JAKARTA, KOMPAS.com - Museum Bahari di kawasan pesisir kota Jakarta menyimpan banyak sekali informasi sejarah kejayaan kemaritiman Indonesia di masa lalu.
Bangunan museum yang merupakan bekas gudang perusahaan dagang Belanda juga memiliki daya pikat berupa keelokan arsitektur bangunan khas Eropa klasik di pertengahan abad ke-17.
Lokasi Museum Bahari berada di Jalan Pasar Ikan nomor 1, Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.
Di dalam bangunan museum ini tersimpan catatan bahari dan kemaritiman Nusantara, khususnya wilayah Sunda Kelapa, dalam wujud koleksi dan diorama, yang semuanya berhubungan dengan pesisir dan laut.
Baca juga: 4 Koleksi Unik di Museum Bahari yang Buat Kamu Cinta Sejarah
Karena berdiri di area bekas kompleks Pelabuhan Sunda Kelapa, di sekitar Museum Bahari juga berdiri bangunan-bangunan cagar budaya lain, seperti Menara Syahbandar, Galangan Kapal VOC, dan Pasar Ikan (Pasar Heksagon).
Untuk mencapai ke Museum Bahari, pengunjung bisa naik kendaraan pribadi lalu kemudian mermarkirkannya di area Menara Syahbandar.
Sementara untuk pengunjung yang tengah berwisata di Kota Tua, mereka dapat mencapai Museum Bahari dengan berjalan kaki, cukup 15-20 menit.
Pengunjung Museum Bahari disuguhi diorama sejarah hubungan internasional Nusantara dengan bangsa lain serta pengaruhnya.
Baca juga: Siapa Nenek Moyang Bangsa Indonesia? Ketahui Jawabannya di Museum Bahari
Bangsa yang berinteraksi dengan Sunda Kalapa alias Jayakarta alias Batavia, kala itu antara lain adalah bangsa India, Arab, China, Portugis, Inggris, Belanda, dan Jepang.
Dalam diorama sejarah yang terdapat di Museum Bahari terselip riwayat Sunda Kelapa, pelabuhan utama Kerajaan Pajajaran yang berdiri abad ke-14 dan berpusat di Pakuan (Bogor).
Tahun 1513, empat kapal Portugis yang dipimpin De Alvin mendarat di Sunda Kelapa, yang merupakan kapal Eropa pertama yang tiba di pelabuhan itu.
Di ruang lain, pengelola museum menempatkan benda asli maupun miniatur atau replika. Ada beragam perahu dari seantero Nusantara. Contohnya, perahu bercadik asal Papua yang bernama Seman’.
Baca juga: Generasi Millenial Kurang Berminat ke Museum Bahari
Perahu buatan suku Demta itu terbuat dari satu batang pohon utuh dengan satu cadik kayu balsa. Itu agar perahu juga bisa dipakai di sungai.
Dalam buku Historical Sites of Jakarta terbitan Yayasan Cipta Loka Caraka yang ditulis oleh Adolf Heukeun (1982), gedung Museum Bahari dibangun oleh perusahaan dagang pemerintah Hindia-Belanda VOC sebagai gudang rempah.
Gedung Museum Bahari kala itu masuk bagian dari kompleks yang dulu bernama Westzijdsche Pakhuizen, yang berarti gudang di tepi barat.