JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dibawah kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan akan berkirim surat kepada Kementerian Dalam Negeri terkait pencabutan Peraturan Gubernur (Pergub) Penggusuran di Jakarta.
Pergub Nomor 207 Tahun 2016 tentang Penertiban Pemakaian/Penguasaan Tanah Tanpa Izin itu dikeluarkan oleh gubernur sebelumnya, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Ahok dikenal sebagai gubernur yang tidak segan-segan untuk menggusur permukiman warga yang ditempati ribuan kepala keluarga demi pembangunan fasilitas umum.
Kampung Pulo, misalnya, digurus untuk proyek normalisasi Kali Ciliwung, dan lokalisasi Kalijodo digusur untuk pembangunan ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA).
Selain Ahok, penggusuran ini telah dipraktikkan gubernur-gubernur sebelumnya. Kompas.com merangkum soal berbagai penggusuran itu di sini:
Baca juga: Cabut Pergub Penggusuran Era Ahok, Pemprov DKI Kirim 2 Surat ke Kemendagri Hari Ini
Berdasarkan catatan Harian Kompas, gubernur yang memimpin Jakarta pada 1987-1992, Wiyogo Atmodarminto, membuat berang banyak orang karena tak segan-segan melakukan penggusuran demi pembangunan.
Mantan Pangkostrad yang dikenal dengan nama kecil Bang Wi ini menggusur 276 petak tanah dan bangunan untuk membangunan tembusan menuju Jalan Rasuna Said-Jalan Saharjo.
Tembusan sepanjang 1,6 kilometer itu disebut Jalan Casablanca.
Saat itu, Pemprov DKI Jakarta membayar ganti rugi berdasarkan Surat Gubernur DKI Nomor 2351 Tahun 1987.
Harga ganti rugi berdasarkan taksasi itu bervariasi dari Rp 40.000 sampai Rp 225.000 per meter persegi, tergantung status dan lokasi tanah, belum termasuk bangunan dan benda di atasnya.
Laporan Kompas pada 5 November 1991, buldoser Pemda DKI kembali merontokkan bangunan rumah warga yang dianggap menghambat pembangunan.
Baca juga: Di Hadapan Demonstran, Wagub DKI Janji Pergub Penggusuran Dicabut Sebelum Anies Lengser
Pembongkaran paksa dilakukan di jalan tembus Jalan Dr Sahardjo-Kampung Melayu di Kelurahan Manggarai Selatan, Jakarta Selatan. Proyek sepanjang 5,6 kilometer itu menggusur 1.215 kepala keluarga (KK).
Ganti rugi juga diberikan, tetapi tak semua warga bersedia mengambil ganti rugi tersebut.
Wiyogo juga mendorong aparat kelurahan untuk menertibkan bangunan liar di lahan milik negara.
"Bongkar saja, tak perlu ragu berbuat yang benar, syukur kalau bangunan-bangunan itu baru mulai didirikan," ujar mantan Duta Besar RI untuk Jepang itu (Kompas, 5 Desember 1987).