JAKARTA, KOMPAS.com - Krisis air bersih dialami warga di Kampung Nelayan Marunda Kepu, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara sejak enam bulan terakhir. Kondisi ini dikeluhkan sejumlah warga yang harus mengirit penggunaan air.
Sebagai salah satu warga yang merasakan kondisi ini, Edah (35) mengaku hanya mandi sekali dalam sehari agar tetap bisa mencuci pakaian atau mencuci piring.
"Kalau mandi ngirit-ngirit, seharusnya dua galon jadi satu galon. Satu galon itu untuk dua orang, kalau lagi enggak ada air," sebut Edah kepada Kompas.com, Rabu (12/10/2022).
Bahkan untuk mencuci piring saja, Edah harus mengirit air.
Baca juga: Keluhan Warga Kampung Nelayan Marunda Kepu: Air Mati atau Nyala Tetap Bayar
Kekurangan air adalah hal yang lumrah dialaminya selama setengah tahun ini. Edah menyiasatinya dengan memakai air galon untuk mencuci maupun memasak.
"Kalau mencuci piring harus irit. Karena saya enggak punya motor untuk beli air di tempat lain, jadi kadang pakai air galon," paparnya.
Ibu tiga anak ini menyampaikan, bahwa krisis air bersih semenjak bulan April 2022 itu sangat menyulitkan warga. Adapun air bersih di kampung ini disalurkan melalui tangki air oleh PT Aetra Air Jakarta dan Pam Jaya.
Setiap kali datang, perusahaan tersebut membawa setidaknya empat tangki air yang dibagikan ke dua wilayah yakni RT 08 dan RT 09 di RW 07 kampung tersebut.
Baca juga: Krisis Air Bersih di Kampung Nelayan Marunda Kepu, Warga: Kadang Enggak Kebagian...
Edah menuturkan, krisis air bersih baru terjadi enam bulan belakangan ini. Sebelumnya, kata dia, warga tak kesulitan mendapatkan air dari PT Aetra Air Jakarta selaku perusahaan penyuplai air bersih di wilayah setempat.
"Sebelum krisis air aman, enak. Tapi semenjak puasa enggak ada air. Kami tinggal di daerah nelayan, pakaian pun banyak yang harus dicuci. Kami mau laundry harganya mahal," imbuhnya.
Para warga kampung hanya bisa menyimpan air di dalam drum, jeriken, ataupun kemasan bekas galon isi ulang.
Jangankan mengisi air ke toren, wadah kecil yang mereka miliki pun kadang tak sampai penuh terisi air dari tangki air. Warga juga kerap berebut air, karena tak semua dari mereka bisa menikmati air bersih yang disalurkan dari tangki air.
Baca juga: Melihat Kampung Nelayan Marunda Kepu yang Dilanda Krisis Air sejak 6 Bulan Lalu...
"Pada berantem-berantem gara-gara air sama tetangga. Tetangga berebut air, karena di sini memang enggak ada air kan," pungkas Edah.
Di satu sisi, warga bernama Agustina (46) menyebut lima bulan sebelumnya tangki air datang setiap hari. Namun, sebulan terakhir warga terpaksa menunggu selama dua hari untuk bisa mendapatkan air.
"Jadwalnya untuk aturan yang dijanjikan Pam Jaya awalnya kami dapat setiap hari empat tangki," ucap Agustina.
"Setelah Dirut (Direktur Utama) baru datang, katanya ada tambahan empat tangki jadi delapan dalam satu hari tetapi tidak ada. Besoknya malah tangki datang setiap dua hari sekali," sambung dia.
Para warga bisa membuka keran di rumah masing-masing, ataupun datang ke lokasi yang ditentukan dengan membawa jeriken. Dengan begitu mereka bisa mendapatkan air bersih.
Adapun Kompas.com sudah mencoba menghubungi Wali Kota Jakarta Utara, Ali Maulana Hakim terkait permasalahan krisis air tersebut. Namun, hingga berita ini ditayangkan belum ada respons yang dilontarkannya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.