JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam tiga bulan terakhir telah terjadi dua kebakaran besar di permukiman padat penduduk Kecamatan Tambora, Jakarta Barat.
Kebakaran yang terjadi pada Kamis (27/10/2022) siang akibat kebocoran gas mennebabkan tiga rumah dilalap api dan dua lainnya ikut terdampak.
Lokasi kebakaran berada di Jalan Tanah Sereal XII, Gang FF, RT 008 RW 011, Tanah Sereal, Tambora, Jakarta Barat. Untungnya tidak ada korban jiwa dalam kebakaran kali ini.
Sementara pada Rabu (17/8/2022), kebakaran melanda bangunan ruko empat lantai yang dijadikan tempat usaha makanan sekaligus rumah kos di Jalan Duri Selatan 1, Duri Selatan, Tambora.
Baca juga: Cerita Kakek Selamat dari Kebakaran Tambora: Dengar Suara Kobaran Api dalam Lelap
Kebakaran yang dipicu oleh korsleting listrik tersebut menyebabkan enam penghuninya terjebak dan meninggal dunia.
Sebelumnya Sebanyak 35 rumah tinggal di Jalan Sawah Lio Raya, Jembatan Lima, Tambora, terbakar pada Selasa (26/7/2022) dini hari.
Tidak ada korban jiwa dalam kebakaran tersebut. Namun, kerugian akibat kebakaran ditaksir mencapai Rp 875 juta.
Kerentanan kebakaran karena kepadatan permukiman penduduk oleh urbanisasi menjadi hal klasik di Jakarta.
Baca juga: Kisah Pilu Pengemudi Ojol Korban Kebakaran Tambora: Sepeda Motor Hangus, Tak Ada Harta Tersisa
Ini terungkap dari studi oleh Nuniek Susanti, Magister Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan rekan yang terbit di jurnal Tataloka pada 2020.
Studi menemukan, Tambora sebagai kecamatan terkecil di Jakarta Barat seluas 542,7 hektar, punya tingkat rawan kebakaran risiko sedang sebesar 65,7 persen dan tingkat risiko tinggi 27,8 persen.
Ini berkorelasi dengan kepadatan penduduk sebesar 49.240 jiwa/kilometer persegi (BPS, 2017), yang menempatkannya sebagai kecamatan terpadat kedua di DKI Jakarta.
Risiko kebakaran sedang ada pada kawasan dengan kondisi fisik kepadatan bangunan tinggi, disertai tingginya aktivitas penduduk, lebar jalan yang sempit serta tidak terjangkau oleh hidran.
Baca juga: Tak Ada Hidran di Lokasi Kebakaran Tambora
Sementara itu, risiko kebakaran tinggi terbentuk karena faktor tambahan, seperti persentase kelompok umur lansia dan anak-anak yang lebih banyak dan faktor tingkat pendidikan rendah, dengan rata-rata SMP.
Ada juga faktor pendapatan rendah, yang mana mayoritas warga di sana berpenghasilan di bawah Rp 3,5 juta per bulan.
Endrawati Fatimah, dosen Jurusan Teknik Planologi Universitas Trisakti, menilai, penataan ulang kawasan hunian di DKI Jakarta mendesak untuk dilakukan.