“Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) tidak boleh lagi ada, keberadaannya bikin kacau pembangunan Jakarta. Pengangkatan TGUPP sarat dengan kepentingan politik makanya harus dilenyapkan. Jumlah personel TGUPP yang membludak sangat membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta.” – Prasetyo Edi Marsudi.
Kekecewaan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi itu bisa jadi sebagai ungkapan “kekesalan” terhadap keberadaan TGUPP di era Anies Baswedan yang begitu “gagah perkasa”.
Sudah menjadi rahasia umum di kalangan birokasi Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta, sikap dan arogansi anggota TGUPP bisa “menghardik”, bahkan menekan dinas-dinas yang ada.
Konon keberadaan TGUPP dituding menjadi sebab enggannya ratusan pegawai negeri sipil DKI Jakarta mengikuti lelang 17 jabatan tingkat eselon II yang digelar pada 2021 lalu (Kompas.com, 16/09/2022).
Ada plesetan “konyol” untuk menyindir keberadaan TGUPP karena galibnya untuk mengakomodasi keberadaan tim sukses setelah calon yang didukung memenangkan pemilihan kepala daerah, biasanya mereka diwadahi dalam TGUPP.
Pihak yang skeptis menyebutnya TGUPP sebagai “Tim Gubernur untuk Persiapan Pensiun”. Keberadaan tim “kesayangan” gubernur itu untuk menggali, mencari, menarik dan menggaet investor serta “melancarkan” segala urusan birokrasi provisi serta berharap ada “komisi” dari proyek yang diperjuangkan TGUPP dengan gigih ke dinas-dinas.
Dana yang terkumpul bisa untuk (fund rising) persiapan kampanye berikut. Sial-sial kalau kalah, bisa untuk persiapan pensiun gubernur.
Bahkan konon menurut desas-desus, TGUPP juga disiapkan sebagai tim advance sebagai ‘Tim Gubernur untuk Persiapan Pencapresan”.
Tekad Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono yang tidak akan membentuk TGUPP dan lebih memaksimalkan keberadaan dinas, sebetulnya cukup menarik mengingat keberadaan TGUPP di era Anies Baswedan kerap mendapat suara sumbang dari berbagai kalangan.
DPRD DKI Jakarta menganggap TGUPP zaman Anies terlalu mubazir dalam kinerja dan boros dalam pendanaan mengingat jumlah personel TGUPP yang “jumbo” (Kompas.com, 17/10/2022).
Bahkan Mantan Kepala Sekretariat Kepresidenan itu menganggap ketiadaan TGUPP bisa diatasi dengan memaksimalkan kinerja asisten pemerintahan, tenaga ahli dan asisten ahli.
Heru Budi yang sempat berkarir sebagai Wali Kota Jakarta Utara (2014-2015) serta pernah mengepalai Badan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah DKI di era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tentunya paham bagaimana mengefektifkan dan mengefisienkan jajaran birokrasi.
TGUPP di era Anies Baswedan memang “luar biasa” dari sisi jumlah personal dan pembiayaannya.
Di era Gubernur Djarot Saeful Hidayat atau Ahok, pos pendanaan untuk TGUPP mendapat alokasi Rp 2,3 miliar tahun 2016.
Di saat awal Anies Baswedan bersama Sandiaga Uno menjabat 2017, pos anggaran untuk TGUPP naik berkali-kali lipat menjadi Rp 28,5 miliar.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.