Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Rasyid Ridha
Pengacara

Advokat/pengacara publik YLBHI-LBH Jakarta; mahasiswa Magister Ilmu Hukum konsentrasi Socio-Legal Studies Universitas Indonesia

Menyoal Rancangan Perda Penyelenggaraan Kota Religius Depok

Kompas.com - 24/10/2022, 10:47 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Secara langsung maupun tidak langsung, tindakan favoritisme keagamaan oleh institusi pemerintah telah berdampak pada menguatnya kultur diskriminatif kelompok keagamaan yang dominan di suatu masyarakat.

Dominasi suatu kelompok keagamaan tertentu yang didukung oleh institusi Pemerintah ini berujung pada praktik-praktik peminggiran (marginalisasi) kelompok masyarakat yang memiliki identitas keagamaan lainnya dan meningkatkan segregasi sosial (Ropi: 2017, hlm. 188-194).

Di sisi lain, Negara maupun Pemerintah yang modern, pada dasarnya adalah organisasi masyarakat yang seharusnya berangkat dari cara pikir yang rasional, universal, imparsial, dan berangkat dari semangat mengabdi untuk kepentingan publik (Res Publica) atau semua orang tanpa memandang apapun identitasnya (Cicero: 2014, hlm. 31).

Tujuan dari semangat Res Publica ini tiada lain untuk mewujudkan keadilan sosial bagi semua.

Saat Negara ataupun Pemerintah diokupasi oleh kepentingan kelompok identitas keagamaan tertentu, maka ia tidak lagi menjadi Res Publica, melainkan Res Privata.

Dalam logika Res Privata, maka yang dikejar adalah kepentingan privat semata, dalam hal ini mengejar dan mendapatkan keuntungan bagi individu dan kelompok privat itu semata.

Saat logika Res Privata diselundupkan dalam urusan penyelenggaraan pemerintahan, maka yang terjadi adalah praktik korup dan pengerukan keuntungan untuk kelompok tertentu saja.

Dan draft rancangan Perda Kota Depok tentang Penyelenggaraan Kota Religius menunjukan adanya potensi praktik korup tersebut.

Ini dapat dilihat dari pengaturan anggaran publik (APBD/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) yang dialokasikan untuk pendanaan penyelenggaraan kota religius.

Selain penggunaan anggaran hanya dinikmati oleh segelintir kelompok saja dan rawan disalahgunakan, juga berpotensi menimbulkan ketidakefektifan dan ketidakefisienan pengelolaan alokasi anggaran keuangan daerah yang seharusnya dan sebaiknya diarahkan untuk mengatasi problem fundamental di Kota Depok, seperti masalah infrastruktur pelayanan publik, ketimpangan kesejahteraan ekonomi warga, amburadulnya tata ruang dan lingkungan hidup, kerusakan jalanan dan infrastruktur publik, dan lainnya.

Rancangan Perda Kota Depok tentang Penyelenggaraan Kota Religius secara normatif-yuridis telah jelas bertentangan dengan Undang-undang Pemerintahan Daerah, karena isu yang digarap di dalam rancangan Perda bukanlah kewenangan Pemerintah Daerah, melainkan wewenang Pemerintah Pusat.

Sehingga secara prosedural legislasi, rancangan Perda tersebut dapat dikatakan batal secara hukum.

Meski begitu, potensi pengesahan rancangan Perda nampaknya akan tetap ada. Untuk itu Pemerintah Pusat -khususnya Kementerian Dalam Negeri RI- maupun Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagai pelaksana mandat Undang-undang harus menindak tegas indikasi praktik kesewenang-wenangan berhukum yang dilakukan Pemerintah Kota Depok terkait isu ini, untuk mencegah dampak potensi pelanggaran hukum dan hak asasi manusia warga Depok akibat pengesahan rancangan Perda tersebut oleh DPRD dan Pemerintah Kota Depok.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

'Update' Harga Pangan di 3 Pasar Tradisional Jakarta, Harga Cabai Turun Drastis

"Update" Harga Pangan di 3 Pasar Tradisional Jakarta, Harga Cabai Turun Drastis

Megapolitan
Tak Hanya 20 Pejabat DKI, PNS Staf Komisi A DPRD Juga Ikut Dirotasi

Tak Hanya 20 Pejabat DKI, PNS Staf Komisi A DPRD Juga Ikut Dirotasi

Megapolitan
Pedagang Takjil di Jalan Cipinang Muara Jaktim Raup Rp 500.000 Per Hari

Pedagang Takjil di Jalan Cipinang Muara Jaktim Raup Rp 500.000 Per Hari

Megapolitan
Tarif Tol Jakarta-Solo 2023

Tarif Tol Jakarta-Solo 2023

Megapolitan
Sekolah di Jaksel Bantah Lakukan Pungli untuk Buka Blokir KJP: Hanya Salah Paham

Sekolah di Jaksel Bantah Lakukan Pungli untuk Buka Blokir KJP: Hanya Salah Paham

Megapolitan
Dua Pria Dianiaya Saat Disekap di Perumahan Tapos Depok, Korban Alami Luka Lebam

Dua Pria Dianiaya Saat Disekap di Perumahan Tapos Depok, Korban Alami Luka Lebam

Megapolitan
Dinkes DKI Tetap Sediakan Tempat Tidur Khusus Pasien Covid-19 di RSUD meski Kasus Melandai

Dinkes DKI Tetap Sediakan Tempat Tidur Khusus Pasien Covid-19 di RSUD meski Kasus Melandai

Megapolitan
Bocah 8 Tahun Ditemukan Tewas Mengambang di Danau Sunter

Bocah 8 Tahun Ditemukan Tewas Mengambang di Danau Sunter

Megapolitan
Dua Pria Disekap di Perumahan Tapos Depok karena Jual Mobil Rental ke Pelaku

Dua Pria Disekap di Perumahan Tapos Depok karena Jual Mobil Rental ke Pelaku

Megapolitan
Kronologi Pencuri di Cikarang Ditangkap, Korban Dengar Motornya Menyala lalu Teriak 'Maling'

Kronologi Pencuri di Cikarang Ditangkap, Korban Dengar Motornya Menyala lalu Teriak "Maling"

Megapolitan
Empat Pria Sekap Dua Korban Selama 2 Hari di Perumahan Tapos Depok

Empat Pria Sekap Dua Korban Selama 2 Hari di Perumahan Tapos Depok

Megapolitan
Buntut Rotasi 20 Pejabat DKI, F-PKS: Banyak Jabatan Kosong Diisi Plt

Buntut Rotasi 20 Pejabat DKI, F-PKS: Banyak Jabatan Kosong Diisi Plt

Megapolitan
Rotasi Besar-besaran Pejabat DKI, F-PKS: Sangat Disayangkan, Dadakan Banget

Rotasi Besar-besaran Pejabat DKI, F-PKS: Sangat Disayangkan, Dadakan Banget

Megapolitan
F-Gerindra Minta Pemprov DKI Segera Lelang Jabatan Kepala Dinas agar Kinerja Tak Terhambat

F-Gerindra Minta Pemprov DKI Segera Lelang Jabatan Kepala Dinas agar Kinerja Tak Terhambat

Megapolitan
Pedagang di Mangga Dua Sebut Tas KW dan Asli Sulit Dibedakan: 'Tergantung Siapa yang Pakai'

Pedagang di Mangga Dua Sebut Tas KW dan Asli Sulit Dibedakan: "Tergantung Siapa yang Pakai"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke