JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menganggarkan Rp 275 miliar untuk menambah titik pemasangan internet gratis melalui program Jakwifi pada 2023.
Nilai anggaran itu diketahui berdasarkan dokumen rancangan APBD tahun anggaran 2023 yang diterima Kompas.com.
Anggaran itu masih dibahas dalam rapat bersama Komisi A DPRD DKI di Grand Cempaka, Bogor, Jawa Barat, Selasa (15/11/2022).
Baca juga: Pemprov DKI Anggarkan Rp 275 Miliar untuk Jakwifi, Anggota DPRD Usul Dananya Dipakai untuk BLT
Anggota Dewan lantas memprotes usulan anggaran program tersebut.
Anggota Komisi A DPRD DKI Syarifudin meminta anggaran untuk penambahan wifi internet gratis itu dihapus.
"Saya rekomendasi pimpinan, terkait Jakwifi dari sejak awal program ini diluncurkan sampai sekarang, saya minta data foto di mana-mana saja enggak ada," kata Syarifudin saat rapat, Selasa.
"Tiap saya turun, enggak ada yang tahu tuh masyarakat apa program Jakwifi. Jadi penambahan tahun 2023, saya rekomendasi dihapus aja pimpinan," kata dia.
Baca juga: Anggota DPRD DKI Soroti Anggaran Jakwifi Rp 275 M: Warga Enggak Ada yang Tahu itu Program Apa
Syarifudin mengusulkan anggaran penambahan titik Jakwifi dialihkan untuk bantuan langsung tunai (BLT).
"Maksud saya, BLT BBM kebagian satu RT paling Rp 7 (juta)-Rp 10 (juta). Mending alihin ke situ, dampaknya lebih (signifikan)," kata Syarifudin.
Terlebih, lanjut dia, sekolah-sekolah kini sudah menerapkan pembelajaran tatap muka 100 persen.
"Sementara Jakwifi sebetulnya program untuk sekolah yang dirumahkan," ujar Syarifudin.
Jakwifi merupakan program yang dicetuskan pada akhir 2020 oleh Anies Baswedan yang saat itu masih menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta.
Saat itu, Anies mengeklaim Pemprov DKI memiliki 9.000 titik akses Jakwifi.
Kata Anies, warga yang berada di sekitar titik Jakwifi bisa langsung memanfaatkan layanan internet.
"Saat ini sudah ada 9.000 titik akses wifi, Jakwifi, ini gratis. Siapa saja datang dekat lokasi itu langsung bisa menggunakan Jakwifi," kata Anies dalam webinar, 24 November 2020.
Anies berujar, akses Jakwifi diharapkan tidak hanya dinikmati oleh pelajar, melainkan juga para warga yang memiliki usaha.
Baca juga: Kecepatan Internet Lemot padahal Telan Anggaran Besar, Program JakWIFI Diminta Dievaluasi
Akses internet saat ini mirip dengan penyediaan fasilitas listrik pada tahun 1970 dan 1980-an.
Akses internet saat ini, lanjut Anies, sangat dibutuhkan agar masyarakat terintegrasi. Selain itu, akses internet juga akan membuat warga lebih inklusif di bidang teknologi informasi.
Anies menargetkan, Jakwifi bisa diakses di seluruh wilayah Jakarta.
"Ini penyediaan fasilitas connectivity secara digital yang akan membantu bagi masyarakat untuk bisa ikut dalam kegiatan perekonomian, ikut dalam kegiatan pembelajaran. Jadi mereka inklusif di dalam digital technology," ucap Anies.
Baca juga: Dari TGUPP hingga Jalur Sepeda, Ini Warisan Anies yang Dihapus Heru Budi
Dalam kesempatan yang berbeda, Anies menegaskan kehadiran Jakwifi bukan hanya untuk pendidikan, tetapi juga bagian dari penyediaan infrastruktur kota dan perluasan akses internet untuk kebutuhan masyarakat yang melingkupi banyak sektor, dari pendidikan, ekonomi atau usaha, layanan pemerintah, dan komunikasi warga.
"Ketika terjadi pandemi ini, begitu banyak dari kita yang harus mengubah pola belajar, pola kerja. Sesuatu yang biasanya dikerjakan jarak dekat, sekarang serba dikerjakan jarak jauh," ucap Anies, 28 Agustus 2020.
Di kesempatan lain, Anies justru menyebut ada 6.267 akses poin Jakwifi. Akses tersebut tersebar di lima wilayah kota dan satu kabupaten di DKI Jakarta.
"Buat diketahui, hingga saat ini sudah ada 6.267 akses poin Jakwifi, tersedia di lima wilayah kota administrasi dan satu kabupaten di Kepulauan Seribu," kata Anies seperti dikutip dari laman pribadi Facebook-nya, 13 Desember 2020.
Sementara itu, Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Mujiyono mengatakan bahwa komisinya sudah membuat rekomendasi agar program Jakwifi dievaluasi secara menyeluruh oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) DKI Jakarta.
Mujiyono mengatakan, pengadaan Jakwifi dengan anggaran Rp 6 juta per bulan per titik dengan kecepatan hanya 50 Mbps terlalu mahal.
"Rp 6 juta per bulan itu kemahalan," kata Mujiyono saat dihubungi melalui telepon, 30 April 2021.
Mujiyono juga menyebutkan, sering ada aduan masyarakat terkait Jakwifi yang tidak bisa digunakan karena lemot.
Internet lemot dengan biaya Rp 6 juta per bulan dinilai perlu dievaluasi secara komprehensif sehingga bisa ditemukan masalahnya.
Menurut Mujiyono, tarif wifiberlangganan saja tidak semahal anggaran yang dibutuhkan Jakwifi.
Untuk kecepatan yang sama, tarif wifi berlangganan hanya berkisar Rp 400.000-Rp 600.000.
"Komisi A meminta dilakukan evaluasi komprehensif dengan melibatkan BPKP Perwakilan DKI Jakarta," ucap Mujiyono.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.