Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lanjutkan Normalisasi Era Jokowi-Ahok, Heru Bakal Berhadapan dengan Sederet Masalah Ini...

Kompas.com - 21/10/2022, 06:48 WIB
Larissa Huda

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Proyek normalisasi sungai di DKI Jakarta yang dikerjakan sejak 2012 tak kunjung tuntas hingga saat ini.

Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono pun memastikan normalisasi Kali Ciliwung dilanjutkan setelah sempat mandek di era gubernur sebelumnya, Anies Baswedan.

Normalisasi sungai merupakan program pengendalian banjir yang dilaksanakan berdasarkan Perda Khusus Ibu Kota DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta.

Proyek tersebut dikerjakan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), serta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.

Dalam program itu, sungai Ciliwung diperlebar dan dilakukan pemasangan turap beton. Meski sempat terhenti pada 2018, namun rencana untuk melanjutkan normalisasi kembali belum optimal.

Selama eksekusi di lapangan, Pemprov DKI menemui sejumlah persoalan. Jika normalisasi dilanjutkan, tentunya Heru masih akan berhadapan dengan persoalan yang sama, salah satunya soal pembebasan lahan.

Baca juga: Gebrakan Heru Budi: Ingin Lanjutkan Normalisasi Sungai seperti Era Jokowi-Ahok

Sulitnya Bebaskan Lahan di Bantaran

Mantan Wakil Gubernur DKI Ahmad Riza Patria mengakui program naturalisasi atau normalisasi sungai selama lima tahun terakhir belum optimal, salah satunya karena sulitnya pembebasan lahan di bantaran sungai.

"Setelah dicek, masih banyak permasalahan-permasalahan tanahnya, sengketanya, konflik dan sebagainya. Kami hati-hati," kata Riza di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (13/10/2022).

Dalam proyek normalisasi, Pemprov DKI Jakarta kebagian tugas menyiapkan lahan untuk melebarkan sungai. Sementara, Pemerintah Pusat melalui Kementerian PUPR menyiapkan satuan pelaksana (satpel) normalisasi.

Upaya penyediaan lahan yang dilakukan dalam bentuk pembebasan lahan itu sebenarnya sudah berjalan setiap tahun. Karena ada hambatan itu, ia mengaku bahwa jajarannya berhati-hati saat membebaskan lahan.

Di sisi lain, Kementerian PUPR tak bisa menggarap normalisasi secara terpotong, sementara Pemprov DKI tidak bisa langsung membebaskan lahan satu hamparan.

Baca juga: Normalisasi Sungai Ciliwung Dipastikan Berlanjut, Pakar: Heru Punya Pengalaman Saat Benahi Taman Waduk Pluit

Sengketa Lahan dan Mafia Tanah

Riza juga sempat menyebutkan, salah satu masalah yang menghambat proses pembebasan lahan adalah adanya sengketa dan mafia tanah.

"Terkait pembebasan lahan normalisasi karena terkait masalah sengketa lahan, masalah tanah, kepemilikan, dan sebagainya, juga mafia-mafia tanah," kata Ariza di Balai Kota Jakarta, Selasa (9/3/2021), dilansir dari Antara.

Menurut Ariza, penting adanya kerja sama yang baik antara Pemprov DKI, Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan Polri untuk dapat memberantas mafia tanah.

Ia pun sepakat dengan keputusan Presiden Joko Widodo yang memerintahkan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk menuntaskan persoalan tersebut.

Baca juga: Dari Mafia Tanah hingga Anggaran, Masalah Pemprov DKI dalam Pembebasan Lahan untuk Normalisasi Sungai

Permukiman Ilegal

Upaya normalisasi sungai yang dilakukan Pemprov DKI dan Kementerian PUPR juga disebut terhambat oleh persoalan permukiman ilegal yang belum terselesaikan.

Masih banyak warga yang tinggal di bantaran kali sehingga normalisasi sulit diselesaikan. Sementara, relokasi warga dari bantaran sungai masih harus menunggu selesainya program rumah susun sederhana sewa yang dibangun Pemprov DKI Jakarta.

