JAKARTA, KOMPAS.com - Tren transisi energi dari bahan bakar fosil beralih ke sumber terbarui seperti minyak sayur atau lemak hewan (biodiesel) membuat minyak jelantah dari Rumah Sosial Kutub diminati negara-negara Eropa.
Seperti diketahui biodiesel dinilai mampu mengurangi pencemaran lingkungan karena rendah polusi dan berbahan baku dari sumber yang berlanjutan.
Hal ini membuat gerakan sedekah minyak jelantah lewat program Terima Sedekah Minyak Jelantah untuk Mereka (Tersenyum) yang diinisiasi oleh Rumah Sosial Kutub cukup diminati pasar ekspor, terutama dari Finlandia.
"Sebagian besar minyak jelantah yang kami kumpulkan memang untuk diekspor, untuk pemanfaatan minyak jelantah dalam negeri saat ini masih dalam skala kecil," ujar Manajer Program Tersenyum Nanang Ardiansyah, kepada Kompas.com, Selasa (29/11/2022).
Baca juga: Rumah Sosial Kutub Bergerak Jadikan Limbah Minyak Jelantah Jadi Sedekah
Nanang menyebutkan porsi penyaluran minyak jelantah untuk diekspor saat ini cukup besar, 90 persen. Adapun untuk pemanfaatan dalam negeri hanya 10 persen, biasanya digunakan untuk pembuatan sabun hingga lilin.
Nanang menyebutkan rata-rata minyak jelantah yang berhasil dikumpulkan itu sebanyak 27-30 ribu liter per bulan. Dari situ, minyak akan dikonversi untuk produksi biodiesel dengan harga jual fluktuatif seharga Rp7.000-10.000 per liter.
"Dana hasil konversi itu akan dikembalikan ke wilayah yang mengumpulkan dan dikelola kader dalam bentuk program sosial masyarakat dan pemberdayaan lingkungannya," tutur Nanang.
Sejak 2018, Rumah Sosial Kutub menginisiasi gerakan sedekah minyak jelantah lewat program Terima Sedekah Minyak Jelantah untuk Mereka (Tersenyum).
Manajer Program Tersenyum Nanang Ardiansyah berujar, dengan adanya sedekah minyak jelantah ini bisa mengubah persepsi masyarakat bahwa berbagi itu tak perlu berupa harta.
"Kami terpikirkan menggunakan barang yang sudah tidak dipakai lagi. Bahkan kalau dibuang justru menyebabkan pencemaran lingkungan," ujar Nanang.
Dari pemikiran itu, kata Nanang, Rumah Sosial Kutub terpikir untuk menginisiasi gerakan minyak jelatah dengan mengusung konsep bahwa sedekah ini mudah, murah, dan berkelanjutan.
Nanang menjelaskan, sedekah minyak jelantah dianggap mudah karena barang yang disedekahkan itu ada dalam kehidupan sehari-hari, yaitu berupa limbah dari dapur.
Kemudian, masyarakat bisa sedekah tanpa harus mengeluarkan uang mereka sendiri. Bisa dikatakan, ujar Nanang, sedekah ini murah dan bisa dijangkau hampir seluruh rumah tangga.
Terakhir, sedekah ini diyakini akan berkelanjutan. Menurut Nanang, selama ibu rumah tangga masih memasak di dapur, limbah minyak goreng itu akan selalu ada.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.