"Jadi betul-betul intinya yang tadinya nggak boleh ngapa-ngapain tapi tiba-tiba seolah-olah Covid-19 sudah tidak ada, kita sudah bebas dari hal-hal seperti itu yang dulu akhirnya euforianya itu tadi seolah nuansanya itu kayak kebahagiaan bersama," jelas Hening.
Dosen dan peneliti sosiologi perkotaan Universitas Gadjah Mada (UGM) Derajad Sulistyo Widhyharto menyebutkan bahwa keputusan membubarkan "Berdendang Bergoyang" saat itu merupakan kewenangan pihak kepolisian.
Namun, ia menyorot polisi yang dianggap tak mampu bekerja maksimal, terutama menyangkut soal keamanan.
"Memang kemudian kan keputusan kepolisian membubarkan, saya kira itu juga upaya kepolisian di mana mereka tidak bisa memberikan pelayanan keamanan yang maksimal dan mereka sadar betul untuk mengantisipasi masalah kemudian mereka melakukan pembatalan itu," kata Derajad kepada Kompas.com, Selasa (1/11/2022).
Polisi dianggap tak memperhitungkan risiko festival musik ini sejak awal.
Derajad menambahkan, jika pihak kepolisian melakukan tugas pengamanan dengan maksimal, seharusnya mereka sudah bisa memprediksi bagaimana risiko yang bisa saja terjadi saat pertunjukan musik dimulai.
"Prediksi yang kurang tepat dan detail, bisa jadi juga surat izinnya bersifat administrasi saja," ujar dia.
Baca juga: Konser Berdendang Bergoyang Lebihi Kapasitas, Komisi B DPRD DKI Akan Panggil Disparekraf
Derajad menegaskan bahwa surat izin seharusnya dianalisis dengan baik oleh pihak kepolisian dan dikoordinasikan dengan panitia penyelenggara.
Termasuk persoalan tiket, kapasitas ruang dan pengunjung, memastikan tidak ada calo atau penggandaan tiket, dan lain sebagainya.
"Ya justru itu proses analisis situasi belum maksimal dilakukan (pihak kepolisian)," ujar dia.
Derajad mengingatkan, kekacauan dalam konser itu bukanlah hal baru.
"Kejadian di 'Berdendang Bergoyang' ini bukan yang pertama kali di kita (Indonesia) kan, ada Kanjuruhan sebelum ini, harusnya sudah belajar," ujar Derajad.
Derajad menjelaskan ada banyak kejadian serupa yang berakhir dengan kekacauan bahkan menelan korban jiwa
Kekacauan itu salah satunya disebabkan penjualan tiket yang melebihi kapasitas tempat.
"Problemnya masih terus terulang seperti Kanjuruhan itu soal tiket, membeludaknya orang, kapasitas tidak sesuai dengan tiket, jadi hal-halnya itu masalahnya bukan baru," jelas dia.