Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perburuan Berang-berang Bisa Ganggu Rantai Makanan

Kompas.com - 09/10/2022, 07:24 WIB
Zintan Prihatini,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

DEPOK, KOMPAS.com - Pemerhati Ekosistem dan Satwa Liar dari Aspera Madyasta (Asta) Indonesia, Averroes Oktaliza menyampaikan hingga saat ini perburuan berang-berang masih terjadi.

Hewan mamalia itu, ditangkap oleh warga maupun diperjual belikan para pemburu sehingga menganggu rantai makanan.

Asta Indonesia menghimpun data dari internet terkait jual beli satwa liar termasuk berang-berang.

Baca juga: Begitu Sulit Mencari Berang-berang di Sungai Ciliwung...

 

Hasilnya menunjukkan, dari satu grup Facebook, setidaknya ada ratusan ekor berang-berang yang dijual dalam sepekan.

"Berdasarkan data yang dihimpun dalam periode satu minggu, jual beli berang-berang mencapai 100 ekor," ujar Ave kepada Kompas.com, Sabtu (8/10/2022).

"Sekarang kalau satu minggu setahun pertanyaannya mereka dapat dari mana? Kami mencurigai bahwa itu adalah aksi perburuan," sambung dia.

Padahal, lanjut dia, sepanjang hidupnya berang-berang hanya melahirkan 1-3 anak saja. Itupun, tak semua bisa hidup lama.

Baca juga: Berang-berang Ternyata Hidup di Sungai Ciliwung, Jejaknya Ditemukan di Kolong Jembatan GDC

Apabila hewan itu terus diburu, maka bukan tidak mungkin jumlahnya akan terus berkurang.

"Kami enggak ingin berang-berang terus-menerus diburu," imbuh Ave.

Ave berpendapat, sesungguhnya masyarakat sudah merasakan dampak ketika kehilangan berang-berang di alam.

Kala itu, masyarakat di Kota Depok mengalami "teror" ular kobra yang masuk ke rumah. Kondisi ini, menurut dia, adalah imbas dari terganggunya rantai makanan.

"Di tahun 2019 kan sudah merasakan warga Depok terkena teror ular kobra masuk ke rumah. Itu bisa dikatakan salah satu fakta bahwa ada ketidakseimbahgan di ekosistem atau di alam," jelas Ave.

Baca juga: Pemerhati Satwa Liar Khawatir Banyak Influencer Gunakan Berang-berang untuk Bikin Konten

Melalui studi berang-berang di segmen 4 Sungai Ciliwung, Ave berharap, pemerintah dan peneliti bisa mendapatkan gambaran terkait ekosistem di Ciliwung yang menjadi rumah bagi satwa tersebut.

Ia berharap spesies berang-berang cakar kecil atau aonyx cinereus dilindungi oleh pemerintah.

Secara internasional, kata Ave, perdagangan berang-berang sudah sangat dilarang.

Oleh karena itu, pihaknya mendesak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) mengkaji aturan perlindungan terhadap hewan berbulu tersebut.

Baca juga: Lewat Temuan Sisa-sisa Kotoran, Berang-berang Dipastikan Hidup di Sungai Ciliwung

"Harapannya status dari berang-berang cakar kecil ini bisa naik tahap pelindungan atau dilindungi negara layaknya berang-berang bulu licin," tutur Ave.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Megapolitan
Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Megapolitan
Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Megapolitan
PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

Megapolitan
PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

Megapolitan
Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan 'Pelanggannya' dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan "Pelanggannya" dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Megapolitan
KPU Jaktim Buka Pendaftarab PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

KPU Jaktim Buka Pendaftarab PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

Megapolitan
NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

Megapolitan
Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Megapolitan
Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Megapolitan
“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

Megapolitan
PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat di Puncak, Bahas Soal Kelurahan Dapat Anggaran 5 Persen dari APBD

DPRD dan Pemprov DKI Rapat di Puncak, Bahas Soal Kelurahan Dapat Anggaran 5 Persen dari APBD

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com