JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono menilai eks Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terbukti tidak menggunakan landasan hukum yang kuat saat menetapkan upah minimum provinsi DKI Jakarta 2022.
Saat masih menjabat Gubernur, Anies menetapkan UMP DKI Jakarta 2022 sebesar Rp 4.641.854 melalui Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 1517 Tahun 2021.
Kenaikan UMP DKI sebesar 5,1 persen itu ditetapkan Anies untuk menuruti aspirasi para buruh.
Namun, Kepgub itu digugat oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia hingga dibatalkan dua kali oleh pengadilan di tingkat pertama dan kedua.
"Persoalannya, kebijakan itu (Kepgub Nomor 1517 Tahun 2021) dikeluarkan tidak mencermati segala aspek yang berkaitan dengan rasionalisasi kenaikan UMP 2022," kata Gembong saat dihubungi melalui sambungan telepon, Rabu (16/11/2022).
Karena tak rasional, kata Gembong, Kepgub Nomor 1517 Tahun 2022 yang diteken Anies digugat hingga berujung kalah di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) serta Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN).
Menurut dia, jika landasan pembuatan aturan UMP DKI 2022 kuat, proses di pengadilan tak mungkin kalah.
"Persoalannya kan gitu. Kalau alas hukumnya kuat, pasti enggak mungkin kan dikalahkan," urai Gembong.
Selain itu, kata dia, Pemprov DKI era Anies juga tak membangun komunikasi yang lancar saat menggelar diskusi tripartit dengan unsur pengusaha dan unsur buruh.
Baca juga: Buruh Minta UMP DKI Naik 13 Persen, Pengusaha Disebut Keberatan
Seharusnya, lanjut Gembong, diskusi tripartit menjadi wadah paling baik untuk membahas nilai UMP DKI 2022.
"Saat (UMP DKI 2022) diputuskan yang pada akhirnya digugat, ada sebagian yang tidak menerima keputusan itu, ya karena alasan hukumnya tidak kuat," tuturnya.
Perjalanan panjang UMP DKI 2022
Anies saat masih menjabat gubernur dua kali menerbitkan keputusan soal UMP DKI Jakarta 2022.
Awalnya, Anies menerbitkan Kepgub Nomor 1395 Tahun 2021 yang menetapkan UMP DKI 2022 sebesar Rp 4.453.935, hanya naik hanya naik 0,85 persen atau sebesar Rp 37.749 dari tahun sebelumnya.
Massa buruh kemudian menolak kenaikan UMP tersebut dan mendesak Anies mencabut keputusannya.