JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menaikkan upah minimum provinsi (UMP) DKI 2023 sebesar 5,6 persen menjadi Rp 4,9 juta kompak ditolak pengusaha dan buruh.
Bagi pengusaha yang diwakili Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DKI, kenaikan UMP tersebut memberatkan pengusaha. Adapun Apindo DKI sebelumnya mengusulkan kenaikan sebesar 2,62 persen menjadi Rp 4.763.293.
Wakil Ketua Apindo DKI Nurjaman bersikeras meminta UMP DKI 2023 hanya naik 2,6 persen. Ia belum secara jelas menolak atau menerima nilai UMP DKI 2023 yang naik 5,6 persen itu.
Baca juga: KSPI Akan Gugat UMP DKI 2023, Heru Budi: Tidak Apa-apa, Itu Hak Mereka
"Apindo DKI tetap mengacu kepada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2022 (untuk menentukan nilai UMP DKI 2023)," ucap Nurjaman.
Adapun PP No. 36 Tahun 2022 merupakan turunan dari Undang-undang Cipta Kerja.
"Kenaikan (UMP DKI 2023) sebesar 2,6 persen," sambungnya.
Sementara itu, elemen buruh menilai kenaikan UMP DKI 2023 menjadi Rp 4,9 juta masih kurang. Adapun dalam sidang pengupahan, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengusulkan kenaikan UMP DKI 2023 sebesar 10,55 persen menjadi Rp 5.131.569.
KSPI pun berencana melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas nilai UMP DKI 2023. Presiden KSPI Said Iqbal menyebut, pihaknya akan melayangkan gugatan pada pekan depan.
Kata dia, selain menggugat nilai UMP DKI 2023, KSPI juga akan menggelar unjuk rasa di Balai Kota DKI pada pekan depan.
"Partai buruh dan organisasi serikat buruh DKI akan (melayangkan) gugatan ke PTUN DKI dan (menggelar) aksi ke Balai Kota DKI minggu depan," sebut Said.
Baca juga: UMP DKI 2023 Naik 5,6 Persen, KSPI: Heru Budi Tak Sensitif Terhadap Hidup Buruh
Said menilai Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono tak peduli dan berempati kepada buruh karena menentukan UMP DKI Jakarta tahun 2023 hanya naik 5,6 persen atau setara Rp 4.901.798.
Ia mengatakan, Heru dinilai tak peduli dan berempati kepada buruh karena persentase kenaikan UMP DKI 2023 itu di bawah nilai inflasi nasional senilai 6,5 persen.
"Terkait dengan kenaikan UMP DKI tahun 2023 sebesar 5,6 persen, Partai Buruh dan organisasi Serikat Buruh mengecam keras keputusan Pejabat Gubernur DKI (Heru Budi) yang tidak sensitif terhadap kehidupan buruh," tegas Said kepada awak media.
"Kenaikan (UMP) 5,6 persen masih di bawah nilai inflansi. Dengan demikian (Pj) Gubernur DKI tidak punya rasa peduli dan empati pada kaum buruh," kata Said.
Said mengatakan, kenaikan UMP seharusnya sebesar inflansi dan pertumbuhan ekonomi di masing-masing provinsi pada tahun berjalan.
Baca juga: Tok! UMP DKI Jakarta 2023 Naik Jadi Rp 4,9 Juta
Menurut Said, kenaikan UMP DKI sebesar 5,6 persen tidak akan bisa memenuhi kebutuhan buruh dan rakyat kecil di Ibu Kota. Sebab, menurut rincian buruh, biaya sewa rumah sudah Rp 900.000.
Tansportasi dari rumah ke pabrik (pulang-pergi) dan pada hari libur, bersosialisasi dengan saudara dibutuhkan anggaran Rp 900.000. Kemudian, makan di warteg tiga kali sehari dengan anggaran Rp 40.000 sekali makan, menghabiskan Rp 1,2 juta sebulan. Biaya listrik Rp 400.000 dan biaya komunikasi Rp 300.000, sehingga totalnya Rp 3,7 juta.
"Jika upah buruh DKI Rp 4,9 juta dikurangi Rp 3,7 juta hanya sisanya Rp 1,2 juta. Apakah cukup membeli pakaian, air minum, iuran warga, dan berbagai kebutuhan yang lain? Jadi dengan kenaikan 5,6 persen buruh DKI tetap miskin," kata Said.
Buruh pun tetap mendesak agar UMP DKI direvisi naik menjadi sebesar 10,55 persen sebagai jalan kompromi dari serikat buruh yang sebelumnya mengusulkan kenaikan 13 persen.
Menyikapi rencana buruh menggugat besaran UMP DKI 2023, Heru pun mempersilakan. Ia mengatakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah menentukan nilai UMP 2023 mengacu Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 untuk menentukan nilai UMP 2023.
Baca juga: Drama Kenaikan UMP DKI 2023, Sudah Ditetapkan 5,6 Persen Pengusaha Tetap Minta 2,62 Persen
"Kan penetapannya (nilai UMP DKI 2023) sudah sesuai dengan arahan dari Permenaker (Nomor 18 Tahun 2022)," kata Heru di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Selasa (29/11/2022).
"Iya, enggak apa-apa, itu hak mereka (untuk menggugat)," ucap dia.
Sementara itu Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Zita Anjani turut menanggapi kenaikan UMP DKI tahun 2023 sebesar 5,6 persen atau menjadi Rp 4,9 juta. Menurut Zita, pengusaha akan lebih berat menerima besaran tersebut.
"Lebih berat ke pengusahanya. Banyak yang enggak mampu, coba aja disurvei ke perusahaan-perusahaan, dilihat kemampuannya. Apalagi saya rasa sangat sulit ya untuk UMP di atas 5 juta untuk DKI," kata Zita di Gedung DPRD DKI, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (29/11/2022).
Zita sebenarnya mendukung penetapan UMP DKI sebesar Rp 4,9 juta. Namun, yang paling penting adalah mengantisipasi ancaman resesi tahun depan.
"Kita harus antisipasi tahun ke depan, itu kan di negara lain resesi. Nah nanti kalau resesinya sampai ke Indonesia gimana, walaupun kami di DKI tetap optimis ya," ujar Zita.
"Jangan sampai juga terlalu menekan pengusaha. Enggak mampu nanti kolaps semua ekonominya, baik itu pengusahanya, tidak mampu menggaji karyawannya," imbuh dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.