Rute yang dilalui trem saat itu adalah Kota Tua sampai Harmoni, Batavia (Jakarta saat ini). Rute tersebut dikenal dengan nama Weltevreden pada saat itu.
“Ide pembangunan rel trem tercetus pada tahun 1860, kemudian izin pembangunan keluar tahun 1866 dan tiga tahun berselang tepatnya tahun 1869, rel trem mulai beroperasi di Batavia,” jelas Lisa.
Lisa menceritakan, pada awalnya trem yang ada tidak langsung berbentuk kereta dengan lokomotif dan gerbong seperti yang ada saat ini.
Saat itu, pertama kali trem hadir dengan bentuk satu gerbong terbuka dengan panjang berkisar 2-3 meter yang ditarik oleh kuda.
Trem kuda mirip dengan delman, tetapi ada gerbong dan jalur rel kereta untuk membuat roda-roda gerbong yang ada bergerak saat ditarik oleh kuda.
Baca juga: Rel Trem Kuno Peninggalan Belanda di Proyek MRT Dibangun pada Abad 18
Lambat laun, dengan berbagai persoalan dan pertimbangan, serta perkembangan teknologi, akhirnya trem berubah menjadi gerbong-gerbong yang ditarik dengan kepala kereta api atau lokomotif.
Semua perkembangan trem itu dilakukan pemerintah kolonial Belanda di Indonesia.
Mereka berusaha memastikan bahwa proyek yang mereka buat bisa berhasil dengan baik digunakan, barulah dikembangkan di negaranya.
Meskipun sudah berusia lebih dari seabad, bantalan rel trem peninggalan Belanda yang terbuat dari kayu itu masih tetap kokoh.
Lisa mengatakan, bantalan rel trem itu masih tetap utuh karena terbuat dari kayu jati.
“Iya ini (kayu) jati, kan keras makanya dia masih kokoh sampai sekarang,” kata dia.
Baca juga: Semoga Rel Trem Kuno Itu Bisa Dipasang di Kota Tua untuk Wisata
Jati merupakan salah jenis kayu yang terkenal paling kuat untuk dijadikan bahan bangunan, perabotan, dan lain sebagainya.
Selain itu, pohon jati juga paling banyak dijumpai di Indonesia sejak dahulu kala.
“Kemungkinan sih dari sini (Jati dari Indonesia)," ujar Lisa.
Bantalan rel trem dari kayu jati itu masih kuat dan utuh di susunan strukturnya. Tidak terlihat adanya bagian yang lapuk karena rayap.