat oleh Baim telah memenuhi unsur Pasal 14 Ayat (1) UU no 1 Tahun 1946 dan Pasal 220 KUHP menyangkut Laporan palsu.
Sesuai dengan asas Equality Before The Law, maka tidak boleh ada diskriminasi dalam penegakan hukum.
Meskiun kasus ini mendapat perhatian masyarakat luas namun dalam proses penyelidikan dan penyidikan oleh kepolisian hendaknya tetap mengedepankan professionalitas kepolisian.
Penetapan bukti permulaan yang cukup harus dilakukan dengan fair, teliti, dan hati-hati agar proses hukum ini tetap berada pada koridor yang benar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.