MUNCULNYA rencana pengesahan rancangan Peraturan Daerah (Perda) Depok tentang Penyelenggaraan Kota Religius telah menimbulkan polemik di publik.
Secara substansi, perda tersebut berpotensi melanggar konstitusi UUD 1945 dan prinsip-prinsip hukum hak asasi manusia mengenai hak kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Selain itu, dinilai tumpang tindih dengan kewenangan absolut Pemerintah Pusat dan melanggar ketentuan UU Pemerintahan Daerah.
Sebelumnya, Pemerintah Kota Depok telah mengajukan permohonan konsultasi kepada Kementerian Dalam Negeri RI dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat terkait draft rancangan Perda.
Namun permohonan tersebut ditolak oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui surat Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat No. 408/HK.02.01/Hukham tertanggal 24 Januari 2022.
Adapun yang menjadi dasar penolakan adalah kebijakan terkait isu penyelenggaraan kehidupan umat beragama merupakan kewenangan absolut Pemerintah Pusat, bukan Pemerintah Daerah.
Hal itu diatur dalam ketentuan Pasal 9 dan Pasal 10 ayat 1 huruf f UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah termasuk bagian penjelasannya, dan sebagaimana telah diubah beberapa kali dan terakhir melalui UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Tidak hanya ditolak oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat, rancangan Perda tersebut juga ditolak oleh Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Depok lewat siaran pers maupun beberapa pernyataan publiknya di media massa.
Adapun alasan PCNU Kota Depok menolak rancangan Perda karena secara substansial bersifat inkonstitusional, tumpang tindih dengan kewenangan Pemerintah Pusat, dan sama sekali tidak menjawab problem Kota Depok yang lebih urgen pada hari ini, seperti persoalan keamanan lingkungan, kontrol pembangunan, kekerasan anak, dan lainnya.
Wali Kota Depok Mohammad Idris menyatakan bahwa pihaknya tetap bersikukuh keras untuk dapat menggolkan rancangan Perda ini dengan alasan draft Perda sudah selesai disusun dan proses penyusunannya telah menelan biaya sekitar Rp 400 juta.
Selain itu, pihaknya juga akan meminta dukungan Kementerian Agama RI agar rancangan Perda tersebut dapat disahkan sebelum Pemilukada 2024.
Secara substantif, draft rancangan Perda berpotensi melanggar hak kebebasan beragama dan berkeyakinan warga Kota Depok.
Ini dapat dilihat dari adanya upaya Pemerintah Kota Depok mengintervensi religiusitas warganya lewat pengaturan mengenai Pembinaan Masyarakat Religius sebagaimana tertera pada Pasal 15 Perda tersebut.
Di sisi lain, religiusitas warga pada dasarnya merupakan sesuatu hal yang sifatnya privat dan berada di ranah forum internum.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.