Selain itu, relokasi di bantaran sungai juga kerap terhambat oleh penolakan masyarakat, baik itu karena uang ganti rugi yang tidak sesuai hingga enggan dipindahkan ke rusun.

Baca juga: Mafia Tanah Bikin Pemprov DKI Pusing Soal Normalisasi Sungai sampai Kasus Korupsi

Keterbatasan Anggaran

Riza juga sempat menyinggung bahwa keterbatasan anggaran juga menjadi salah satu kendala dalam membebaskan lahan. "Kedua, masalah anggarannya. Kami kan punya keterbatasan," ujar Ariza, Jumat (5/3/2021).

Ia membeberkan, Pemprov DKI membutuhkan dana sebesar Rp 5 triliun untuk pembebasan lahan yang tersisa sepanjang 10 kilometer di sisi kiri dan kanan bantaran kali.

Anggaran normalisasi sungai Pemprov DKI, menurut Ariza, lebih tinggi jika dibandingkan Kementerian PUPR yang bertugas untuk pemasangan sheet pile. Riza mengatakan anggaran Kementerian PUPR sebesar Rp 370 miliar.

Baca juga: Saat Anies Tak Serius Laksanakan Normalisasi Sungai, Ketua DPRD: Takut Disebut Tukang Gusur

Tersandera Janji Politik

Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi saat ditemui di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (11/1/2022)KOMPAS.com/SINGGIH WIRYONO Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi saat ditemui di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (11/1/2022)

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi menuding Anies tidak mampu menyelesaikan program normalisasi sungai karena takut dicap sebagai tukang gusur.

Padahal, kata Prasetio, program tersebut sudah diamanatkan dalam Peraturan Daerah (Perda) yang dibuat bersama DPRD DKI. Selain itu, program tersebut tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) 2019.

"Tapi faktanya Gubernur tidak melaksanakan perintah Perda tersebut dan tidak mau melaksanakan pembebasan lahan. Gubernur takut disebut tukang gusur," kata Prasetio, Senin (24/1/2022).

Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta bidang pekerjaan umum, Ida Mahmudah menyesalkan program normalisasi yang tidak berjalan dengan baik di masa pemerintahan Anies.

Baca juga: Normalisasi Sungai Berlanjut, 50 Bidang Lahan di Rawajati Sudah Dibebaskan

Ida mengungkapkan, anggaran pembebasan lahan untuk normalisasi di tahun 2021 mencapai Rp 1 triliun. Namun, pembebasan lahan tidak terlaksana.

Pada 2022, Jakarta kembali menganggarkan Rp 850 miliar untuk pembebasan lahan. Ida berharap, pembebasan lahan bisa segera dilakukan agar normalisasi sungai berlanjut.

Komunikasi Dinilai Jadi Kunci

Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna, menilai terhambatanya pembebasan lahan disebabkan masyarakat yang enggan direlokasi dari bantaran sungai.

Menengok ke era Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, Yayat menilai memang pembebasan lahan bisa berjalan. Namun, hal itu berimplikasi pada konflik sosial di masyarakat.

Baca juga: Jurus Heru Budi Lancarkan Normalisasi Sungai yang Sempat Mandek di Era Anies-Riza

"Sebaiknya memadukan dengan komunikasi dengan semua unsur masyarakat, lalu meminta dukungan ke pemerintah pusat," kata Yayat kepada Kompas.com, dikutip Senin (17/10/2022).

Jika ada penolakan, Yayat berujar perlu ada dialog dengan warga setempat meskipun hal itu dilakukan berkali-kali. Cara pendekatannya, kata Yayat, bisa dengan membentuk satuan tugas koordinasi yang kuat dengan seluruh unsur yang ada.

"Memang perlu ada pendekatan dialog yang panjang, sehingga persoalan bisa diatasi. Mereka juga perlu diberikan penjelasan kerugian apabila mereka terus tinggal di tempat bajir," kata dia.

