DEPOK, KOMPAS.com - Kriminolog Universitas Budi Luhur Lucky Nurhadiyanto angkat bicara terkait tiga kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang terjadi di Kota Depok beberapa waktu belakangan.
Adapun KDRT itu meliputi kasus ayah bunuh anak dan aniaya istri di Jatijajar, pedangang yoghurt ditusuk suami di Bedahan, dan suami tonjok istri depan anaknya di Cinere.
Menurut Lucky, para pelaku KDRT itu bisa jadi memiliki tekanan di pekerjaan, kejenuhan rutinitas, hingga persoalan pencapaian target ekonomi lantaran memiliki keterbatasan.
Baca juga: Prarekonstruksi Kasus Ayah Bunuh Anak di Depok, Terungkap Detik-detik Akhir Korban Mencari Ibunya...
Kondisi masyarakat yang baru pulih di masa pandemi Covid-19 turut menyebabkan kompetisi di bidang ekonomi jadi meningkat. Namun, peluang cenderung menyempit, sehingga kepala rumah tangga meluapkan ketidakmampuannya kepada anggota keluarga dengan kekerasan.
"Di sisi lain pelaku tidak memiliki keleluasaan untuk menunjukkan eksistensi power-nya di lingkungan pekerjaan, akhirnya seringkali anggota keluarga yang menjadi pelampiasan," kata Lucky saat dihubungi Kompas.com, Selasa (8/11/2022) malam.
Secara umum, Lucky mengatakan bahwa tindakan KDRT dapat diuraikan dalam dua aspek, yakni masalah internal containment yang terkikis dan external containment.
Menurut Lucky, masalah internal containment yang terkikis terjadi karena rendahnya kontrol diri, bersikap implusif, dan adanya asumsi relasi pernikahan yang bersifat transaksional.
Baca juga: Terungkapnya Motif Ayah Bantai Anak dan Istri di Depok, Perkara Harga Diri yang Terinjak
Hal itu menyebabkan seorang pelaku kerap kali melakukan kekerasan lantaran tak dapat berpikir panjang.
"Sehingga pelaku sering kali ringan tangan dan berpikir pendek saat melakukan aksi kekerasan terhadap pasangannya," kata Lucky.
Kemudian, masih kata Lucky, aspek external containment memiliki arti melemahnya batasan sosial berupa tekanan pekerjaan, subkultur budaya patriarki atau disfungsi peran anggota keluarga.
Hal itu menimbulkan tindakan KDRT terhadap anggota keluarga, bahkan pelaku bisa melampiaskan kepada anaknya.
"Muaranya seringkali, perempuan dan dalam beberapa kasus bahkan anak menjadi 'target' pelampiasan karena dipandang lemah, tidak memberikan perlawanan hingga ketidakmampuan untuk membela diri," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.