JAKARTA, KOMPAS.com - Meskipun bernama Pondok Cina, kawasan di Kecamatan Beji, Kota Depok, ini tak punya pecinan atau permukiman orang-orang keturunan Tiongkok seperti di Glodok, Jakarta Barat.
Lantas dari mana nama Pondok Cina berasal?
Sejarah Depok memang berkaitan erat dengan Cornelis Chastelein, seorang Belanda yang juga pegawai VOC.
Dalam buku Jejak-jejak Masa Lalu Depok yang ditulis oleh Jan-Karel Kwisthout disebutkan, Chastelein memulai karier sebagai pemegang buku atau akuntan.
Kemudian, ia naik menjadi saudagar besar yang bertanggung jawab dan berkuasa atas gudang besar berisi barang dagangan VOC di Batavia.
Meski bekerja di VOC, ia kerap memiliki pemikiran berbeda.
Ia membuat memorandum yang berjudul ”Mijne gedagten ende eensame bedenckingen overde saken van Nederlands India” yang artinya Pikiran dan Pertimbanganku tentang Hindia Belanda.
Baca juga: Asal-usul Nama Pondok Cina, Berawal dari Pondokan yang Dihuni Pedagang Tionghoa
Dalam memorandum yang dibuatnya, ia menyampaikan permukiman yang menguntungkan orang Eropa dalam jangka pendek tidak banyak menyumbang pembangunan tanah koloni dalam jangka panjang.
Karena itulah, Chastelein menaruh perhatian sangat besar pada pertanian.
Tahun 1693 dan 1697, untuk pertama kalinya Chastelein mengirim kapal ke Bali dan mengambil budak yang kemudian dibebaskan dan diberi warisan.
Budak-budak Chastelein disebutkan dalam berbagai sumber berjumlah 150 orang, termasuk dari Benggala dan Makassar, dan dilatih untuk bertani di kawasan Depok Lama yang luasnya 1.244 hektar.
Para budak ini kemudian terbagi menjadi 12 marga dan hingga kini keturunannya disebut Belanda Depok.
Baca juga: Asal Usul Nama Kota Depok
Di luar kawasan Depok Lama terdapat kawasan yang disebut dengan Pondok Cina. Letaknya sekitar 5 kilometer dari Depok (sekarang Kecamatan Pancoran Mas).
Kepada Kompas, Tri Wahyuning M Irsyam, pengajar Program Studi Sejarah Departemen Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, mengatakan, nama Pondok Cina sudah tercantum dalam peta abad ke-17.
Di wilayah itulah para pedagang Tiongkok yang berdagang di pasar Depok mondok atau tinggal sementara.
"Hal itu disebabkan adanya larangan bagi orang Tiongkok untuk bermukim di area Depok Lama," ujarnya.
Saat itu, Chastelein mengeluarkan larangan tersebut karena orang-orang Tiongkok dianggap sumber kerusuhan akibat suka mabuk dan meminjamkan uang dengan bunga tinggi.
Baca juga: Sejarah Hari Ini: 22 Tahun Terbentuknya Kota Depok dan Kisah Si Tuan Tanah Belanda
Karena itu, orang Tiongkok hanya diizinkan berdagang pada siang hari dan harus segera keluar dari Depok setelah matahari terbenam.
Karena tidak mungkin kembali ke Glodok (tempat tinggal lama mereka) yang harus ditempuh dalam waktu delapan jam, mereka lalu tinggal di Kampung Bojong, di sekitar rumah tua Pondok Cina.
Selain berdagang, orang-orang Tiongkok ini bertani di sawah milik mereka serta bekerja di ladang kebun karet milik tuan tanah orang-orang Belanda.
Tidak hanya tinggal di Pondok Cina, sebagian warga keturunan Tiongkok juga tinggal di Cisalak. Mereka menganut ajaran Khonghucu dan mayoritas berasal dari Provinsi Fu Jian, Tiongkok selatan.
Rumah tua yang menjadi penanda kawasan Pondok Cina itu kini diimpit oleh Mal Margo City dan Margo Hotel.
Baca juga: Kali Angke yang Kini Mudah Meluap, Dulunya Jadi Andalan Moda Transportasi Air Batavia
Bangunan putih dengan empat pilar di bagian depan dan jendela-jendela raksasa di bagian samping itu tampak masih kokoh.
Namun, kini bangunan itu tidak lagi difungsikan dan tidak dapat terlihat dari Jalan Margonda Raya seperti sebelumnya ataupun diakses pengunjung karena tertutup bangunan hotel.
Rian Timadar dalam skripsi arkeologi berjudul Persebaran Data Arkeologi di Permukiman Depok Abad 17-19 M: sebagai Kajian Awal Rekonstruksi Sejarah Permukiman Depok" (2008), nama Pondok Cina sudah muncul dalam laporan perjalanan Abraham van Riebeen sejak tahun 1703.
Dahulu, Pondok Cina bernama Kampung Bojong. Kawasan ini merupakan perkebunan karet, sawah, dan semak-semak.
Di daerah tersebut tinggal seorang tuan tanah keturunan Tionghoa. Orang-orang Tionghoa yang datang ke Bogor untuk berdagang dipersilakan untuk menginap dan mendirikan pondok-pondok sederhana di tanah milik tuan tanah tersebut.
Baca juga: Satpol PP Gerebek 4 Tempat Prostitusi di Depok, 28 Orang Diamankan
Timadar menambahkan, daerah Pondok Cina merupakan wilayah partikelir yang dimiliki oleh seorang tuan tanah. Namun belum diketahui siapa tuan tanah di wilayah ini.
Lalu sejak kapan Kampung Bojong berubah nama? Menurut Timadar, kampung tersebut berubah nama sejak tahun 1918 karena masyarakat sekitar menandai daerah itu dengan nama Pondok Cina.
Lama-kelamaan, sebutan ini pun melekat dan menjadi nama daerah yang dikenal dengan Pondok Cina hingga saat ini.
(Kompas: Amanda Putri Nugrahanti | Kompas.com: Rosiana Haryanti)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.