Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Prada Indra, Dianiaya Senior hingga Pulang Tinggal Nama...

Kompas.com - 29/11/2022, 05:15 WIB
Ivany Atina Arbi

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Kebenaran soal penyebab kematian anggota TNI AU Prada Muhammad Indra Wijaya akhirnya terungkap.

Prada Indra yang sebelumnya disebutkan tewas karena dehidrasi ternyata mengembuskan napas terakhir karena dianiaya senior-seniornya.

Kompas.com merangkum kasus tersebut di sini:

Tewas dianiaya senior

Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsma Indan Gilang Buldansyah meralat pernyataan sebelumnya mengenai penyebab kematian Prada Indra.

Anggota TNI AU itu meninggal bukan karena dehidrasi, melainkan akibat dianiaya rekan sesama anggota TNI AU.

"Diduga, tindakan kekerasan motifnya adalah pembinaan disiplin dari senior kepada junior," ujar Indan kepada Kompas.com, Senin (28/11/2022).

Baca juga: Sempat Disebut Dehidrasi, Prada Indra Ternyata Tewas Dibina Senior

Pelaku penganiayaan disebut berjumlah empat orang, yakni Prada SL, Prada MS, Pratu DD dan Pratu BG.

Prada Indra sendiri merupakan Tamtama yang bertugas di Sekretariat Makoopsud III Biak, Papua.

Sebelum meninggal, dia sempat dirawat di Rumah Sakit Pangkalan Angkatan Udara (Lanud) Manuhua, Biak, pada Sabtu (19/11/2022).

Pelaku ditetapkan sebagai tersangka

Keempatnya kini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik khusus dari Pomau Koopsud III, Biak, dan telah ditahan guna penyelidikan lebih lanjut.

"Pada kasus meninggalnya Prada Muhamad Indra Wijaya, Pomau telah menetapkan empat tersangka, yakni Prada SL, Prada MS, Pratu DD dan Pratu BG," ujar Indan.

"Saat ini, keempat tersangka sudah ditahan di POM Koopsud III untuk penyelidikan lebih lanjut," lanjut Indan.

Baca juga: 4 Prajurit TNI AU di Biak Tak Cuma Siksa Prada Indra, tapi Juga Aniaya 6 Junior Lain

Keempat tersangka dikenakan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dengan ancaman hukuman 15 tahun juncto Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang penganiayaan menyebabkan orang meninggal dengan ancaman hukuman 7 tahun dan juncto pasal 131 ayat (3) KUHPM tentang pemukulan atasan kepada bawahan dalam dinas sehingga menyebabkan kematian dengan ancaman hukuman sembilan tahun.

Tak hanya itu, keempat tersangka juga diancam sanksi administrasi berupa pemecatan atau dikeluarkan dari dinas kemiliteran.

Juga aniaya enam lainnya

Proses penyelidikan awal menunjukkan bahwa keempat orang ini tidak hanya menganiaya Prada Indra, tetapi juga melakukan hal yang sama kepada enam personel TNI AU lainnya.

"Tindakan kekerasan juga dialami oleh enam prajurit seangkatan Prada Muhamad Indra Wijaya," ujar Indan.

Menurut Indan, enam prajurit TNI AU yang dianiaya sehat dan tidak mengalami kerusakan organ fatal.

"Meskipun mengalami tindakan kekerasan, keenam prajurit tersebut dinyatakan sehat setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan," kata Indan.

Baca juga: 4 Prajurit TNI AU yang Aniaya Prada Indra hingga Tewas Jadi Tersangka

Kejanggalan kasus

Kakak perempuan Prada Indra, Rika Wijaya (23), menuturkan ada kejanggalan pada kematian adiknya.

Keluarga awalnya menerima laporan bahwa Prada Indra meninggal karena dehidrasi berat setelah bermain futsal dari jam 20.00 WIT hingga 23.00 WIT.

Menurut Rika, keluarga memercayai alasan itu hingga jenazah Indra tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang. Jenazah dimasukkan ke dalam peti yang digembok dan tidak bisa dibuka.

"Salah satu dari keluarga saya pada saat di Soekarno-hatta mendapatkan telepon dari satu anggota Koopsud III di Biak, bahwasanya adik saya ini harus langsung dibawa ke rumah duka, setelah itu langsung dimakamkan," ujar Rika, Rabu (23/11/2022).

Keluarga yang curiga lalu membuka peti secara paksa dengan merusak gembok yang ada menggunakan palu.

Setelah peti berhasil dibuka, kecurigaan keluarga pun terjawab. Keluarga mendapati kepala Prada Indra mengeluarkan darah.

Baca juga: Kematian Prada Indra dan Sederet Kejanggalannya, Atasan Diduga Menutup-nutupi

"Kami buka kain kafannya mulai dari bagian kepala. Nah, mulai dari bagian kepala yang kami lihat adalah darah," ujar Rika.

