JAKARTA, KOMPAS.com - Patung sosok Jenderal (Anumaerta) Ahmad Yani yang terbuat dari perunggu setinggi tiga meter berdiri di halaman depan kediaman keluarga Ahmad Yani di Jalan Lembang Nomor 6, Menteng, Jakarta Pusat.
Letnan Jenderal Ahmad Yani adalah salah satu korban Gerakan 30 September (G30S) yang kemudian dinaikkan pangkatnya menjadi jenderal.
Rumah kediamannya tersebut menjadi saksi bisu tertembaknya Sang Jenderal oleh tarikan pelatuk senapan milik tentara berseragam Resimen Tjakrabirawa, 1 Oktober 1965 dini hari.
Saat ini rumah tersebut diabadikan menjadi museum untuk terus mengingat peristiwa G30S sebagai pembelajaran dan renungan.
Ahmad Yani adalahsalah satu korban yang gugur di kediamannya sendiri oleh tujuh peluru dari senapan pasukan Tjakrabirawa saat Sang Pahlawan Revolusi tengah berganti pakaian dinas.
Baca juga: Museum Ahmad Yani, Saksi Bisu Perjalanan Sang Jenderal Korban G30S
Dari tujuh peluru yang dilepaskan pasukan Tjakrabirawa pada 1 Oktober 1965 pukul 04:35 WIB itu, lima di antaranya meninggalkan lubang tembakan di sebuah pintu.
Hingga saat ini, bekas lubang tembakan itu masih bisa dilihat pengunjung museum.
Memasuki kompleks bekas rumah pribadi Yani di Jalan Lembang 58 Jakarta Pusat, pengunjung bakal melihat pintu utama rumah terdiri atas jejeran empat daun pintu setinggi 2 meter.
Sejumlah papan penunjuk jalan mengarahkan pengunjung untuk melalui rute itu. Ini bukan tanpa alasan.
Pemandu Museum Jenderal Ahmad Yani, Sersan Mayor Wawan Sutrisno kepada harian Kompas bercerita bagaimana dulu sejumlah anggota Resimen Tjakrabirawa memasuki rumah pada 1 Oktober 1965, mencari Yani.
Baca juga: Banyak Museum, Jakarta Pantas Disebut Kota Museum
"Setelah melewati pintu pagar, mereka menyekap pasukan penjaga di rumah Pak Yani dan ada yang bertugas mengepung kediaman,” tuturnya.
Ada anggota pasukan yang bertugas membawa Yani. Mungkin, mereka berpikir pintu rumah tidak akan dibukakan jika mereka masuk lewat pintu utama.
Karena itu, mereka masuk lewat pintu belakang untuk menjemput paksa Yani hingga tembakan dilepaskan terhadap Sang Jenderal.
Merawat ingatan tentang penculikan Yani inilah yang mendorong pengelola museum mengunci pintu utama rumah dan mengarahkan pengunjung museum masuk lewat pintu belakang.
”Setelah Bapak tiada, keluarga Pak Yani menyerahkan rumah beserta isinya kepada pemerintah, tanpa paksaan,” kata Wawan.
Baca juga: Mengenal Museum Bahari, Bekas Gudang VOC Penyimpan Bukti Ketangguhan Maritim Nusantara