(Penulis : Theresia Ruth Simanjuntak, Singgih Wiryono, Muhammad Naufal, Larissa | Editor : Theresia Ruth Simanjuntak, Ihsanuddin, Ivany Atina Arbi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

12 Perusahaan Setor Dividen 2023 ke Pemprov DKI, Nilainya Capai Rp 545,8 Miliar

12 Perusahaan Setor Dividen 2023 ke Pemprov DKI, Nilainya Capai Rp 545,8 Miliar

Megapolitan
Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng Positif Konsumsi Narkoba

Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng Positif Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Ada di Lokasi yang Sama, Anggota Polres Jaktim Mengaku Tak Tahu Rekan Sesama Polisi Pesta Sabu

Ada di Lokasi yang Sama, Anggota Polres Jaktim Mengaku Tak Tahu Rekan Sesama Polisi Pesta Sabu

Megapolitan
Warga Serpong Curhat Air PDAM Sering Tak Mengalir ke Perumahan

Warga Serpong Curhat Air PDAM Sering Tak Mengalir ke Perumahan

Megapolitan
Wanita Hamil Tewas di Kelapa Gading, Kekasih Jadi Tersangka

Wanita Hamil Tewas di Kelapa Gading, Kekasih Jadi Tersangka

Megapolitan
Pipa PDAM Bocor, Warga Serpong Tak Dapat Air Bersih Berjam-jam

Pipa PDAM Bocor, Warga Serpong Tak Dapat Air Bersih Berjam-jam

Megapolitan
Antar Mobil Teman, Anggota Polres Jaktim Ikut Ditangkap dalam Pesta Narkoba Oknum Polisi

Antar Mobil Teman, Anggota Polres Jaktim Ikut Ditangkap dalam Pesta Narkoba Oknum Polisi

Megapolitan
Wanita Hamil di Kelapa Gading Bukan Dibunuh Kekasih, tapi Tewas Saat Berupaya Menggugurkan Janinnya

Wanita Hamil di Kelapa Gading Bukan Dibunuh Kekasih, tapi Tewas Saat Berupaya Menggugurkan Janinnya

Megapolitan
Dukcapil DKI Sebut Setiap Warga Terdampak Penonaktifan NIK Dapat Pemberitahuan

Dukcapil DKI Sebut Setiap Warga Terdampak Penonaktifan NIK Dapat Pemberitahuan

Megapolitan
Polisi Tangkap Pria yang Minta THR dengan Peras Petugas Minimarket di Cengkareng

Polisi Tangkap Pria yang Minta THR dengan Peras Petugas Minimarket di Cengkareng

Megapolitan
Buka Pendaftaran PPK Pilkada DKI 2024, KPU Butuh 220 Orang untuk TPS di 44 Kecamatan

Buka Pendaftaran PPK Pilkada DKI 2024, KPU Butuh 220 Orang untuk TPS di 44 Kecamatan

Megapolitan
2 Pria Dikepung Warga karena Diduga Transaksi Narkoba, Ternyata Salah Paham

2 Pria Dikepung Warga karena Diduga Transaksi Narkoba, Ternyata Salah Paham

Megapolitan
Hasil Tes Urine Negatif, Anggota Polres Jaktim Dibebaskan Usai Ditangkap dalam Pesta Narkoba

Hasil Tes Urine Negatif, Anggota Polres Jaktim Dibebaskan Usai Ditangkap dalam Pesta Narkoba

Megapolitan
Terungkap, Wanita Hamil Bersimbah Darah di Kelapa Gading Tewas akibat Menggugurkan Janinnya Sendiri

Terungkap, Wanita Hamil Bersimbah Darah di Kelapa Gading Tewas akibat Menggugurkan Janinnya Sendiri

Megapolitan
Ketakutan Pengemudi 'Online' Antar-Jemput Penumpang di Terminal Kampung Rambutan

Ketakutan Pengemudi "Online" Antar-Jemput Penumpang di Terminal Kampung Rambutan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com