Kondisi tersebut pun langsung membuat pihak keluarga yang menyaksikan langsung di rumah duka menangis histeris.

Pihak keluarga yang curiga dan merasa ada kejanggalan dengan kematian Prada Indra akhirnya meminta seluruh kain kafan dibuka.

Saat itu, keluarga kembali menemukan luka lebam dan diduga sayatan di bagian dada hingga perut almarhum.

"Di atas dada sendiri saya melihat ada luka antara goresan atau sayatan. Saya sendiri tidak bisa mendiagnosis karena dari hasil otopsi sendiri belum keluar," kata Rika.

Pihak keluarga melakukan otopsi secara mandiri di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Tangerang.

Setelah proses otopsi selesai, jenazah Prada Indra langsung dimakamkan di tempat pemakaman umum (TPU) Bojong Nangka.

(Penulis : Ellyvon Pranita/ Editor : Ihsanuddin, Nursita Sari)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

5 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang Berhasil Dievakuasi, Polisi: Mayoritas Menderita Luka Bakar

5 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang Berhasil Dievakuasi, Polisi: Mayoritas Menderita Luka Bakar

Megapolitan
7 Orang Masih Terjebak dalam Kebakaran Toko Bingkai di Mampang Prapatan

7 Orang Masih Terjebak dalam Kebakaran Toko Bingkai di Mampang Prapatan

Megapolitan
Karyawan Gedung Panik dan Berhamburan Keluar Saat Toko Bingkai di Mampang Prapatan Kebakaran

Karyawan Gedung Panik dan Berhamburan Keluar Saat Toko Bingkai di Mampang Prapatan Kebakaran

Megapolitan
Harga Bahan Dapur Naik Turun, Pedagang Pasar Perumnas Klender: Alhamdulillah Masih Punya Pelanggan Setia

Harga Bahan Dapur Naik Turun, Pedagang Pasar Perumnas Klender: Alhamdulillah Masih Punya Pelanggan Setia

Megapolitan
Pengemudi Fortuner Arogan Gunakan Pelat Dinas Palsu, TNI: Melebihi Gaya Tentara dan Rugikan Institusi

Pengemudi Fortuner Arogan Gunakan Pelat Dinas Palsu, TNI: Melebihi Gaya Tentara dan Rugikan Institusi

Megapolitan
Banyak Warga Menonton Kebakaran Toko Bingkai, Lalin di Simpang Mampang Prapatan Macet

Banyak Warga Menonton Kebakaran Toko Bingkai, Lalin di Simpang Mampang Prapatan Macet

Megapolitan
Pemkot Bogor Raih 374 Penghargaan Selama 10 Tahun Kepemimpinan Bima Arya

Pemkot Bogor Raih 374 Penghargaan Selama 10 Tahun Kepemimpinan Bima Arya

Megapolitan
Kena Batunya, Pengemudi Fortuner Arogan Mengaku Keluarga TNI Kini Berbaju Oranye dan Tertunduk

Kena Batunya, Pengemudi Fortuner Arogan Mengaku Keluarga TNI Kini Berbaju Oranye dan Tertunduk

Megapolitan
Toko Pigura di Mampang Prapatan Kebakaran

Toko Pigura di Mampang Prapatan Kebakaran

Megapolitan
Puspom TNI: Purnawirawan Asep Adang Tak Kenal Pengemudi Fortuner Arogan yang Pakai Pelat Mobil Dinasnya

Puspom TNI: Purnawirawan Asep Adang Tak Kenal Pengemudi Fortuner Arogan yang Pakai Pelat Mobil Dinasnya

Megapolitan
Pemilik Khayangan Outdoor: Istri Saya Langsung Nangis Saat Tahu Toko Dibobol Maling

Pemilik Khayangan Outdoor: Istri Saya Langsung Nangis Saat Tahu Toko Dibobol Maling

Megapolitan
Puluhan Barang Pendakian Digondol Maling, Toko 'Outdoor' di Pesanggrahan Rugi Hingga Rp 10 Juta

Puluhan Barang Pendakian Digondol Maling, Toko "Outdoor" di Pesanggrahan Rugi Hingga Rp 10 Juta

Megapolitan
Ratusan Orang Jadi Korban Penipuan Program Beasiswa Doktoral di Filipina

Ratusan Orang Jadi Korban Penipuan Program Beasiswa Doktoral di Filipina

Megapolitan
Sejumlah Tokoh Bakal Berebut Tiket Pencalonan Wali Kota Bogor Lewat Gerindra

Sejumlah Tokoh Bakal Berebut Tiket Pencalonan Wali Kota Bogor Lewat Gerindra

Megapolitan
Alasan Warga Masih 'Numpang' KTP DKI: Saya Lebih Pilih Pendidikan Anak di Jakarta

Alasan Warga Masih "Numpang" KTP DKI: Saya Lebih Pilih Pendidikan Anak di Jakarta

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com