BEBERAPA hari belakangan, kita mendapat sejumlah kabar kurang baik. Duka karena kerusuhan yang menelan korban ratusan jiwa di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang pada Sabtu, 1 Oktober 2022, cukup menghenyakkan benak kita.
Beberapa hari sebelumnya, publik juga dihebohkan dengan terjadinya kasus KDRT di dalam rumah tangga RB dan LK.
Namun, salah satu kabar yang juga cukup menyita perhatian publik adalah dibuatnya konten prank oleh seorang artis dan youtuber terkenal, BW bersama istrinya PV.
Keduanya membuat konten berpura-pura telah terjadi KDRT, lalu sang istri melaporkan kejadian “palsu” tersebut kepada Polsek Kebayoran Lama (kompas.tv, 4 Oktober 2022).
Kehebohan ini terjadi karena melibatkan pihak Kepolisian, entah sudah di-skenario-kan sebelumnya atau pihak Kepolisian juga menjadi “korban” dalam konten ini.
Satu hal lagi yang membuat konten prank KDRT ini ramai adalah karena adanya laporan oleh Sahabat Polisi Indonesia (hot.detik.com, 5 Oktober 2022).
Mereka beranggapan bahwa konten prank tersebut telah merendahkan pekerjaan dan kehormatan institusi Kepolisian.
Dengan laporan ini, Sahabat Polisi Indonesia berharap kedua pelaku jera serta tidak diikuti oleh pelaku-pelaku lainnya.
Jika kita mengamati, konten prank memang menjadi salah satu jenis konten yang marak di media sosial.
Prank atau mengerjai orang lain sudah sangat banyak digunakan oleh para penggiat media sosial untuk menaikkan viewers, engagement, dan/atau follower mereka.
Beragam jenis prank telah dibuat, mulai dari mengerjai keluarga sendiri, mengerjai asisten rumah tangga, bahkan mengerjai orang lain yang sama sekali tidak dikenal. Artis BW dan PV tidak hanya sekali ini membuat konten prank.
Pada prinsipnya, prank adalah sama dengan berbohong. Seorang yang melakukan prank, artinya ia hanya berpura-pura.
Entah apapun tujuannya, jika kita kembalikan pada substansinya, maka prank adalah kebohongan. Maka dari perspektif ini kita bisa menyatakan bahwa prank adalah sesuatu yang tidak etis.
Menurut salah seorang korban KDRT, penderitaan orang lain sebagaimana KDRT yang ia alami tidaklah etis jika menjadi bahan candaan (bbc.com, 4 Oktober 2022).
Bahkan Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, berpendapat bahwa video lelucon (prank) BW dan PV tersebut “secara tidak langsung mengatakan bahwa KDRT tidak ada” (bbc.com, 4 Oktober 2022).